Hening kembali menyeruak, Alexandra memandang keluar jendela mobil dengan berpangku tangan.
Dari spion tengah David mengintip kondisi Alexandra, memastikan bahwa istri bosnya itu dalam keadaan baik-baik saja.Mobil melesat membelah jalanan yang cukup lengang, entah berapa lama berada di jalanan, hingga mereka telah tiba di sebuah restoran."Nyonya, kita telah sampai." David mencoba membangunkan Alexandra yang tertidur.Alexandra membuka mata, lalu menggapai sisa-sisa kesadarannya."Di mana kita?" Alexandra bingung, sebab saat ini dirinya tak berada di apartemen."Pak Chris meminta Anda untuk makan siang bersama, Nyonya. Mari saya akan mengantar Anda ke dalam."Alexandra berjalan mengikuti David, pria itu mempersilakan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan privat. Di sana masih kosong, tak ada siapapun."Silakan tunggu sebentar, Nyonya. Pak Christian sedang dalam perjalanan." Alexandra tersenyum lalu mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Alexandra berjalan menuju jendela, pandangannya menerawang jauh entah kemana, hingga sepasang lengan dewasa memeluknya dari belakang.Alexandra berjingkat, jantungnya berdetak tak karuan. Kaget, itu sudah pasti, dirinya bahkan tak sadar ada orang yang membuka pintu.Alexandra menoleh, melihat siapa si pelaku. Pria itu menatap lurus ke depan tanpa membalas pandangannya."Mas." Panggilan yang begitu lembut di pendengaran Christian."Apa yang kamu pikirkan, hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan? Bagaimana jika orang jahat yang datang mengincarmu." Meski pelukan pria itu terasa hangat, tapi nada dingin yang keluar dari mulutnya."Maafkan aku, Mas."Untuk beberapa saat, keduanya menikmati keadaan itu dalam keheningan."Ayo, kita segera pilih menu makanan, aku tak memiliki banyak waktu."Christian melepas pelukannya, dan menggandeng lembut tangan istrinya."Pilihlah, kamu bebas memesan apapun yang kamu mau."Alexandra melihat buku menu yang gambarnya sangat menggugah selera.Alexandra akhirnya memilih menu wagyu sirloin steak dengan kematangan medium well sebagai menu makan siangnya.Christian sendiri memilih menu wagyu tenderloin steak dengan tingkat kematangan medium."Apakah kamu sudah mengambil semua buku-bukumu?""Sudah, Mas.""Apa terjadi sesuatu di rumah?""Tidak ada, Mas." Christian menelisik melalui pandangan matanya."Kamu tidak sedang berbohong?" Alexandra menggeleng. "Besok kamu bisa berangkat kuliah, David akan mengantarmu.""Iya, Mas." Alexandra hanya mengiyakan, protes pun pasti tak akan menang.Menu yang ditunggu akhirnya datang. Christian mengambil piring milik Alexandra, kemudian memotong-motong steak tersebut. Setelah semua terpotong, pria itu mengembalikan piring itu pada Alexandra.Perhatian kecil yang membuat hati Alexandra menghangat. "Terima kasih, Sa-yang," ucap Alexandra dengan ragu-ragu.Christian hanya melirik Alexandra, seakan tak peduli, lalu memotong steak miliknya.Sedangkan, Alexandra merutuki dirinya sendiri karena panggilan yang baru saja dia katakan."Aku suka!" ucapan Christian.Alexandra yang belum mencicipi steak tersebut langsung mengambil satu potong dan memakannya, menikmati makanan yang begitu nikmat di mulutnya."Aku juga suka, Mas. Steak ini enak sekali," ujar Alexandra dengan polosnya."Bukan steaknya, tapi panggilan tadi."Mendengar kata-kata itu membuat Alexandra nyaris tersedak, wajahnya memerah karena malu dan salah tingkah. Kenapa suaminya sangat pandai mempermainkan hatinya."Makanlah, Sayang." Christian membalas panggilan sayang Alexandra.Alexandra menjadi semakin salah tingkah, baru sehari bersama Christian tapi pria dingin itu sudah berhasil mengacak-acak hatinya.'Lemah kamu, Alexa!' Alexandra memaki dirinya sendiri dalam hati.Keduanya makan dalam keheningan dengan sesekali saling mencuri pandang."Jika kamu membutuhkan apapun, bisa