Waktu terus berjalan, dan permintaan Kak Alfa soal mahar sertifikat rumah itu ternyata benar-benar dikabulkan oleh Salman."Oh jadi Mama mau maharnya ditambah sertifikat rumah? Itu mah kecil."Tak tanggung-tanggung, bahkan Salman nanya pada Kak Alfa, "apa mau ditambahin lagi maharnya, Ma?"Kak Alfa yang sedang di awang-awang dan rakus itu langsung saja mengiyakan, dia minta perhiasan dan mobil sebagai tambahannya.Aku sampe geleng-geleng kepala mendengarnya."Oke, Salman akan tambahkan sesuai permintaan Mama, tapi ada syaratnya.""Syarat? Syarat apa?" tanya Kak Alfa bingung."Setelah berumah tangga Mia gak akan sering pulang lagi ke rumah Mama, dia akan sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah dalam setahun."Kak Alfa tercengang, aku yang juga mendengarnya ikut tercengang. Hari itu mereka sengaja bertemu di warungku untuk negosiasi, sengaja Kak Alfa gak ajak calon mantunya itu ke rumah karena takut Mia tahu.Soal mahar sertifikat rumah dan tambahan mobil serta emas itu benar-benar mu
Cepat kuambil ponsel."Halo Neng, di mana? Kok warungnya tutup?""Neng teh di rumah A, perut Neng mendadak sakit banget tadi.""Ya ampun, oke Aa pulang."Secepat kilat kulajukan motor ke rumah. Sampai di sana benar saja, Asmi tengah meringis kesakitan sambil dipijit pelan oleh ibu mertua dan si Mia. "Ya ampun Neng, Neng kenapa?""Kayaknya kecapekan A, tadi teh Neng kerja sendirian aja 'kan di warung.""Kamu teh habis dari mana atuh San? Bukannya kalau mau pergi-pergi teh bilang sama Ibu, 'kan biar Ibu ke warung bantuin si, Neng," tanya Ibu mertua."Maaf Bu, tadi mendadak Kak Alfa minta dianter ke kantor polisi nemuin Kak Angga.""Untungnya tadi Mia ke warung mau nanyain Mama ada di sana apa enggak, eh malah Mia lihat Tante Asmi udah mau pingsan di warung," sahut Mia juga."Ya Allah Neng, maafin Aa ya Sayang.""Si Neng teh mulai besok mah mening istirahat saja dulu, jangan dulu buka warung, masak segitu banyak teh 'kan butuh tenaga yang bukan sedikit San," kata Ibu mertua lagi. Aku me
Mia pun diam dengan tatapan yang masih kesal pada ibunya."Kak Alfa, kalau sekiranya Kak Alfa keberatan uang di Mia dipinjem, Hasan minta maaf tapi Hasan sama Asmi akan secepatnya ganti kok, kalem aja.""Bagus, emang harus gitu," ketusnya."Sekarang gimana ini Mia? Buat beli baju bapakmu gak ada duit, gara-gara duitnya ambring gak jelas," kata Kak Alfa lagi. Ngomongnya ke si Mia tapi matanya neleng ke arahku. Maksudnya apa? Nyindir? Duh andai aku punya duit segepok, udah kugebrakin di depan mukanya, sombong amat ini orang, pengen gua bejek-bejek terus dikasih buat makan buaya aja rasa-rasanya. Eh Astagfirullah nyebut Hasan nyebuut."Mama yang ambringin duit gak jelas, andai duit Mama gak dipake beli segala macem mungkin sekarang masih ada," respon si Mia kesal."Loh kok jadi, Mama? Kita ini lagi ngomongin duit kamu Mia, bukan duit Mama, kalau Mama beli ini itu ya wajar aja sih namanya juga pake duit sendiri, bukan pake duit orang apalagi duit ponakan," sindirnya lagi."Udah ah kena
"Mau dua, kamu sendiri?" tanyaku agak gerogi. "Anakku juga dua Bang, sekarang lagi pada di rumah ibu."Aku manggut-manggut mencoba menormalkan diri meskipun jujur gerogi gak abis-abis."Abang udah hebat ya sekarang, kontrakan juga udah dibangun lagi gini jadi bagus, oh ya, Abang nikah sama orang mana sih sebenernya?""Sama orang Kuningan Jabar, Pit."Pipit manggut-manggut. Memang saat Pipit ditolak ibuku, kami gak pernah kontekan lagi karena nomorku diblokir."Jauh juga ya jodohnya, maaf waktu Abang nikah Pipit gak ngucapin selamat apalagi dateng soalnya ya ... Abang pahamlah gimana perasaan Pipit saat itu."Aku tersenyum sekenanya."Gak apa-apa Pit, Abang ngerti kok, tolong maafin ibu ya Pit, doain ibu diampuni dosa-dosanya."Pipit menoleh kaget, "loh emang ibu udah ...?"Aku mengangguk, "Ibu udah wafat.""Innalillahi wainnailahiirojiuun, maaf Bang Pipit gak tahu soal itu," ucapnya bersimpatik.Aku mengangguk pelan, "gak apa-apa Pit, mohon doanya aja."Pipit mengangguk. Setelah kami
