Share

Istri Kedua Yang Dicintai Suamiku
Istri Kedua Yang Dicintai Suamiku
Penulis: fallingheather

kesatu

Masuk ke rumah itu.....atau tidak?

Tiga puluh menit berlalu, dan lelaki itu masih berkutat dengan pikirannya tentang pintu kokoh yang terletak di hadapannya. Dia berjalan mondar-mandir tak tentu arah, dengan kakinya yang dihentak-hentakkan ke lantai untuk menyuarakan rasa frustasinya. Untung saja matahari baru muncul malu-malu, kalau tidak, dia pasti akan menjadi topik menarik dari pejalan kaki yang berlalu-lalang di sekitar.

Akhirnya, dia mulai menyingkirkan kegelisahannya setelah beberapa lama bercakap dengan mata batinnya sendiri. Tangannya yang gemetar meraih bel yang sedari tadi ditatapnya penuh minat itu sekali, kemudian kembali menjauhkan sentuhannya dari tombol itu dengan meletakkan tangannya yang berulah tadi di samping tubuhnya.

Pintu itu pun terbuka.

Jantungnya melompat kencang, mengantisipasi sosok yang akan ditemuinya. Namun, seseorang lain muncul sehingga setidaknya beberapa detik ini pria itu bisa bernafas lega.

"Nathaniel...", sebut wanita berusia paruh baya itu dengan ekspresi kaget yang kentara.

Tentu saja wanita berusia lima puluhan yang dikenalnya akrab itu terkejut melihat dirinya kembali hadir di depan rumah megah ini. Pasalnya, setahun terakhir dia tak pernah berani melewati pagar rumah itu untuk sekedar menyapa penghuninya. Hanya berani mengamati figur yang kini akan ditemuinya itu dibalik kaca mobilnya yang hitam, hanya sekedar memastikan gadis itu baik-baik saja.

"Bu Diah, siapa yang datang pagi-pagi begini? Jika dia seorang penguntit gila yang ingin mencari tahu privasi-ku, cepat usir di.....a"

Suara bening Lyra seketika melemah ketika melihat sosok Nathaniel yang berdiri tegap di balik pintu depan rumah. Seketika gadis cantik yang sedang mengeringkan rambutnya yang basah itu kehilangan fokus dengan membiarkan handuknya terjuntai ke lantai. Sorot matanya itu meredup. Kakinya bahkan hanya bisa berdiri lemas di ujung tangga, tak mampu untuk sekedar berbalik atau malah menghampiri seseorang yang tak pernah muncul sekalipun dihadapannya setelah membuat hatinya melebur tak membekas.

Ibu Diah—asisten rumah tangga kesayangan Lyra yang mengerti akan situasi segera meninggalkan tempat yang semakin mencekam. Hatinya terasa berat mengetahui Nona-nya bertemu kembali dengan lelaki itu.  Ibu Diah takut jika gadis yang dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri itu kembali mengingat kepedihan yang telah ditanggungnya sangat lama.

Sementara itu, organ-organ vital kedua insan itu bereaksi semakin parah. Alat penting di tubuh mereka untuk sesaat tak berfungsi sebagaimana mestinya karena luapan perasaan yang masih terpendam rapi itu sekejap muncul begitu saja, sebelum mereka bahkan bisa menemukan penangkalnya.

Dengan langkah kecil, Nathaniel menggerakkan tungkai kakinya melewati batas garis antara ruang luar dengan rumah yang seperti tempat kedua baginya.

Dulu.

Di waktu dimana dia masih berada di samping Lyra-nya, mendengar tawanya, menatap matanya yang jernih dengan cintanya yang berlebih, melindungi gadis itu dari ketakutan-ketakutan yang seringkali menyergapnya, dan membiarkan gadisnya berlindung di balik punggungnya ketika sesuatu menimpa gadis itu.

Dia bahkan masih mengingat bagaimana kebahagiaan yang sempat dirasakan mereka dulu, sebelum dia meninggalkan Lyra-nya tanpa aba-aba.

***

Lyra tetap tak bergeming saat Nathaniel mendekatinya dengan ketukan pelan, seakan membiarkan dirinya untuk pergi, kapanpun gadis itu mau. Sayangnya, harapan Lyra untuk mempertahankan hubungannya dengan lelaki itu masih kuat sekalipun dia tahu hal itu sangat gila mengingat Nathaniel yang telah terikat.

Salah.

Mungkin pikirannya tidak benar jika dia menginginkan lelaki itu kembali padanya. Sudah cukup setahun berlalu dengan semua penderitaan dan penyesalannya karena telah menyerahkan seluruh hatinya kepada Nathaniel.

Dia, membenci pria itu.

Pria itu pernah meninggalkan Lyra tanpa kata. Ironisnya, kabar terakhir Nathaniel yang didengar Lyra adalah melalui surat undangan pernikahan yang dialamatkan ke rumah mungilnya.

Lyra tak pernah tahu hidupnya akan seburuk ini.

Melupakan cintanya pada lelaki itu, walau dirasa Lyra sangat sulit, telah coba dilakukannya. Akan tetapi, Nathaniel dengan kurang ajarnya menampakkan batang hidungnya di depannya lagi dan menata kembali serpihan-serpihan cinta yang coba diretakkannya itu menjadi utuh seperti sedia kala.

