Suara pecahan piring terdengar nyaring, Aisyah segera memungut pecahan kaca itu, namun ditahan oleh Faiz. "Humaira, kamu tidak usah, biar aku saja. Nanti tanganmu terluka," ucapnya, menghentikan Aisyah.
Aisyah beralih menatap Fatimah, "Umi, maafkan Aisyah. Bukannya Aisyah membantu, malah Aisyah banyak membuat masalah," ucapnya, merasa bersalah.Fatimah menghibur, "Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kamu tidak apa-apa. Tapi lain kali, hati-hati ya?" ucapnya lembut, kemudian diangguki oleh Aisyah.Tidak lama kemudian, mereka pamit untuk menuju rumah mereka. "Maaf ya, nak. Umi dan Abi tidak bisa anterin kalian. Besok kami akan keluar kota dan belum menyiapkan barang," ucap Fatimah."Ampun, umi. Kami berangkat sekarang ya," ucapnya, lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya, diikuti oleh Aisyah."Iya, sayang. Hati-hati ya," ucap Abi dan umi serempak.Faiz membukakan pintu mobil untuk Aisyah sambil berkata, "Silahkan masuk, Humaira. Cintaku, sayangku," dengan senyum yang jelas terlihat di wajahnya.Mobil yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan sedang. Di perjalanan, Aisyah mengambil handphonenya dan mulai selfie. Faiz yang melihat istrinya tengah berselfie berkata, "Humaira, ini ada hadiah kecil untukmu," menyerahkan kotak yang ternyata berisi hijab."Itu hijab. Kenakan jika kamu sudah siap," ucap Faiz lembut, mengelus rambut Aisyah. Aisyah tersenyum ke arah Faiz dan mulai mencoba hijab pemberian Faiz. Setelah mengenakannya, Aisyah bertanya, "Kak Faiz, aku sudah cantik belum?"Faiz menatap Aisyah lekat, "Masya Allah, sekali sayang. Kamu begitu cantik mengenakan hijab itu," ucapnya gemas, mencubit pipi Aisyah.Aisyah beralih mengelus rambut Faiz, "Terima kasih, Pak Suami sayaaaang," ucapnya lalu bergelayut manja di dada Faiz."Sayang?" ucap Faiz, pertama kalinya Aisyah memanggilnya sayang.Kemudian Aisyah menatap Faiz, "Emang nggak boleh ya Aisyah manggil Kak Faiz sayang?" ucapnya cemberut."Aduh, jangan begitu, Humairaku. Kamu terlalu gemas di mataku," ucap Faiz, menghentikan mobilnya sejenak dan memeluk gemas Aisyah. "Emm, boleh banget, Humairaku. Aku sangat senang kamu manggil aku sayang," ucapnya gemas, mencubit pipi Aisyah.Pipi Aisyah pun merona mendapatkan perlakuan seperti itu. Kemudian ia berucap, "Uuu, tayaaang deeh," ucapnya refleks mencium pipi Faiz, dan ya, dia yang mencium, dia juga yang salting. Buru-buru, Aisyah menutup wajahnya yang memerah.Kemudian Faiz menoleh ke arah perut Aisyah, "Nggak usah malu, Humairaku. Yang kamu lakukan itu mendapatkan pahala, loh. Menyenangkan suami," ucap Faiz.Aisyah mengintip sedikit, "Aisyah juga nggak mau salting, tapi Aisyah salting saayaang," ucapnya manja."Ihh, gemes banget sih kamu," ucap Faiz, menoleh hidung Aisyah. Kemudian, saat Faiz akan segera menjalankan mobilnya, ada seorang ibu yang menjual bunga keliling. Faiz segera turun dari mobilnya."Ibu, saya ingin membeli bunga ini," ucap Faiz, memberikan uang 100 ribu beberapa lembar. "Eh, nak, ini kebanyakan," ucap ibu itu."Nggak apa-apa, Bu. Ini rezeki ibu, jadi jangan ditolak