Abraham langsung melemparkan bantal pada Seem yang meledeknya, berbicara seolah-olah adalah sang istri. Pria itu langsung menghampiri sang-bos dan memberikan obat yang dibeli dari apotek.
"Suamiku, apakah kamu ingin aku layani?" tanya Seem yang memperagakan seperti seorang wanita."Saya masih normal ya!" seru Abraham.Seem tertawa lepas, kemudian membantu sang bos minum obat. Setelah itu, Abraham meminta agar pria itu mengambil alih perusahaan untuk beberapa hari. Sebab, ia tidak sanggup ke kantor dalam keadaan seperti ini."Anda tenang saja! Aku akan menjaga perusahaan ini seperti yang Bos lakukan," janji Seem."Terima kasih Seem, saya pulang dulu ya," pamit Abraham.Seem menganggukkan kepala, kemudian Abraham bergegas pergi dari sana dengan bantuan supir. Sebab, ia kesulitan berjalan, karena kepalanya pusing sekali.Setelah sampai di rumah, Abraham diantar oleh supir ke ruang tamu. Sontak saja membuat Qaina terkejut saQaina terus menatap wajah pria yang menabrak Jihan, karena dia sama sekali tidak mengenali pria itu. Sedangkan Jihan hanya menganggukkan kepala."Maaf ya, aku tadi tidak sengaja menabrakmu," ujar Angga lembut."Tidak apa-apa Ngga, aku tidak terluka kok," sahut Jihan pelan.Angga tersenyum kemudian bergegas pergi dari sana. Sebab, ada yang harus dibeli sekarang. Sedangkan Jihan dan Qaina masih di depan tadi.Qaina mulai bertanya-tanya pada Jihan, kenapa bisa mengenali pria tadi dan wanita hamil itu menjelaskan semua sampai Qaina paham betul.Setelah itu mereka bergegas pulang. Sebab, Jihan sudah merasa lelah. Bahkan, wanita muda itu tertidur di dalam mobil.Membuat Qaina merasa bersalah membawa wanita hamil itu berkeliling mall. Namun, semua ia lakukan untuk membeli semua barang-barang yang disukai oleh Jihan."Semua belanjaan ini aku beli untuk Jihan, sebagai hadiah perpisahan. Karena lusa aku akan kembali ke Jepang meng
Abraham dan Jihan saling menatap kemudian mereka menoleh ke arah Mikhaela yang baru saja tiba, dan pria itu menjelaskan mengapa ia ingin mengantarkan istri mudanya untuk memeriksakan kandungan.Namun, Mikhaela tetap tidak terima dan ia ingin mengantarkan Jihan seperti biasanya. Sebab, dia tidak mau jika sang suami dan madunya semakin dekat dan dirinya semakin dilupakan.Abraham terpaksa menuruti keinginan sang istri, karena ia tidak ingin istri pertamanya itu berpikir yang bukan-bukan. Padahal, dia ingin sekali melihat perkembangan anaknya. Namun, tidak bisa."Ya sudah kalau begitu kalian berdua, hati-hati perginya. Nanti minta antarkan sopir, setelah itu langsung pulang ke rumah. Jangan pergi ke mana-mana!" pesan Abraham."Baik Mas, kami setelah memeriksakan kandungan langsung pulang, tidak kemana-mana lagi," sahut Mikhaela.Abraham tersenyum, kemudian dia bergegas pergi dari sana. Sedangkan Jihan hanya diam saja, karena ia melihat sepe
Sontak saja membuat Mikhaela langsung terdiam, kemudian dia membawa Jihan masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Wanita itu mulai menjelaskan kenapa sikapnya berubah.Jihan merasa tidak puas akan jawaban dari Mikhaela. Sebab, ia berpikir bahwa wanita itu memang benar tidak menyukainya. Jadi dengan menjelaskan hal seperti itu sama saja tidak merubah suasana hatinya yang tengah gundah gulana."Jihan, kamu tahu, 'kan kita sudah lama mengenal? Bahkan, hampir 20 tahun lebih. Jadi tidak mungkin aku membencimu hanya karena itu. Lagi Pula memang aku yang memintamu menikah dengan mas Abraham, kenapa sekarang mempermasalahkannya," terang Mikhaela.Jihan hanya menganggukan kepalanya dan berpura-pura percaya dengan penjelasan Mikhaela. Padahal, ia sama sekali tidak percaya akan penjelasan wanita itu.Namun, dia harus berpura-pura agar bisa lebih mendapatkan bukti yang jelas bahwa memang Mikhaela tidak menyukainya."Oh ya, aku lupa mengatakan padamu,
