"Sebab perselingkuhan, sama cuma prngaplikasiannya beda jenis. Pacaran itu pemicu statistiknya karena nggak kuatnya diri menahan, beda drngan selingkuh. Aapkh selingkuh karena tidak menjaga diri? Iya juga, tapi pemicu statistik utamanya karena nggak ada rasa syukur, ini kalau masalah selingkuh. Karena pacaran dan selingkuh ini beda posisi, pacaran sebelum halal dan selingkuh setelah halal merupakan dua godaan yang menerpa tentang sebuah hubungan. Namun, bisa juga ini ujung-ujungnya dikembalikan pada rusaknya sholat seseorang. Jadi orang kalau bisa simple aja, lakukan sesuatu sesuai kadar yang kamu punya, gak usah nyawang ngalor ngidul ngrampas hak yang bukan miliknya, ben kejayaan itu bisa dirasakan dalam kehidupan dunia yang penuh fatamorgana.""Minta mix, Bi," pinta Uda yang pelan-pelan datang ikut Haidar dan Ciara lagi bersama adik-adiknya."Damel napa, Nak?" tanya Haidar.
"Kok didorong. Nggak baiklah Sayang. Kenapa nggak mau pulang?" tanya Ciara."Lapannn, mau disuapi Onty Bening dulu," rengek Uda.Lapar di tengah malam. Ciara segera mencari Bening kesayangannya Kakak Uda. Lebih cepat lebih baik, karena dirinya sendiri juga ingin segera istirahat.***"Ci, bikin yok video Hai Kids!" ajak Hilma si penghafal Al'Quran."Aku dulu?" tanya Ciara."Iya, Ci. Entar gantian, suasananya lagi mantep nih," jawab Hilma."Ikut dong bikin video," ucap Bumi secara tiba-tiba.Masih baru selesai make up. Acara belum dimulai, para mahasiswa berhamburan foto ke sana kemari. Saat Hilma dan Ciara bikin video, tiba-tiba Bumi datang dan ikut gabung. Paham, pasti suaminya cemburu Ciara bikin video lebih awal bersama mereka dibanding dengan Haidar dulu.
"Ini yang di tempat minum barunya Adik ya," kata Ciara."No! Mau yang ini! Huaaaaaa!" Uja memeluk Ciara sembari menyentuh bagian minuman favoritnya."Ahahaha, adik ini ada-ada saja. Tak matiin dulu videonya Sayang," kata Haidar."Udah pakai toga ini gimana dong, Bi?" tanya Ciara."Kamu lepas dulu aja, tadi ada kabar ada sedikit penundaan waktu, dosennya kejebak macet. Nggak apa-apa ya Ibu cantik, daripada adik nangis? Adik kan emang si paling suka minum langsung. Turuti aja, entar nyesel karena sebentar lagi mereka udah nggak minum si dua bola gemoy ini," kata Haidar.Ribet pakai banget tidak? Sudah dandan bagus nan rapi, harus melingkapkan toga lagi demi menyusui sang putra. Namun, Ciara mengikuti nasihat suaminya. Tidak mau sebuah penyesalan menghantui perjalanannya kelak, yang mana sekarang kalau saja si anak udah bisa lepas ASI, dal
"Ibu ...." Haidar hanya menatap Ciara.Bentakan Ciara berhasil membuat Haidae membeku. Belum sampai mengutarakan yang ingin disampaikan, Ciara malah menyuruh keluar bersama kedua putranya. Ciara ingin bicara dengan Uda saja."Keluar, Bi! Bawa Abang dan Adik keluar!" teriak Ciara.Tidak berkutik apa-apa, daripada istrinya semakin melanjutkan bentakan, lebih baik segera keluar. "Ayo Dik keluar dulu!""Ampun puh cepuh! Jangan galak-galak napa Bu? Kacian Kakak," kata Uja.'Hhhah, pasti kamu nahan tawa ini Isbayku,' batin Haidar."Adik bisa keluar dulu kan? Ibu mau bicara sama Kakak!" seru Ciara.Uja si paling ngetrend. Semua trend, dia seperti hafal, bukan karena lihat gadget. Akan tetapi, dia merekam saat ada pengajian. Apalagi, Kang Musa sering mengajari mereka berk