ya?" ucap Faiz lembut. "Terima kasih, nak, terima kasih," ucap ibu itu penuh dengan rasa syukur.Faiz kembali masuk ke dalam mobil, ditatap heran oleh Aisyah. Kemudian tiba-tiba Faiz memberikan bunga itu ke Aisyah. "Ini untukmu, Humairaku. Kamu tahu? Bunga ini sangat indah, namun, kamulah yang lebih indah di mataku," ucap Faiz tulus."Waaah, bunga ini sangat cantiiik, sayang! Terima kasih, Daan. Dan aku tahu aku cantik," ucap Aisyah, mengedipkan matanya berkali-kali, membuat Faiz tertawa melihat tingkah istri kecilnya itu."Hahah, dasar kamu ya, benar-benar masih bocah," ucap Faiz, mengelus kepala Aisyah. "Mana ada bocah segede aku!" ucap Aisyah, sedikit kesal. "Ya, ada, Humairaku kan kamu," Aisyah memutar bola matanya dan mengerucutkan bibirnya menatap Faiz.Kemudian Faiz kembali melajukan mobilnya, Aisyah merasa bosan karena perjalanan yang begitu jauh menurutnya."Hhmmm, aku bosan deh," ucap Aisyah, menatap keluar jendela. Faiz pun menjawab, "Sabar ya, Humairaku. Nggak lama lagi sampai kok."Aisyah hanya mengangguk, ucapan Faiz, namun matanya langsung segar ketika melihat taman bermain. "Ihhh, sayang, mau mampir bentar di situ?" tunjuk Aisyah antusias.Faizpun menghentikan mobilnya, lalu berkata, "Kamu mau main ya?" Kemudian Aisyah menggeleng, "Nggak, Aisyah cuma kangen suasana taman bermain. Dulu Aisyah hanya menghabiskan waktu sebentar dengan ayah bermain di taman. Aisyah bahkan sudah sedikit melupakan momen apa yang Aisyah lakukan sama ayah."Sebelum Aisyah akan bersedih, Faiz segera mengajaknya bermain. "Kalau begitu, Humairaku, ayo kita bermain, menghabiskan waktu bersama," ucap Faiz tak kalah antusias.Mereka menaiki jungkat-jungkit. "Waah, sayang, aku senang sekali!" ucap Aisyah. "Haha, aku lebih senang melihat senangnya Humairaku," balas Faiz.Kemudian Aisyah bermain ayunan yang didorong oleh Faiz. "Ahahah, lebih kencang lagi!" teriak Aisyah tertawa kegirangan. Faiz pun sedikit mengencangkan ayunan itu. Setelah puas bermain ayunan, Faiz mengajak Aisyah untuk bermain seluncuran."Humairaku, ayo naik seluncuran itu," ucap Faiz. "Emm, aku nggak mau deh, takut!" ucap Aisyah menolak."Nggak apa-apa, sayang. Ayoo, dicoba dulu. Aku jagain di bawah, aku bakalan tangkap kamu, tenang aja," ucap Faiz meyakinkan.Aisyah pun mulai melangkahkan kakinya menaiki peluncuran itu. Saat telah di atas, Aisyah berteriak, "Beneran yaa, tangkap Aisyahh!"Faizpun mengangguk. "Aku akan tangkap kamu, kok, Humairaku. Tenang saja," ucapnya, menjaga di bawah peluncuran itu.Aisyah pun meluncur dan ya, ditangkap oleh Faiz. "Happ, buka matamu, Humairaku. Aku menangkapmu, bukan?" ucap Faiz. Aisyah tersenyum dalam pelukan Faiz, menatapnya lekat."Hehe, iyaa, terimakasih sayangkuu, aku sangat-sangat senang sekali," ucapnya, mencium bibir Faiz. Faiz pun kembali mencium bibir Aisyah dan pipinya gemas."Bagaimana, Humairaku? Udah puas mainnya?" tanya Faiz.Aisyah mengangguk, "Iya, sayang," ucapnya tersenyum.Faiz tiba-tiba menggendong Aisyah. "Ehhh, sayang, aku bisa jalan sendiri, kok," ucap Aisyah.Kemudian Faiz menatap Aisyah yang berada dalam