Aileen dan Vera pun menoleh ke arah sumber suara. Melihat sosok yang datang, tubuh Aileen pun melemas. Tenaganya seakan hilang, tidak hanya tenaga. Bahkan, nyawanya seakan juga sudah melayang, entah ke mana. Rasanya dia ingin memutar waktu dan mencabut kembali perkataannya beberapa saat yang lalu.Aileen merutuki kebodohannya sendiri yang terpancing ucapan Vera hingga membuat dia mengatakan yang sebenarnya tentang keberadaan sapu tangan itu. Tubuh Aileen luruh, jatuh ke atas marmer dingin yang kini terasa menusuk-nusuk tulang. Tak hanya tubuh, tapi juga harga dirinya juga jatuh. Aileen takut, dia benar-benar takut dengan situasi yang saat ini sedang dihadapi. Kini, wanita itu hanya menunduk seraya terisak. "Ini nggak seperti yang kamu pikirin, Mas. Sungguh, aku nggak pernah punya niat buruk ke kamu.""Lebih baik kau simpan kata-kata busukmu, Aileen! Sudah cukup, sudah cukup kebusukan yang kamu lakukan pada rumah tangga kita! Aku sangat muak padamu, Aileen! Ternyata selama ini aku sud
Kepulan asap dari chamomile tea di atas cangkir menyeruak ke indra penciuman Elvan. Vera yang duduk di sampingnya mengusap bahu putranya dengan lembut. Dia tahu, Elvan masih diselimuti amarah, tapi bagaimanapun juga dia harus bisa mengendalikan amarahnya itu, dan harus bisa berpikir dengan tenang."Minum dulu tehnya, tenangkan dirimu dulu.""Elvan tak menyahut, hanya menatap nanar ke arah depan. Sorot matanya, penuh emosi berselimut luka. Lelaki itu, tak henti-hentinya merutuki dirinya sendiri tentang kebodohan di atas sebuah kata cinta.Aileen, bukanlah sosok yang baru dikenalnya. Sudah belasan tahun mereka menjalani hubungan, tapi tak lantas membuat dia benar-benar mengenal sosok istrinya. Dulu, Elvan selalu dibutakan rasa cintanya pada Aileen, bahkan sampai mengabaikan istrinya yang lain, demi Aileen semata.Apapun akan Elvan lakukan untuk Aileen, meskipun rasa cinta itu juga sempat memudar, dan sedikit tersisih ketika dia mulai merasakan cinta pada Neya. Namun, Elvan masih mau men
"A-aku hanya sekedar bertanya. Maafkan aku," sahut wanita yang saat ini berdiri di hadapan Dewa. Kepala wanita itu, menunduk ke bawah, tak sanggup melihat kilatan amarah di mata suaminya."Ingat Luna, aku sudah menolong dan menutup aibmu. Jadi, kau tidak berhak untuk mencampuri urusanku, bahkan hanya sekedar bertanya, kau juga tidak berhak sama sekali. Kau cukup berpura-pura menjadi istriku, dan merawat anak itu. Apa kau mengerti?"Luna menganggukkan kepala, lalu menjawab, "Ya." Dengan suara yang begitu lirih, hampir tidak terdengar sama sekali. Dia menyesali kebodohannya di malam ini yang menunggu Dewa pulang, bahkan sampai menanyakan hal yang seharusnya tabu dalam hubungan mereka. Padahal, seharusnya dia sadar diri bagaimana posisinya di mata suaminya tersebut. Memang pernikahan mereka hanyalah sebatas pernikahan kontrak. Namun, sayangnya Luna selalu berharap jika suatu saat nanti, Dewa akan mencintainya. Meskipun, dia pun tahu, berharap Dewa jatuh cinta padanya sungguh mustahil, k
Sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan gedung perusahaan yang ada di pusat kota Sydney. Pintu sebelah kanan mobil itu pun terbuka, kemudian seorang laki-laki berparas tampan yang usianya sudah memasuki kepala empat, keluar. Lalu, memutari mobil dan membuka pintu mobil sebelah sebelah kiri.Setelah itu, seorang wanita cantik keluar dari mobil tersebut. Keduanya, kini bergandengan tangan masuk ke dalam gedung. Sepanjang memasuki gedung tersebut, beberapa orang karyawan yang melihat keduanya tampak menatap mereka dengan tatapan penuh tanda tanya.Sayup-sayup juga mulai terdengar bisik-bisik dari beberapa orang karyawan tersebut. Celotehan mereka sebenarnya didengar oleh pasangan suami istri yang merupakan pemilik perusahaan itu. Namun, keduanya tetap melangkah dengan tenang, tak menghiraukan semua itu, dan justru tersenyum ramah pada beberapa orang karyawan yang menyapanya.Tanpa mereka tahu, di balik salah satu tembok gedung tersebut, tampak seorang laki-laki sedang tersenyum simpul