Bodoh? Ya. Lyra memang tak punya akal.

Mana ada wanita yang masih mencintai mantan tunangannya yang bahkan meninggalkannya demi wanita lain?

Plak

Tangan Lyra bereaksi lebih cepat dari hatinya yang memintanya untuk merengek kepada Nathaniel untuk kembali padanya. Suatu tamparan keras melayang di permukaan kulit pria tak tahu diri.

Inilah yang harus dilakukan untuk membalas kelakuan tak beradab setiap lelaki brengsek, bukan?

Nathaniel meraba pipinya yang merah. Tamparan keras itu untungnya tak berakibat apapun pada tubuhnya yang mati rasa. Justru, bukan tangan itu yang berhasil merobek hatinya, tapi mata itu. Mata coklat gelap milik gadis itu mengungkapkan segalanya. Bulatan bening favorit Nathaniel yang biasanya memancarkan kesedihan apabila Lyra bercerita tentang neneknya yang telah tiada. Begitu membuat orang lain terhanyut seakan merasakan penderitaan yang dialami gadis itu. Membuat Nathaniel seolah tak bisa melakukan apapun ketika tatapan sendu itu diterimanya.

"Maafkan aku karena pernah menyakitimu. Aku tahu aku tak pantas dimaafkan, karena aku bahkan berniat menyakitimu dengan cara yang berbeda", ungkap Nathaniel dengan nadanya yang terdengar putus asa.

Lyra menoleh cepat mendengar pengakuan lelaki yang masih menempati tempat istimewa di hatinya itu. "Apa maksudmu?", tanyanya buru-buru.

"Istriku. Dia menginginkan seorang anak. Tapi, dia tak bisa mengandungnya sendiri karena kondisinya yang lemah. Sudah berkali-kali dia menolak ajakanku untuk mengadopsi sebuah anak dari panti asuhan. Dia tak mau melakukannya, karena dia ingin anak itu berasal dari darah dagingku".

Setetes air mata lolos dari mata coklat gadis itu. Lyra, yang mati-matian menahan perih yang menyerbu hatinya tanpa ampun dapat goyah hanya karena mendengar sebutan yang ditujukan Nathaniel pada wanita jalang yang merebut lelaki yang dicintainya. Apalagi dengan kalimat-kalimat selanjutnya, yang menggambarkan bahwa Nathaniel sangat mementingkan kebahagiaan istrinya dibanding apapun, yang tak pernah dirasakan Lyra ketika mereka bersama dulu.

Tentu saja, Nathaniel sangat mencintai wanita itu melebihi cintanya pada Lyra sehingga dia lebih memilih menikahi wanita yang baru saja singgah di hatinya, daripada memilih Lyra yang berstatus sebagai tunangannya.

Tanpa diduga, Nathaniel pun melemparkan tubuhnya ke lantai, berpijak di atas lantai marmer itu dengan bertumpu pada kedua lututnya. Mata Lyra terbelalak lebar melihat Nathaniel yang terlihat begitu tak berdaya di matanya.

" Kumohon, menikahlah denganku".

Inikah proses lamaran yang selama ini Lyra idamkan? Lelaki yang dicintainya, berlutut di hadapannya dengan melontarkan kata-kata yang diharapkannya kemudian keduanya terlibat dalam sebuah ciuman hangat karena perasaan senang yang membuncah. Tapi itu hanya khayalannya saja. Lelaki ini melamar Lyra bukan untuk menikahinya karena cinta, tapi menikahinya karena ingin sesuatu darinya.

Senyum sinis tersungging di bibir Lyra, berbanding terbalik dengan matanya yang berkabut karena cairan yang menghalangi pemandangannya. Dia menatap lelaki yang masih dalam posisi sebelumnya itu tajam, mengeluarkan sisi lain yang tak pernah ditunjukkannya pada siapapun kecuali sang pria.

"Jadi, kau kesini hanya untuk memintaku menjadi istri keduamu, yang memberikan seorang anak lalu menendangku keluar setelahnya, begitu? Jika itu maumu, kau bisa mencari wanita lain. Aku terlalu terhormat untuk menjadi wanita yang memberikan rahimku untuk pasangan istri yang picik seperti kalian. Sekarang, kuharap kau segera keluar dari rumah ini, dan jangan kembali karena pintu rumah ini tertutup untuk lelaki bejat sepertimu"

Nathaniel bangkit dari posisinya tadi, dengan bola matanya yang menatap gadis itu penuh harap. Lyra mengalihkan pandangan, tak mau terbujuk rayu lelaki yang bahkan kembali menaruh garam di atas luka terdahulunya yang belum sepenuhnya sembuh.

Setelah pintu tertutup, tubuh Lyra merosot ke lantai. Tangannya memegang erat kaki tangga yang menjadi saut-satunya sandarannya saat ini. Tangisannya mulai muncul. Isak tangisnya terdengar sangat memilukan, menandakan jika kesakitannya itu bahkan terlalu parah untuk bisa disembuhkan dalam waktu yang cepat.

Dia memegang dadanya yang berkecamuk sembari melirih tak berdaya.

Teganya kau, Nathaniel.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status