gendongannya. "Aku tahu, Humairaku, tapi kamu senang, bukan?" ucap Faiz, menatap Aisyah."Iiihhh, jangan natap aku kaya gitu," ucap Aisyah malu, menyembunyikan wajahnya di tengkuk leher Faiz.Faiz segera membawa Aisyah masuk ke dalam mobil, dan kembali melajukan mobilnya menuju rumah mereka. Mobil melaju memasuki perumahan yang indah. "Waaww!! Sayang, rumah kita yang mana?" ucap Aisyah tidak sabar lagi. Kemudian Faiz menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah lantai dua yang nampak sederhana namun elegan."Ini adalah rumah kita, sayang. Kamu suka?" tanya Faiz.Aisyah mengangguk antusias. "Suka banget, cantik sekali, maasyaallah," ucap Aisyah dengan mata berbinar-binar menatap rumah yang akan mereka tinggali."Humairaku, aku foto ya?" ucap Faiz, mengeluarkan hpnya dan memotret Aisyah, kemudian segera mengunggahnya di media sosialnya."Ini istriku, rumahku sekarang, tempat aku pulang, tempat aku bersandar, dimana kenyamanan selalu ada di dalam dirinya saat aku bersama nya 💗💗," caption dalam media sosial Faiz, dan seperti biasa, hanya dalam beberapa detik, komentar sudah membanjiri postingan Faiz.Faizpun menyerahkan kunci rumah itu kepada Aisyah. Aisyah pun membukanya perlahan. "Hahh!! Ini beneran untuk aku, sayang!?"Mata Aisyah berbinar-binar saat menatap balon yang tergantung bertuliskan "Selamat Datang di Rumah Kita, Humairaku," serta beberapa karangan bunga berbentuk love."Tentu saja untukmu, Humairaku. Kalau bukan kamu, untuk siapa lagi?" ucap Faiz sambil mencium lembut kepala Aisyah."Aaaa, kak Faiz, ternyata romantis banget!" ucap Aisyah sambil bergelayut manja di pelukan Faiz. Faiz membalas dengan mengeratkan pelukan mereka.Detik berikutnya, Aisyah merenggangkan pelukan mereka dan matanya tertuju pada sebuah kotak besar yang sangat indah. Aisyah menunjuk ke arah kotak itu lalu bertanya, "Kalau yang itu untuk Aisyah juga?" Faiz menjawab, "Yap, betul. Itu juga milikmu, Humairaku."Aisyah segera berlari kecil dengan antusias membuka kotak tersebut dan... sebuah boneka menyembul keluar dari kotak itu. Di tangan boneka itu bertuliskan, "Humairaku, bolehkah aku unboxing kamu hari ini? Heheh ( ◜‿◝ )♡"Aisyah terdiam, memeluk tubuhnya sambil menatap wajah Faiz, lalu berucap, "Ihhh, kak Fa
"Sial! Wanita sok jual mahal!" ucap sopir itu sambil menghentikan mobilnya. Dengan penuh amarah, ia memukul setir mobil dan segera turun. Ia melihat Aisyah bergelantungan di ranting pohon di tepi jurang."Haha! Aku pikir kamu mau mati, lalu kenapa kamu bergantungan di sana?" ucap sopir itu sambil tertawa sinis."Saya akan bertahan. Saya yakin suami saya dapat menemukanku," jawab Aisyah yang bergelantungan di tepi jurang."Oh, ternyata kamu sudah menikah? Saya akan menolongmu agar tidak jatuh ke jurang, asalkan kamu mau menghabiskan malam ini bersamaku," ucap sopir itu sambil mulai meraih tangan Aisyah."Tidak! Saya tidak mau disentuh oleh orang sepertimu! Lebih baik saya mati di sini daripada menghabiskan waktu bersamamu!" ucap Aisyah dengan penuh kemarahan.Ucapan Aisyah membuat sopir itu marah. "Aku tahu kamu cantik, tapi kamu terlalu jual mahal. Aku akan menarikmu keluar dari sana," ucapnya sambil mulai menarik keras tangan Aisyah."Lepaskan aku!! Lepas!" teriak Aisyah penuh amarah
