"Mas Demos bunuh diri terjun ke jurang?" pekik Cesa terkejut. Cesa benar-benar tidak pernah membayangkan jika orang yang selalu bersamanya adalah monster. Yah, bukan lagi psikopat yang terobsesi dengannya, namun monster yang menakutkan untuk banyak orang. Cesa benar-benar sesak seperti baru saja keluar dari kawasan berbahaya, bagaimana tidak? Demos adalah sindikat perdagangan orang, yaitu wanita dan anak-anak, juga mafia narkotika. Beruntung Cesa dan anak-anaknya tidak menjadi korban. "Bisa tidak jangan panggil Mas! Dia tidak cocok untuk kamu panggil [Mas], Sa! Aku benci dengan panggilan itu!" keluh Zevin kesal. Pasalnya istrinya itu terus memanggil Demon dengan panggilan yang sangat intim. Cesa kemudian menatap Zevin dengan jantung naik turun sambil mengangguk, "Bagaimana aku bisa bersama orang seperti itu selama ini, Om!" lirihnya Zevin tampak melunak lagi sambil mengangguk, mencoba mengerti perasaan terkejut Cesa. Dan setelah itu Zevin mencoba menjelaskan semua yang terja
"Apa yang kamu katakan, Nak? Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu!" pekik Cesa.Cesa terkejut dengan ucapan Dares, bagaimana bisa putranya itu menyimpulkan hal yang tidak benar. Padahal, Cesa tak pernah menjelaskan atau berkata yang tidak-tidak tentang Daddy mereka. Begitu juga Zevin yang menatap putranya dengan pandangan nanar. Perasaannya selalu tak karuan saat menatap Dares yang selalu ketus padanya. Sedih! Hatinya sakit untuk penolakan putranya itu. Zevin sangat ingin mendekap putranya itu, namun terhalang oleh kesalahan masa lalu. Cesa kembali menatap tajam ke arah Dares karena tak mendapat jawaban dari anaknya, "Kenapa Dares bisa berfikir seperti itu? Mommy tidak marah, Ayo bicara!" Tapi Dares tau arti tatapan Mommy nya, dia memilih menunduk. Takut! Takut jika dia salah bicara dan menyakiti Mommy nya! Tapi disisi lain, dia ingin melindungi Mommynya dari orang jahat, termasuk jika yang jahat itu Daddynya sendiri. "Jawab, Nak!" kejar Cesa. Zevin kemudian memega
Deg! Tentu ucapan Dares menggores hati Zevin. Namun, Zevin hanya bisa menerimanya dengan ikhlas. Sebagai balasan atas apa yang sudah dia lakukan. "Nak, Mommy mau tanya, jawab jujur okey?" kata Cesa. Dares kemudian mengangguk. "Jika saat ini boleh memilih, Dares akan kembali ke Dusseldorf menemui Ayah yang kejam disana, atau disini bersama Mommy, Daddy dan Vista?" tanya Cesa. Dares mengernyit, "Tentu disini bersama Mommy!" Cesa tersenyum, "Kalau Mommy dan Vista pergi ke awan, Dares akan disini bersama Daddy apa ke Dusseldorf menemui Ayah?" tanyanya lagi. Dares kemudian diam! Seolah sedang berfikir apa yang harus dia jawab. "Tapi kenyataannya Mommy dan Vista masih disini, bersama Dares!" jawabnya. "Tapi kenyataannya, Vista sudah hampir pergi ke Awan jika tidak ada Daddy! Sampai Daddy lumpuh demi menyelamatkan Vista!" ucap Cesa. "Daddy lumpuh karena operasi itu?" tanya Dares menatap Zevin. Zevin yang ditatap intens oleh putranya menjadi bingung, dan menatap Cesa. Cesa kemud
"Tidurlah di ranjang kita, Sa! Aku tau, kamu masih belum bisa menerimaku!" Deg! Cesa diam ditempatkan mendengar ucapan Zevin, "Om tampak lelah dan sensitif hari ini, Tidurlah di ranjang!" ucap Cesa. Zevin sendiri sudah berhasil duduk di Sofa sambil menatap Cesa dengan dada naik turun. Kemudian memaksakan senyum lebarnya untuk sang istri, "Tidurlah, Sayangku! Biarkan aku disini sampai kau mau menerima laki-laki lumpuh ini! Sampai saat itu, aku akan berusaha meyakinkanmu!" ucapnya. Setelah mengucapkan itu, Zevin memilih merebahkan dirinya di sofa itu. Cesa masih terpaku di tempatnya, jauh dalam lubuk hatinya dia ingin kembali dengan Zevin. Menggapai dan mewujudkan rumah tangga impian. Namun, ada rasa mengganjal dalam dirinya, Cesa masih merasa takut! Takut jika kejadian masa lalu terulang kembali, atau bahkan lebih parah. Cesa s
