“Ya, sekalian bawakan berkas yang tertinggal di mejaku. Aku lupa membawanya,” balas Baskara datar menarik Dhara masuk ke lift. Hadi memiringkan kepalanya heran dan curiga melihat Baskara menarik Dhara masuk ke dalam lift. “Apa yang kamu liat? Cepat ambilkan berkasnya,” perintah Baskara lalu menekan tombol lift. Pintu lift tertutup meninggalkan Hadi yang mematung di depan lift. Hadi menatap kantung plastik di tangannya dengan alis terangkat sebelum mendesah dan berbalik pergi. “Pak, kenapa Bapak suruh Pak Hadi mengambil tas saya? Saya bisa ambil sendiri,” kata Dhara cemas di dalam lift. Dia takut Pak Hadi salah paham melihat mereka dan kesal diperintahkan mengambil tas bawahannya. Dhara menarik lengannya yang masih digenggam Baskara. Baskara melirik sesaat dan menatap ke depan acuh tak acuh, “Aku nggak mau buang-buang waktu. Hadi lebih efisien daripada kamu. Kamu sangat lambat.” Dhara diam-diam menatap pria itu sambil melotot. .... Dhara keluar dari kamar mandi dan melirik j
“Pak Baskara!”Dhara menahan dada Baskara dengan kuat dan panik. Tubuh Baskara jatuh menimpanya di tempat tidur. Wajah pria itu terbenam di lehernya.Jantung Dhara berdebar, wajahnya terasa panas.“Pak Baskara! Tolong bangun dari tubuh saya ....” Dhara bergerak tidak nyaman dan berusaha mendorong Baskara dari atas tubuhnya. Tapi tubuh pria itu sangat berat.“Hmm ....” Baskara hanya bergumam rendah. Hidungnya mengendus-ngendus leher Dhara. “Kamu wangi ....” bisiknya serak.Wajah Dhara memerah. Tubuhnya kesemutan karena napas dan bibir Baskara di lehernya. Dia mengepalkan tangan.“Pak Baskara ... Anda sudah bangun? Tolong turun dari tubuh saya. Anda sangat berat.” Dhara berusaha menjauhkan wajah Baskara dari lehernya.Baskara tidak menjawab. Dia mulai mencium leher Dhara, menghisap dan bahkan menggigit hingga menimbulkan tanda merah di kulitnya.“Akh! Pak Baskara! Apa yang Anda lakukan?!” Dhara menegang. Matanya melebar. Dia merasa jantungnya berdebar semakin kencang.Tangannya buru-bur
Dhara berhenti mendengar percakapan mereka.“Kamu ini ... kenapa kamu janjiin juga. Kamu php asistennya Pak Baskara loh.”“Aku nggak janjiin, cuma nawarin doang. Mbak Dhara juga aneh baru beberapa hari kerja sudah minta adiknya agar kerja di sini pake orang dalem. Padahal dia cuma ditawari kerja tiga bulan jadi asisten. Harusnya sadar diri dong.”“Terus kenapa kamu dekatin Mbak Dhara dan kasih nawarin bantuan?”“Biar dapat koneksi ke kantor CEO.”“Kamu jahat banget, tapi bagus juga sih.”Keduanya tertawa tidak sadar Dhara yang berdiri di belakang mereka.Dhara mencengkeram ID karyawan di tangannya. Jadi tawaran Naura cuma akal-akalannya agar dapat bisa koneksi dengan orang di kantor CEO?Jahat sekali!Dhara ingin mengingatkan Naura bahwa dia mendengar percakapan mereka. Tapi Dhara mengurungkan niatnya karena dia baru bekerja tiga hari. Dia tidak ingin membuat masalah dan musuh di tempat kerja.Dhara diam-diam berbalik pergi dan menghentikan salah satu karyawan di pintu masuk gedung.“
Seminggu sudah berlalu sejak Dhara bekerja sebagai asisten Baskara. Sejak mengetahui bahwa Naura berbohong, dia tidak bertanya lagi pada Naura. Dia sudah memberitahu keluarganya tidak ada lagi lowongan pekerjaan di perusahaan dan menghindari telepon dari keluarganya. Namun meski Dhara menghindar dan tidak mengirim uang, itu tidak menghentikan keluarganya mengirim Miranda untuk datang ke Jakarta. Pada minggu Pagi, Dhara mendapat telepon dari Miranda agar menjemputnya di Bandara. “Kenapa Mbak susah banget banget di hubungi.” Seorang gadis berusia awal 20-an dengan rambut pendek sebahu berkata kesal mendorong kopernya pada Dhara. dia kesal karena sudah menunggu lama. “Aku sibuk. Kenapa kamu datang?” Dhara berkata pada gadis itu datar. Miranda lebih muda lima tahun darinya. Miranda seorang gadis bertubuh tinggi dan sedikit lebih berisi dibandingkan Dhara yang langsing. Wajahnya berbentuk bundar, dia terlihat biasa saja namun make-up membuat Miranda terlihat cantik namun agak boros jik
Dhara memanfaat waktu liburnya sekedar berjalan-jalan mengenal Jakarta. Dia tidak peduli apa yang dilakukan Miranda di kamar kontrakannya.Dia mampir di toko buku besar dan melihat-lihat novel, atau mencari buku resep masakan.“Mbak Dhara ....”Seseorang menepuk pundaknya membuat Dhara tersentak kaget. Dia dengan cepat melihat Rio tersenyum di belakangnya. Pria itu mengenakan kaos putih dan kemeja biru kotak-kotak yang tidak terkancing, serta celana jeans hitam dengan tas ransel hitam punggungnya. Dia terlihat lebih menarik dan santai dengan pakaian kasual dibandingkan kesehariannya di kantor mengenakan setelan kerja yang membosankan. “Pak Rio, sedang apa di sini?” Dhara segera menyapa dengan sopan.“Tolong jangan panggil Pak, aku belum tua loh.” Rio mengedipkan mata bercanda.Dhara tersenyum mengusap lehernya. “Tapi saya sudah sering memanggil Pak Rio di kantor.”“Itu kantor, saat di luar kantor panggil saja Rio atau Mas Rio, aku baru 29 tahun. Tolong jangan bicara formal denganku.