Setelah dal dil itu Kak Alfa mengajakku pulang. Di jalan aku nanya."Kak Alfa kenapa sih tadi? Kok bisik-bisik gitu sama musuh bebuyutan Hasan?""Biasalah ngerayu dia, biar tuh orang mau dateng.""Kenapa harus bisik-bisik? Gak boleh loh Kak bisik-bisik kalau ada orang lagi di depan kalian.""Terus kalau Kakak gak bisik-bisik emang kamu bakal nerima?""Lah emang apaan yang dibisikin? Kok Hasan gak bakal nerima?" "Asal kamu tahu ya, tadi tuh Kakak bilang sama itu orang soal keuntungan yang bakal dia dapet, Kakak bilang nanti Kakak bakal gunain setengah mahar Mia buat nebus dia dari penjara," jawab Kak Alfa panjang lebar.Dreeett. Kuhentikan laju motor mendadak."Apaan sih kamu Hasan?" Kak Alfa protes sambik menepuk pundakku kencang."Maksud Kak Alfa apa? Mau nyogok petugas gitu maksudnya?""Nah itu kamu ngerti," jawab dia dengan entengnya."Ya ampun Kak Alfa, Kak Alfa nih apa-apaan sih? Kakak tahu gak? Hal itu tuh gak diperbolehkan?""Ya tahu, tapi kalau dengan cara itu si Mia bisa kaw
"Duh Bapaknya si Mia mana sih? Bikin malu aja." Kak Alfa menggerutu sendiri.Tapi untunglah tak lama dari itu si Anggara Buaya datang dengan dikawal dua orang petugas polisi."Nah itu dia Bapaknya si Mia." Kak Alfa bersorak senang. Semua orang yang ada di sekitar meja akad pun menoleh ke arah pintu masuk, tapi tiba-tiba wajah mereka tampak sangat terkejut."Hah kok dikawal polisi? Emang dia kenapa?" bisik seorang tamu dari pihak laki-laki yang duduk di belakangku."Gak tahu, mungkin dia Narapidana.""Naudzubillah, amit-amiit jabang bayi."Aku menarik napas berat, kalau denger penilaian orang begitu aku jadi kasihan sama Mia, tapi aku juga bisa apa? Aku gak ada maksud mempermalukannya tentu saja, aku cuma mau si Anggara Buaya itu dihukum sesuai kesalahan yang dia perbuat. Makanya aku akan tetap berusaha agar si Anggara Buaya tetap menjalani hukumannya yang setimpal.Si Anggara Buaya pun duduk di tempat yang udah disediakan."Apa semuanya sudah siap?" tanya penghulu."Siap siap," jawa
"Jelas aja salah kamu Hasan, coba aja kamu kemaren nurut sama Kakak, kamu bebasin itu bapaknya si Mia, mungkin kejadiannya gak akan sekacau ini, sekarang gimana kalau udah gini? Apa kamu tega lihat si Mia itu menderita menanggung malu, hah?!" sengitnya dengan suara tertahan."Ya tapi Kak, bukan berarti itu salah Hasan dong, dari dulu juga 'kan emang bapaknya si Mia udah dipenjara, lagian Hasan juga gak ada maksud bikin malu Mia," balasku membela diri.Duh aku jadi bingung, sebenernya siapa sih yang salah? Masa iya jadi aku yang salah, ngaco aja ah."Maaf, ada apa ya ini?" Mia datang di belakang kami.Kak Alfa cepat menoleh dan menghampirinya, sementara Salman masih berusaha merayu ibunya yang masih duduk dengan wajah kesal."Mia, kamu gak jadi kawin," kata Kak Alfa cepat. Mia terbelalak, "apa maksud, Mama?""Gara-gara Om kamu si Hasan ini, perkawinan kamu terancam batal," tegas Kak Alfa sambil neleng ke arahku."Loh Kak kok jadi Hasan?""Ya emang kenyataannya gitu 'kan?""Yank, ayo k
"Saya gak tahu Mas, bisa tolong dipanggilin Bu Alfa nya Mas? Saya butuh tanda terima dia."Bergegas aku ke dalam."Kak Alfa! Buruan keluar tuh ada orang nyariin."Gak langsung dibuka, itu orang gak tahu butuh waktu sampe berapa menit mau buka pintu doang."Apaan sih kamu? Ganggu mulu, Kakak tuh lagi mimpi indah.""Mimpi indah dari Hongkong, tuh kurir di depan buruan temuin, lagian udah siang orang mah bagun napa, rumah ini tuh ada aturannya gak seenak jidat aja," ketusku sambil beranjak pergi."Hasan! Maksud kamu kurir apaan?"Gak kujawab lagi, males. Aku milih duduk di kursi teras. Tak lama Kak Alfa juga menyusul, ia menghampiri driver mobil itu."Maaf Pak, ada apa ya nyariin saya?""Paket Bu, dari Bu Fatimah, tolong tanda terimanya.""Paket dari Bu Fatimah?" Kak Alfa cepat tengok mobil box itu."Hah? Kok Sushi dan kawan-kawannya dibalikin, Mas?" tanya Kak Alfa kaget."Kurang tahu, Bu."Setelah menandatangani surat pengantaran barang, Kak Alfa duduk di sebelahku sambil mengotak-atik