Lengan Umi Fatimah digigit oleh binatang buas itu karena menyelamatkan Aisyah. Namun dengan segera, polisi yang berada di sana menembak bertubi-tubi hewan buas itu.Aisyah berteriak histeris, "Maafkan Aisyah, Umi! Gara-gara Umi menyelamatkan Aisyah, Umi yang terluka," ucap Aisyah sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian, Umi Fatimah menggeleng kepalanya, "Nggak sayang, ini bukan salah Aisyah. Jangan merasa bersalah. Coba Aisyah pikir, orang tua mana yang tega melihat anaknya terluka? Hmm?" ucap Umi Fatimah lembut sambil menahan kesakitannya.Setelah serangan polisi kepada hewan-hewan itu, akhirnya mereka bisa meninggalkan jurang tersebut. Umi Fatimah dibawa ke rumah sakit, sedangkan sopir tadi dibawa ke kantor polisi. Faiz melajukan mobilnya dengan kecepatan agak cepat untuk segera sampai ke rumah sakit.Setelah sampai, Abi Faizal berteriak, "Tolong! Di sini ada keadaan darurat!! Umi Fatimah, Faiz, dan Aisyah segera dibawa ke ruangan mereka untuk melakukan pemeriksaan, sedangkan Abi Fai
Suara azan subuh berkumandang membangunkan Faiz dan Aisyah yang masih setengah sadar. “Aaaa!” jerit Aisyah saat melihat pakaian mereka berdua berserakan di lantai. "Apa yang terjadi, Humairaku?" tanya Faiz kebingungan sambil menatap wajah Aisyah. "Ada apa?" "Ihhh, Kak Faiz, ngapain unboxing, sih?" ucap Aisyah kesal sambil menatap Faiz. "Maaf, Humairaku," ucap Faiz merasa bersalah. Aisyah memalingkan wajahnya dan hendak turun dari kasur, namun merasakan sakit di area tubuhnya. "Aduh, sakit banget," keluh Aisyah. "Yang mana yang sakit, Humairaku? Apakah ada yang bisa aku bantu?" tanya Faiz. "Tahu ahh!" Aisyah mengerucutkan bibirnya. Faiz mendekat dan mengelus lembut rambut Aisyah, lalu mencium singkat. "Maaf ya, Humairaku. Lain kali aku nggak bakal minta jatah, sampai kamu sendiri yang memutuskan untuk memberikannya," ucap Faiz sambil memasang wajah sedih dan memeluk Aisyah. "Hmm," jawab Aisyah singkat. "Yuk, aku bantu ke kamar mandi, habis itu kita sholat bareng ya?" uc
"Happ" Faiz berhasil menangkap Aisyah, "Sayang, aku sudah bilang pegangan yang erat, kamu jadi jatuh," ucap Faiz dengan khawatir. Aisyah tersenyum, "Hehe, maaf ya, Pak Suami, Aisyah terlalu senang sehingga lupa pegangan," ucap Aisyah sambil nyengir. "Iya, tapi lain kali hati-hati ya. Aku tidak mau melihat kamu sampai terluka lagi, oke?" ucap Faiz sambil menurunkan Aisyah dari gendongannya. "Iyaa, Aisyah akan lebih hati-hati," jawab Aisyah sambil tersenyum pada Faiz. Faiz mengelus kepala Aisyah, "Baiklah, sekarang mau main apa lagi?" tanya Faiz. Aisyah memikirkan sambil melihat sekeliling. "Aku mau makan es krim itu," tunjuk Aisyah, "tapi sepertinya Aisyah sudah menghabiskan banyak uang ya? Kita pulang saja," ucap Aisyah merasa tidak enak meminta lagi kepada Faiz. Faiz memegang wajah Aisyah, "Sayang, jika aku bisa membuatmu bahagia, rezeki akan selalu mengalir. Selama aku punya uang, jangan khawatir, beli saja apa yang kamu inginkan, oke?" ucap Faiz dengan lembut. Aisyah mengang