Ciuman Elvan terasa begitu mendesak bersama lumatan kuat, ada sebuah rasa rindu yang ingin dia sampaikan melalui sentuhannya pada Neya. Awalnya Neya tak membalas ciuman itu karena di sadar. Saat ini mereka sedang di kantor. Neya hanya diam, tapi ada air mata yang mengalir dari kedua sudut matanya, dia pun merasakan kerinduan yang sama, seperti Elvan. Lima tahun keduanya terbelenggu dalam cinta dan benci yang begitu dalam.Elvan terus memagut bibir Neya, hingga membuat wanita itu terengah. Akhirnya, kedua bibir Neya pun terbuka dan Elvan kembali melumat belahan bibirnya secara bergantian atas dan bawah. Tangan pria itu bergerak ke di depan kemeja Neya, lalu melepas satu per satu tautan kancing itu.Neya yang kian hanyut, dan tak mampu lagi membendung perasaannya, akhirnya perlahan membalas ciuman Elvan. Pada akhirnya, Neya pun pasrah, mengikuti kemauan Elvan, dan lebih mengikuti keinginan hatinya dengan pertimbangan jika saat ini mereka sedang ada di kantor.Pupus sudah logikanya yang
Aileen terus-menerus berlari sambil sesekali menengok ke arah belakang. Dia tidak ingin anak buah Elvan mengejarnya. Dia tidak ingin pulang ke Indonesia, dan diceraikan oleh Elvan. Aileen ingin bebas, meskipun dia tak tahu harus ke mana.Setelah dirasa cukup aman, langkah wanita itu pun terhenti. Dia melihat ke arah sekeliling, dan rupanya tempat tersebut sudah cukup jauh dari hotel, tempat dia tinggal.Aileen juga merasa tempat itu cukup aman karena jaraknya lumayan jauh dari mansion keluarga Elvan. Wanita itu menghela napas lega, lalu mendudukkan tubuh lelahnya di atas trotoar. Terus-menerus berlari membuat betisnya terasa begitu pegal."Sepertinya di sini aman, aku istirahat di sini saja!"Wanita itu melihat ke sekeliling, tiba-tiba Aileen baru menyadari jika saat ini dia benar-benar tidak memiliki tujuan. Di saat seperti ini, rasanya tidak ada yang bisa dia percaya. Bahkan, mungkin hanya ada satu nama yaitu Dewa, tapi bersamaan itu pula, sialnya Aileen baru menyadari jika dia tida
Luna memelintir cincin yang melingkar di jari manisnya. Dia masih mengingat bagaimana Dewa menyematkan cincin itu saat mereka menikah dulu. Pernikahan kontrak yang mereka jalani, tapi sialnya telah menumbuhkan rasa yang dalam bagi dirinya. Namun, tidak bagi Dewa.Ketika awal pernikahan mereka, sikap Dewa begitu lembut dan perhatian pada dia, dan putranya, Denis. Sikap perhatian Dewa, akhirnya meninggalkan jejak yang mendalam di relung hati terdalam Luna. Namun, semuanya berubah satu tahun terakhir ini, dan Luna tak tahu mengapa.Dalam benaknya, mungkin saja Dewa sudah tahu jika dirinya mencintai laki-laki itu, tapi Luna tak peduli. Dia hanya ingin mencintai, tanpa ingin mendapatkan balasan. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, dan sepertinya belum ada tanda-tanda jika Dewa akan pulang ke rumah.Mungkin saja ....Mungkin saja ....Mungkin saja .... Dewa masih marah pada Luna yang tadi siang menemuinya ke kantor. Padahal, kedatangannya ke kantor tersebut untuk membawakan ponsel Dewa
Elvan tampak menggandeng Neya dengan begitu mesra, saat memasuki sebuah pesta. Di pesta tersebut, hampir semua pasang mata tertuju pada keduanya, terutama pada Neya yang malam ini terlihat begitu cantik. Semua orang kagum padanya, tak terkecuali seorang laki-laki yang kini mengamati keduanya."Tuan Elvan beruntung banget ya dapat istri cantik dan masih muda kaya Neya.""Iya, biarpun jarak mereka jauh, tapi tetep cocok aja sih. Habis Tuan Elvan juga ganteng, keliatan masih muda.""Namanya juga jodoh.""Pasangan ter-oke yang ada di sini deh."Sayup-sayup pujian pada Elvan dan Neya pun mengudara di telinga Dewa. Hal tersebut tentu saja membuat laki-laki itu tersulut emosi di tengah kecemburuan yang sedang dihadapinya sekarang. Raut amarah di wajah suaminya tentu saja diketahui oleh Luna, tapi wanita itu hanya bisa menatap suaminya dengan tatapan nanar. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan karena apapun yang dia perbuat, seolah semua salah di mata Dewa."Ini istri anda?" tanya seorang