Mikhaela langsung menatap Angga yang dapat menebak dengan benar, kemudian dia menganggukkan kepala. Sebab, tidak ingin menyembunyikan pernikahan dan sang suami lagi.Sebab, hatinya sudah sangat sakit dan membiarkan semua rahasia mereka terbongkar, karena Mikhaela sudah tidak memperdulikan hal itu lagi.Sedangkan Angga, merasa lega karena semua yang ada di dalam benaknya sudah terjawab, dan benar adanya kalau Jihan memang menikah dengan Abraham selama ini."Tebakanku itu tidak pernah salah, aku dari dulu sudah yakin kalau Jihan itu memang menikah dengan mas Abraham," ujar Angga.Mikhaela tidak menjawab, kemudian dia bergegas pergi dari sana meninggalkan Angga menuju tempat sang suami berada tadi.Namun, sesampainya di sana dia tidak melihat adanya sang suami dan Jihan, dan ia pun berjalan mengelilingi pantai mencari keberadaan Abraham."Apa semua ini?!" kesal Mikhaela. Wanita itu membulatkan matanya dengan sempurna, kare
"Aku tidak menginginkan semua itu Jihan, aku hanya ingin suamiku kembali seperti dulu!" sahut Mikhaela.Jihan seperti kehilangan tenaga, kemudian wanita itu duduk lemas di lantai dan Mikhaela pergi dari kamarnya. Jihan menangis tersedu-sedu sambil mengelus-elus perutnya yang sudah mulai membuncit. Bahkan, bayinya sudah bisa bergerak dengan perlahan."Apa yang harus saya lakukan sekarang?" gumam Jihan bingung.Jihan merasa sangat hancur, karena Mikhaela sangat egois tidak memikirkan perasaan dan masa depannya. Padahal, dia sudah mengorbankan semua demi memenuhi keinginan wanita itu.Namun, sekarang dengan mudanya Mikhaela memintanya untuk pergi dalam kondisi hamil. Bukankah itu tindakan yang sangat jahat.***Abraham tidak ingin pergi ke Jepang. Namun, Mikhaela terus memaksanya sehingga ia terpaksa menyetujui permintaan sang istri.Entah kenapa, rasanya dia tidak ingin meninggalkan Jihan yang tengah hamil. Firas
Jihan sangat terkejut saat melihat Angga ada di belakangnya, kemudian ia bangun dan menatap pria itu dengan tatapan lirih juga air mata yang masih mengalir deras."Jihan, sebenarnya aku sudah tahu kebenaran tentang pernikahanmu dan Abraham. Bahkan, sekarang kamu juga sudah pergi dari rumahnya," terang Angga.Jihan menganggukan kepalanya, karena dia sudah tidak bisa menyembunyikan lagi masalah ini, dan pria itu langsung membawanya pergi dari makam sang ayah dan ibunya.Mereka berdua masuk ke dalam mobil Angga yang terparkir di depan TPU, kemudian Jihan menangis tersedu-sedu dan menceritakan kisah yang sebenarnya."Sudahlah, kamu tidak usah berpikir lagi! Aku tau seperti apa Mikhaela sebenarnya. Jadi tidak terkejut apa yang sudah diperbuat padamu," ucap Angga lembut.Jihan menganggukkan kepalanya, Kemudian menceritakan kepada Angga kalau ia ingin pergi. Namun, tidak punya tujuan dan entah ke mana ia selanjutnya."Jihan, sebena
Jihan tercengang mendengar Angga menyebut dirinya dengan sebutan istriku. Kemudian dia hanya diam dan menundukkan pandangannya, sebab hatinya sangat merindukan Abraham."Maaf ya Jihan, bukan aku ingin melukai hatimu. Tapi aku hanya ingin membiasakan diri menyebutmu istriku di depan orang-orang, sebab takut jika mereka tahu kita tidak memiliki hubungan apapun, maka kita berdua akan dinikahkan secara paksa," ujar Angga lembut.Jihan menatap wajah Angga, kemudian tersenyum dan menganggukkan kepala. Karena dia mengerti posisi mereka saat ini lagipula ia tidak masalah jika hanya menjadi istri dan suami pura-pura saja."Ya sudah kamu sekarang istirahat ya! Aku takut bayi yang ada di dalam kandunganmu itu lelah," ujar Angga lembut."Terima kasih ya Angga, saya masuk ke dalam kamar dulu," sahut Jihan pelan.Angga tersenyum, dan mengantarkan Jihan menuju kamar wanita muda itu, kemudian dia bergegas pergi dari sana, karena ingin melihat perusahaan
Angga menjelaskan kalau dia menyukai warna Jingga. Jadi memberikan nama perusahaan tersebut dengan nama Jingga Group. Padahal, kenyataannya tidak seperti itu dia hanya berbohong tidak ingin Jihan mengetahui perasaan yang sebenarnya.Jihan mempercayai ucapan Angga, sebab ia memang tahu kalau pria itu menyukai warna jingga dari mereka duduk di bangku SMA dulu.Setelah sampai di perusahaan Jingga Group, Angga dan Jihan langsung bergegas turun dan disambut hangat oleh para karyawan yang sudah menanti mereka sejak tadi di lobby."Selamat pagi Bu CEO yang baru!" ujar para karyawan dengan serempak, membuat Jihan sangat bahagia disambut hangat oleh mereka."Pagi juga semuanya," sahut Jihan rama.Kemudian, Jihan dan Angga menghampiri semua karyawan yang ingin bersalaman dengan Jihan dan berkenalan dengan wanita itu, kemudian Angga berpesan agar mereka tidak membuat sang CEO baru lelah sebab tengah mengandung. "Wah, ternyata CEO kita teng