Kemudian para wanita di sana berseru, "Tentu saja dia akan dipinang". "Nah, dengar itu, para lelaki," ucap Faiz dengan senyuman. "Hahahaha!" tawa mereka serempak di dalam ruangan. “Cinta dalam Islam bukan sekadar perasaan atau nafsu belaka, melainkan ikatan yang dilandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT. Pacaran sering kali berpotensi melanggar nilai-nilai moral dan agama yang telah ditetapkan. Sebaliknya, meminang merupakan langkah yang lebih terhormat dalam mencari jodoh,” ucap Faiz. “Pacaran, dalam konteks modern, sering dipandang sebagai proses untuk saling mengenal antara dua individu. Ini adalah fase di mana kita dapat membangun kedekatan, saling memahami, serta menemukan kesamaan dan perbedaan. Namun, pacaran yang sehat haruslah…” lanjutnya. “Bagaimanapun, pacaran itu haram! Ya, sekalipun kalian semakin rajin sholat Dhuha dan tahajjud, itu tetap tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Isra: وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَ
"Apa yang harus aku lakukan? Kuliah atau kerja?"Aisyah menatap ibunya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Pikirannya berkecamuk. Semenjak ibunya harus mendapatkan perawatan intens di rumah sakit, ia jadi bingung menentukan masa depannya."Jika aku kuliah, dari mana aku akan mendapatkan biaya yang begitu besar, belum lagi uang untuk pengobatan ibu," pikiran Aisyah kembali berisik. "Tapi jika aku bekerja, bagaimana dengan cita-citaku?"Andaikan saja ayahnya masih di sini, Aisyah tidak akan merasa sendirian seperti ini. Sebagai anak tunggal dan seorang yatim, satu-satunya teman Aisyah adalah sang ibu. Dia menghapus air matanya, mengingat betapa cerianya ibunya dahulu, yang selalu memberikan kasih sayang setiap hari. Namun, kini, dia hanya bisa menyaksikan ibunya terbaring lemah tak berdaya."Ibu, jujur, Aisyah tidak bisa jauh dari Ibu. Aisyah harus bagaimana? Aisyah tidak bisa berbuat apa-apa selain mendoakan ibu yang terbaik." gumamnya, suara lembutnya pecah di ruangan yang su
Aisyah yang kebingungan, untuk menjawab pertanyaan dari ibunya kemudian berucap, "Ibu, bolehkah Aisyah bicara berdua dengannya?" ucap Aisyah mengalihkan matanya menatap Faiz.Kemudian Umi Fatimah menjawab, "Boleh dong, Sayang. Silahkan," ucapnya tersenyum. "Aisyah, ibu harap kamu mengambil keputusan yang tepat ya? Dan ibu mohon pertimbangkan perjodohan ini.""Nak, ibu yakin Nak Faiz yang terbaik untukmu. Ibu harap Aisyah menerima perjodohan ini, agar ketika ibu meninggalkanmu, ibu merasa tenang," ucap ibunya menatap serius Aisyah.Aisyah merasa terjepit dalam sebuah pilihan yang sulit. Di satu sisi, dia merasa perlu untuk memenuhi keinginan ibunya, tetapi di sisi lain, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri."Faiz, Aisyah, Umi mengerti bahwa ini adalah keputusan besar yang harus dibuat. Tapi percayalah, kami hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Umi Fatimah dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di udara.Faiz mengangguk, menco