menghubungiku atau David. Dia yang akan selalu berada di sekitarmu.""Baik, Sayang."Christian mengelap bibirnya usai menyelesaikan makan siangnya. Dia melirik pada piring Alexandra yang juga sudah tandas, dengan begitu dirinya tak perlu lama menunggu.Biasanya wanita akan lebih lama saat menyantap makanan ketimbang pria. Tapi berbeda dengan Alexandra yang selalu dituntut untuk melakukan sesuatu dengan cepat, membuatnya terbiasa makan dengan cepat."Terima kasih, Sa–Mas. Hati-hati di jalan." Karena malu didengar anak buah suaminya, Alexandra mengganti sayang menjadi mas.Tak ada tanggapan apapun dari Christian, pria itu hanya menatap datar pada istrinya lalu masuk ke dalam mobil. "Mari, Nyonya." David mengajak Alexandra untuk segera masuk ke dalam mobil."Silakan Nyonya simpan nomor saya, jika ada apa-apa Anda bisa meminta bantuan pada saya."Alexandra mengeluarkan ponselnya dari tas, lalu menulis nomor yang disebutkan oleh David."Bisakah kamu tak memanggilku Nyonya? Umurku bahkan baru menginjak angka 2," protes Alexandra."Kalau begitu saya akan memanggil Anda dengan sebutan Nona."Alexandra tersenyum, panggilan Nona masih lebih baik daripada harus dipanggil Nyonya.Mobil yang dinaiki Alexandra telah sampai di parkiran basement sebuah gedung apartemen mewah.Dengan membawa barang Alexandra, mereka bertiga berjalan menuju lift. Tak berapa lama kemudian ketiganya telah sampai di lantai yang dituju.Saat keluar dari lift, Alexandra melihat ada seseorang yang sedang menunggu di depan pintu.Alexandra ingat betul siapa orang yang berdiri di depan pintu apartemen suaminya itu. Orang yang tak menyambutnya dengan ramah di hari pernikahannya dengan Christian.Amanda Hoover, ibunda dari Christian Hoover, ibu mertuanya.Alexandra segera berjalan mendekat ke arah wanita paruh baya yang masih terlihat sangat bugar dan cantik itu."Selamat siang, Nyonya Hoover. Apa Anda sudah lama menunggu, maafkan saya—.""Cepat buka pintunya." Amanda memotong kalimat Alexandra.Tanpa berbasa-basi lagi, Alexandra segera membuka pintu apartemen itu."Silakan, Nyonya."Amanda masuk lebih dulu diikuti oleh Alexandra, David dan anak buahnya yang membawa barang-barang milik Alexandra.Setelah meletakkan barang-barang itu di depan kamar Alexandra, David segera undur diri."Saya akan buatkan minum lebih dulu, Nyonya.""Tidak perlu, kita langsung ke intinya saja." ketus Amanda. Amanda menyuruh Alexandra untuk segera duduk. Sangat tidak sabaran sama seperti Christian."Kamu tahu kenapa aku sampai harus datang kemari?""Tidak, Nyonya.""Aku yakin kamu tak benar-benar mencintai anakku, pasti kamu hanya menginginkan hartanya saja, bukan? Aku sudah menyelidiki latar belakangmu, bisnis keluarga yang bangkrut dan terlilit hutang Bank. Apa keluargamu menjualmu pada anakku? Murahan sekali!" cibir Amanda.Data yang didapatkan oleh Nyonya Amanda adalah data lama keluarga Alexandra. Alexandra bergeming mendengar cibiran dari ibu mertuanya. Benar. Keluarganya memang menjualnya pada Christian untuk membayar hutang."Kalau begitu berapa uang yang harus aku bayarkan untuk membuatmu pergi dari kehidupan anakku? Mari kita buat kesepakatan!" seru Amanda."Maksud, Nyonya?""Tidak perlu berpura-pura polos Alexandra, aku yakin kamu butuh uang. Kamu sebutkan saja berapa yang kamu inginkan."Nyonya Amanda membuka tasnya, mengeluarkan selembar kertas yang sudah tertempel materai dan meletakkannya di atas meja, kemudian menyuruh Alexandra untuk membacanya.Jantung Alexandra berdegup tak karuan, sebelum akhirnya mengambil selembar kertas itu. "Apa ini, Nyonya?" Alexandra membaca selembar kertas bertabur tinta hitam itu.Nyonya Amanda memandang remeh pada Alexandra."Itu adalah surat pernyataan yang harus kamu tanda tangani. Pergilah dari kehidupan Christian sekarang juga dan jangan pernah muncul lagi di depannya. Sebagai