"Tetap tak bisa dipercaya karena tangan Om masih sehat!" ucap Cesa santai. Ha! Zevin terkejut dengan ekspresi jeleknya mendengar ucapan Cesa. "Sayang, aku janji gak bakal aneh-aneh! Tapi kalau ditumpuk guling mana bisa aku melihatmu atau memelukmu!" ucap Zevin. "Sudah tidur saja, Om!" ucapnya. Zevin kemudian merebahkan tubuhnya dengan kesal! Namun hatinya tetap tak bisa dibohongi jika senang, membuat Zevin tersenyum tipis.. Suasana kamarnya telah hangat kembali! "Bisa tidak jangan panggil, Om! Seolah saya sudah sangat tua!" gumam Zevin. Cesa kemudian tersenyum dan merebahkan dirinya menatap langit-langit kamar. "Memang Om sudah tua, kan? 43 tahun!" ucap Cesa jail. Membuat Zevin mengangkat tubuhnya 45 derajat menatap Cesa, "Walau sudah 43 tahun tapi kamu tenang saja, Sayang! Aku masih sangat perkasa!" goda Zevin
Setelah Cesa mandi, Cesa keluar dari kamarnya dan melihat suaminya sedang menunggu di ranjang... "Sudah selesai mandi?" tanya Zevin. Cesa hanya mengangguk dan berganti di walk in closet. Zevin tampak mengernyit, "Kenapa dia cepat sekali berubah? Bukannya tadi dia masuk karena salah tingkah!" batin Zevin. Zevin bertanya-tanya kenapa istrinya jadi kembali dingin dengannya. Tidak bisa! "Cesa tidak bisa mengabaikan aku lagi, tidak! Apa yang salah dengan ucapanku!" batin Zevin. Zevin terus duduk menunggu Cesa sambil berfikir apa salah kata yang sudah dia ucapkan. "Kenapa tidak mandi?" tanya Cesa. Zevin menoleh dengan muka jeleknya menyengir, "Bantuin!" manjanya. Cesa mencelos namun tetap membantu suaminya. "Maaf ya kalau bercandaan ku tadi kelewatan,
Zevin tak tau harus menjawab apa, dia hanya memeluk erat istrinya yang masih terus meracau. Cesa terus menangis! Kali ini dia ingin menumpahkan segala kekecewaannya! Kecewa pada dunia dan orang-orang didalamnya, Cesa merasa tak ada orang tulus di sekitarnya. Semua mendekat karena ada maunya saja, bahkan keluarganya tak bisa Cesa percaya. Lantas, kemana lagi dia harus berlindung? Pada siapa dia akan percaya? Saat semua kepercayaannya telah habis dikhianati. Kilatan balik masa lalu Cesa seketika memenuhi pikirannya, kala dia kehilangan kedua orang tua dan kakak kandungnya. Kemudian bersama paman dan bibi yang ternyata hanya ingin menguasai hartanya bahkan bisa menjebaknya hanya untuk menghancurkannya. Hingga mengorbankan diri menjadi istri kedua suaminya, dia dihina, dipandang sebelah mata, bahkan tak diinginkan. Membuat Cesa me
Vista yang tidak sabaran langsung mendorong kursi roda Daddynya menuju ke arah mobil, "Let's Go, Daddy!" "Sabar, Sayang! Mommy belum berganti pakaian!" kata Zevin. Vista langsung berhenti dan menoleh pada Mommynya, "Mommy, Ayo ganti! Vista mau ke perusahaan, Daddy!" ucapnya tak sabaran. "Iya, Sayang! Tunggu, ya!".. Mereka bertiga menunggu Cesa dengan Vista yang terus nempel pada Daddynya, sedangkan Dares hanya duduk di sofa dengan diam. Auranya dinginnya bisa Zevin rasakan, "Dares, sini peluk Daddy!" pintanya. Dares kemudian menoleh, dan mendekat kemudian memeluk Daddynya dengan ekspresi wajah yang masih tetap dingin. "Daddy sayang dengan Dares dan Vista!" ucap Zevin. Dares mengangguk, "Mommy menangis karena Daddy?" tanya Dares dengan aura intimidasi yang sangat kuat. Membuat Zevin gemas dan seolah benar-benar sedang menghadapi diri sendiri. Ternyata aku sangat menyebalkan! batinnya.. Zevin menggeleng, "Mommy menangis karena rindu kakek, bertanyalah sama Mommy, Nak!" jawabn