Sosok istri Baskara sesuai dengan bayangannya selama ini. Seorang wanita yang cantik dengan latar belakang yang sama dengan Baskara.“Ah, kamu pacarnya Pak Rio ya ... apa kami mengganggu kalian?” Istri Baskara berkata dengan ceria dan ramah.Dhara langsung menggelengkan kepala.“Saya bukan pacar Mas Rio. Kami hanya nongki dan nonton bioskop untuk menghabiskan waktu.”Sudut bibir Baskara berkedut mendengar panggilan Dhara pada Rio terdengar akrab. Namun dia tidak berkomentar, hanya memandang mereka dengan tatapan tajam dan dingin.“Benar bu. Kami hanya nongki aja ... ini asisten sementara Pak Baskara, Mbak Dhara,” ujar Rio memperkenalkan Dhara.Dhara memandang Veera tenang sambil tersenyum mengulurkan tangannya ke depan.“Salam kenal Bu Veera, saya asisten sementara Pak Baskara menggantikan Bu Karen.”“Oh apa Bu Karen sudah berhenti kerja? Kenapa kamu nggak cerita ganti asisten sayang,” tanya Veera menatap Baskara.Baskara mengalihkan pandangan yang sejak tadi tertuju pada Dhara.“Kare
Dhara mencuci wajahnya di westafel membuat riasannya jadi berantakan. Beberapa wanita yang sedang selfi dan memperbaiki riasan di cermin meliriknya beberapa kali. Tapi dia tidak peduli. Dia butuh air untuk menjernihkan pikirannya.Apa yang harus dia lakukan?Dhara berharap Bu Veera tidak mengenalinya.Dia tidak yakin Bu Veera berpura-pura tidak mengenali Dhara sebagai mantan karyawan hotel Alam Garden yang pernah memergokinya berselingkuh dengan Pak Gading.Wanita itu bahkan bisa menipu suaminya. Siapa yang tahu bahwa dia hanya berpura-pura tidak mengingat Dhara sebagai mantan karyawan Hotel Alam Garden.Itu membuatnya gelisah.“Aish ....” decak Dhara sangat gelisah.Apa dia harus memberitahu Baskara?Tapi apa Baskara akan mempercayainya?“Bodoh amat dah!”Dhara harus menemukan pekerjaan lain sebelum dia dipecat.“Kenapa Mbak?”Dhara tersentak kaget. Jantungnya berdegup kencang melihat Veera tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Hanya tinggal mereka berdua di toilet perempuan itu.“Bu ...
Dhara bangun pagi-pagi dan bersiap-siap berangkat kerja jam setengah enam agar tidak terjebak macet. Dia melihat Miranda masih tidur di kasur.Dia meletakkan uang saku di meja samping tempat tidur agar Miranda bisa membeli makanan sendiri sebelum berangkat kerja.Jarak ke tempat kerja butuh tiga puluh menit dan ditambah macet membuat waktu jadi satu jam. Dia sampai di perusahaan pukul 07: 35 menit.“Pagi Dhara,” sapa Rio bertemu dengannya di kantor.“Pagi Mas Rio, eh Pak Rio.” Dhara tersenyum malu.“Panggil aja Mas, jangan sungkan. Omong-omong, Pak Baskara dan Pak Hadi sedang dinas ke Paris.” “Berapa lama Pak Baskara dinas? Kapan mereka pulang?”“Sekitar dua mingguan.”“Oh begitu ya ....” gumam Dhara entah mengapa agak lega mendengar Baskara ke luar negeri selama dua minggu.“Kamu kelihatan lega Pak Baskara ke luar negeri,” kata Rio mengamati Dhara.“Nggak kok!” bantah Dhara cepat. “Cuma saja ... apa yang kita lakukan kalo Pak Baskara dinas di luar negeri?”“Tentu saja kita tetap be