gantinya aku akan memberimu banyak uang, kamu tak akan kesulitan untuk memenuhi biaya hidupmu."Alexandra terperangah mendengar ucapan ibu mertuanya. Dia tidak menyangka jika ibu mertuanya akan begitu merendahkannya. Jika memang ibu mertuanya tidak setuju dengan pernikahan itu, kenapa tidak datang lebih awal sebelum pernikahan itu terjadi, itulah yang ada dalam pikiran Alexandra saat ini.Nyonya Amanda mengambil sebuah kertas cek dari dalam tasnya."Berapa yang kamu inginkan? Satu Milyar, dua milyar, atau lebih dari itu? Aku akan menulisnya sekarang." Nyonya Amanda berkata dengan sangat enteng, tanpa memikirkan hati Alexandra yang koyak karena harga dirinya terinjak-injak.Situasi macam apa ini? Kenapa kehidupannya begitu dramatis seperti di novel-novel rumah tangga yang pernah Al
Christian kembali menatap Alexandra."Maafkan aku, Mas. Hanya kata itu yang terbesit dalam otakku.""Tidak masalah, alasan yang tidak terlalu buruk. Kamu cukup bisa diandalkan rupanya!"Alexandra terdiam, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Perkataan itu terdengar seperti pujian, tapi hatinya tak merasa senang."Hanya itu? Aku tidak yakin Ibuku hanya mengatakan hal itu saja!" Christian kembali menelisik.Ada kegelisahan yang terpancar dari air muka Alexandra."Katakan!""Nyonya Amanda memberikan syarat jika aku ingin tetap bersamamu.""Syarat? Apa itu?""Ki-ta harus memberikan cucu laki-laki untuk keluarga Hoover dalam waktu satu tahun, jika tidak aku harus meninggalkanmu. Bukankah waktunya pas sekali dengan masa perjanjian kita?" Alexandra tersenyum getir.Tidak ada perjanjian seperti itu di antara Christian dan kakeknya. Christian yakin Nyonya Amanda hanya ingin memisahkannya dengan Alexandra, kemudian menikahkannya dengan wanita pilihannya."Kamu benar sekali. Waktu yang sangat
Alexandra dan Christian kompak melihat ke arah sumber suara.Erinna!Erinna menatap nanar pada sepasang tangan yang saling mengikat. Erinna segera merubah air mukanya dan tersenyum semanis mungkin pada Christian."Sedang apa kamu di sini?" tanya Erinna, suaranya terdengar lembut."Kamu tidak lihat? Aku sedang bersama istriku, sudah pasti kami akan makan malam bersama," jawab Christian terdengar begitu dingin.Erinna menyelipkan rambut ke daun telinganya, merasa mati kutu dengan jawaban Christian. Namun, wanita itu tak habis akal untuk bisa bersama Christian."Kebetulan kalau begitu, aku juga ingin makan di sini, bagaimana kalau aku bergabung dengan kalian?"Christian mengeratkan tubuhnya pada Alexandra, kemudian memeluk tubuh ramping istrinya dari samping. Menciptakan kemesraan di antara keduanya.Meski canggung, Alexandra mencoba mengikuti permainan suaminya."Aku tidak yakin kamu akan kuat melihat kemesraan kami, Erinna.""Benar begitu, Sayang? Kamu pasti tidak setuju jika ada orang
Malam semakin beranjak, alunan musik klasik yang menggema ke seluruh sudut restoran menambah suasana di ruangan privat itu kian romantis. Setelah menghabiskan seluruh hidangan yang ada, Christian memutuskan mengakhiri sesi makan malam itu."Ada tempat yang ingin kamu kunjungi sebelum kita pulang?" tanya Christian pada istrinya."Apa boleh kita mampir ke supermarket sebentar? Bahan makanan di kulkas sudah tak ada lagi.""Tentu saja, kenapa tidak?" balas Christian.Christian melajukan kendaraannya menuju supermarket yang tak jauh dari apartemen.Sepanjang perjalanan itu, Christian kembali ke mode awal, diam dan dingin. Kemana hilangnya kehangatan yang tadi tercipta saat di restoran? Entahlah, hanya pria itu sendiri yang tahu.Melihat suaminya yang kembali menjadi papan kayu, Alexandra hanya mengikuti alur yang suaminya ciptakan, dia memandang gemerlap dan padatnya kota dari jendela kaca di samping kirinya."Kapan kamu akan berangkat kuliah?" Perta