Haidar chat kasih puisi:Wanitaku, Sayang! Rahim yang KugaliKini Telah TertaliAduan Nafsu MengangaDoa dan Cinta pun BerbungaTubuh yang KurabaKini Hangatnya MengabaTersingkir dari AnginMembunuh Gemuruh DinginQobiltu yang Menjadi JanjiKini Telah Kuhempas dari RujiMenjemput PagiDengan Penuh EnergiPada Akhirnya, Aku SadarPernikahan Bukan Jalan PudarSayang, Kamu Cantik!Sayang, Kamu Cerdas!Sayang, Kamu Hebat!Sayang, Sini Kupeluk!Sayang, Aku Cinta Kamu!Ciara: Love banget. Njenengan ada masalah apa, sih? Keliatan loh, tadi sepulang dari kantor ngomongnya dikit, itu tandanya Ocyang lagi sedih.Haidar: Gak ada, Sayang
“Sesuatu besar loh, siap nuriti?” tanya Ciara.“Asalkan mampu dan baik, pasti diturutin,” jawab Haidar.“Gak jadi. Percuma disebutkan kalau tidak dituruti!” Ciara mencebikkan bibirnya.“Iya-iya diturutin. Istriku pasti nggak akan menuntut suaminya di luar kemampuan, iya kan?”“Hmmm, bener. Tolong ambilin panci bawa ke kamar!” pinta Ciara.“Untuk apa? Mau masak di kamar?” tanya Haidar heran.“Nggak dong, ngidam Ocyang pakai panci. Hehe.”“Masyaallah, hahaha. Baby Girlnya apa apa mau jadi koki ini, hmmm?” Haidar memeluk Ciara dulu kemudian langsung ke dapur.Meskipun aneh asal Haidar mampu tetap dilaksanakan. Tawa renyah istrinya bisa didengar merupakan satu hal yang sangat istimewa. Ia p
"Iya. Kita istirahat," jawab Haidar tersenyum."Jangan cuma istirahat, tapi harus tidur."Masih menjadi dilema dalam otak. Tifak ada salahnya mengikuti apa yang dikatakan Ciara. Haidar mencoba membuang semua keresahan, fokus ke kebahagiaan yang menjadi hak Ciara juga mendapatkan senyum manis dan obrolan baik saat di atas ranjang."Kamu pinter banget ngalihin pikiran Ocyang," puji Haidar."Bukan pinter, tapi telah terbiasa. Terlatih dengan cara njenengan yang super menggemaskan," jawab Ciara.***"Ngantuk banget, Oc!" Ciara menjatuhkan tubuhnya ke paha Haidar yang baru saja mengambil Al-Quran."Tidur aja, tapi jangan di sini! Sini Ocyang antar ke kasur." Haidar kembali menaruh Al-Qurannya, dia belum batal karena bersentuhannya terhalang mukena Ciara."Mau di pangkuan nj
"Sayang, biasanya kamu gak suka kan pertanyaan gak bermutu? Untuk apa nanyain hal tersebut?" tanya Haidar. "Kalau aku yang nanya ya suka-suka aja. Lain kalau ditanya, xixixi." Haidar menggenggam jemari istrinya. "Kamu akan selalu ada untuk Ocyang. Kalau ternyata ke depannya kamu menghilang, ya bagaimana Ocyang bisa melangkah? Masih ingat kan? Kakiku tertahan di ragamu. Meskipun kenyataan pasti menyiksa untuk bisa bangkit, gak ada cara lain selain kembali menstel ulang dengan kaki yang berbeda, karena kakiku tetap tertahan di ragamu." "Artinya?" "Jika kamu pergi, Haidar akan tumbuh menjadi orang yang baru, karena Haidar yang kamu kenal ini tentu ikut dalam angin jiwamu." "Hmmm, Sayang!" Ciara bangkit dari tidurnya dan memeluk sang suami. Sebuah kehidupan tidak lepas dari arti kehilangan maupun perpisahan dengan orang lain. Suatu masa itu pasti akan ada. Terkadang, menatap masa depan itu dihantui oleh sebuah kekhawatiran yang begitu besar. Apakah salah? Tidak. Rasa khawatirnya tid