Di sinilah sekarang Alexandra berada, di balkon kamarnya. Dengan menyilangkan kedua tangannya, Alexandra memandang keramaian kota dari ketinggian. Udara malam kota tak seberapa dinginnya dibandingkan dengan suasana apartemen mewah itu.Setelah pulang dari supermarket, Christian langsung berganti pakaian dan pergi entah kemana, tanpa sempat Alexandra bertanya.Bertanya? Bolehkah Alexandra melakukan hal itu? Entahlah. Christian benar-benar tidak bisa ditebak, pria itu terkadang hangat dan terkadang dingin.Alexandra masuk dalam lamunannya. Memikirkan bagaimana nasibnya nanti setelah menjadi janda dari seorang Christian Hoover. Kehidupan percintaan setelah dia menyandang gelar janda."Janda, ya?" Gumam Alexandra, kemudian menertawakan dirinya sendiri.Alexandra menghela nafas, berat. Alexandra melakukan peregangan agar tubuhnya lebih terasa santai."Hah." Alexandra mengeluarkan nafas sambil mengayunkan tangannya. Kemudian memegang pembatas balkon, melihat ke bawah, dan bergidik ngeri."T
Menjelang pagi, Alexandra terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa remuk redam bagai orang yang baru saja mengalami sebuah kecelakaan, lelah masih merajai hingga enggan membuka mata.'Aduh, kenapa badanku pegal-pegal. Apa semua orang mengalami hal yang sama denganku setelah melakukannya?' monolog Alexandra dalam hati.Alexandra mengangkat tangan suaminya yang melingkar di tubuhnya."Ssss." Alexandra mendesis, saat merasakan bagian inti tubuhnya terasa nyeri."Apa sakit sekali?" tanya Christian, mengejutkan Alexandra.Wanita itu menoleh pada suami yang matanya masih tertutup rapat itu"Iya, Mas. Apa aku membangunkanmu?" jawab Alexandra dengan malu-malu.Christian memeluk erat tubuh istrinya, mendaratkan kecupan di pipi Alexandra. Kecupan itu berpindah ke bibir dan menjadi sebuah ciuman hangat."Tunggu sebentar, aku akan siapkan air hangat untuk mandi."Christian bangkit dari tidurnya, berjalan menuju lemari khusus untuk keperluan mandi, mengambil
Melihat siapa yang datang, membuat dada Alexandra mendadak sesak. Bagaimana tidak wanita itu adalah wanita yang mengantar suaminya di malam pengantinnya dalam kondisi mabuk. Lalu, saat di restoran ketara sekali jika wanita itu ingin bersama suaminya.Alexandra tak berminat untuk membukakan pintu, lalu memutar tubuhnya, berjalan meninggalkan pintu, namun suara bel itu kembali berbunyi. Kali ini, terdengar seperti tak sabar dan menuntut untuk segera dibukakan pintu.Alexandra menghembuskan nafas dengan cepat. Dengan berat hati dia membuka pintu untuk orang yang menekan bel seperti orang kesetanan itu."Ada perlu apa, Nona? Tidak bisakah Anda menekan bel dengan lebih sopan?" tanya Alexandra.Ya, Alexandra adalah penghuni apartemen ini sekarang, maka dia berhak melakukan apapun demi kenyamanannya.Tanpa permisi wanita itu mendorong Alexandra lalu berjalan masuk ke dalam apartemen. Alexandra hanya bisa menghembuskan nafas pelan.Dengan wajah yang tak ramah, w
Christian berjalan menuju ke kamar mandi, lalu membersihkan diri.Selama suaminya berada di kamar mandi, Alexandra bergegas menuju dapur untuk sekedar membuat minuman hangat.Christian keluar dari kamar dengan rambut yang basah dan acak-acakan seperti anak kecil yang baru selesai mandi."Aku buatkan teh hangat, Mas."Alexandra membawa dua cangkir teh dan kudapan ke meja yang berada di depan televisi, tempat di mana suaminya berada.Pria itu tak menanggapi ucapan Alexandra dan sibuk dengan tablet pintarnya.Keheningan terjadi, karena bosan, Alexandra menyalakan TV dan memilih channel yang sekiranya menarik untuknya."Apa itu masih sakit?" tanya Christian dengan wajah datar.Alexandra hanya diam, wajahnya bersemu merah saat mendapat pertanyaan seperti itu. Sekilas Christian melirik pada suaminya, lalu tersenyum tipis."Mas, boleh aku bertanya sesuatu?""Hhmm," jawab Christian.Alexandra memainkan bajunya, ragu-ragu untuk melontarkan per