“Kalau nggak salah itu karyawan laki-laki. Hanya ada dua kandidat yang wawancara. Tampaknya mbak yang di lift tidak lulus wawancara. ”Baskara terdiam. Sayang sekali.Baskara mendesah dan melambaikan tangannya pada sekretarisnya. “Kamu bisa kembali bekerja.”Terdengar suara ketuka dari pintu kantor Baskara.“Masuk.”Pintu terbuka dan sosok pria lain masuk yang tak lain adalah asisten Baskara, Rio Sanjaya yang berbicara dengan ramah pada Dhara di lift.“Pak, Karen kecelakaan mobil. Dia tidak masuk pagi ini. Suaminya baru saja menelpon minta cuti untuk istrinya,” ujar Rio berdiri di sebelah Hadi.Baskara dan Hadi terkejut.“Bagaimana keadaan Karen?” tanya Hadi bersimpati.Baskara memiliki satu sekretaris yaitu Hadi Prayoga serta dua asisten, Rio dan Karen. Karen baru saja menikah tiga bulan lalu.Rio meringis. “Mobilnya menabrak pembatas karena pengendara motor yang melanggar aturan lalu lintar. Suaminya bilang Karen syok hingga keguguran dan patah kaki. Suami Karen minta cuti tiga bul
Dhara menggigit bibir bawahnya dan dengan cepat menunduk. Dia berharap wanita itu tidak mengingatnya.“Oh, silakan Bu. Jangan pedulikan saya.”Wanita itu tersenyum lembut menepuk pundak Dhara lalu berjalan masuk ke dalam gedung. Sementara itu sopirnya, Pak Toni menatap Dhara jengkel lalu masuk kembali ke mobil dan meninggalkan halaman perusahaan.Beberap karyawan yang menonton sudah kembali bubar.Dhara menghela napas lega mengelus dadanya. “Mbak Dhara! Mbak Dhara! Tunggu sebentar!”Dhara berbalik mendengar seseorang memanggil namanya. Dia melihat Pak Bobby berlari tergesa-gesa keluar gedung perusahaan sebelum berhenti di depannya dengan napas terengah-engah.“Ada apa ya Pak?”Pak Bobby tersenyum lebar. “Mbak Dhara, bos kami mendadak mencari asisten sementara karena asisten sebelumnya kecelakaan hari ini. Apa kamu membawa surat lamaranmu?”Jantung Dhara berdegup penuh harapan. “Ya, saya bawa Pak,” balasnya menunjukkan map di tangannya.“Bagus, ayo ikut saya untuk wawancara.” Pak Bob
Keesokan paginya Dhara berangkat kerja lebih awal agar tidak terjebak macet.Dia mengenakan blouse biru laut dan rok hitam selutut yang dibeli secara daring. Dia mengenakan kartu ID karyawan berjalan di lobi perusahaan saat berjalan menuju lift, bersama karyawan lain. Suasana hati Dhara sangat cerah. Ini hari pertamanya bekerja sebagai asisten CEO perusahaan besar.“Halo, selamat pagi.” Dhara menyapa beberapa karyawan dan tersenyum ramah, mencoba berbaur.Para karyawan menatapnya acuh tak acuh. Mungkin karena mereka belum mengenal Dhara.Dhara tersenyum malu merasa di kancangi. Dia berdiri dengan grogi menunggu di depan lift melirik beberapa karyawan sibuk mengobrol dengan rekan-rekan mereka.Begitu lift terbuka semua orang masuk berbondong-bondong. Dhara terdorong ke sana kemari dan nyaris jatuh ke bawah.“Hati-hati ....”Dhara menoleh dengan cepat dan membelalak melihat Rio berdiri di belakang dan memegang lengannya, mencegahnya jatuh.“Pak Rio, makasih,” Dhara dengan cepat berdiri
Dhara melirik jam tangannya melihat sudah jam 12 Jam makan siang, lalu menatap ke arah kantor Baskara. Pria itu masih terlihat sibuk di mengetik sesuatu depan komputernya. Tidak ada tanda-tanda dia akan selesai atau istirahat.Dhara menoleh ke meja kerja Rio di sebelahnya.“Pak Rio, apa kita akan istirahat siang?”“Nanti, tunggu Pak Baskara keluar dari kantornya,” balas Rio mengalihkan pandangannya dari komputer dan mengingatkan Dhara. “Sebelum Pak Baskara keluar, kita belum bisa beristirahat.”“Ah, begitu ....” Dhara mengangguk mengerti. Dia melirik ke arah kantor Baskara sekali lagi dan mendesah. Dia merasa lapar tapi tidak berani pergi.Perutnya berkeroncong.Rio seolah bisa mendengar menoleh sambil tersenyum. “Kamu lapar?”Dhara spontan menggeleng. “Belum Pak.”Rio mengeluarkan sebuah roti dari laci mejanya dan menyerahkannya pada Dhara.“Makan roti ini.”Dhara malu dan menolak. “Nggak usah Pak.”“Nggak papa ambil saja.” Rio mengambil tangan Dhara dan meletakkan roti itu ke tangan
“Dia kelihatan agak miskin. Siapa bekingannya sih biar dapat posisi asisten CEO.”Dhara masih mendengar mereka membicarakan dirinya dan memutuskan untuk pergi. Lebih baik tidak mendengar dan membuat hari pertama kerjanya jadi tidak menyenangkan.Tiba-tiba ponsel Dhara bergetar. Dhara melirik dan melihat Pak Hadi meneleponnya.“Halo Pak ....” Dhara menjawab telepon dengan cepat.“Dhara, bisakah kamu kemari sekarang. Aku butuh kamu untuk membantuku mengurus sesuatu di sini.”“Oh, bagaimana dengan tugas saya di kantor Pak?”“Itu akan diurus Rio. Kamu cepat ke sini. Aku kirim alamatnya sama kamu.”“Ah baik Pak.” Dhara tidak menolak dan mengecek alamat yang dikirim Pak Hadi setelah itu dia berpamitan sama Rio sebelum meninggalkan restoran itu.Dhara menuju ke sebuah restoran mewah di salah satu kamar privat. Dia melihat Hadi berdiri di luar pintu sambil melirik ponselnya cemas dan berbicara di telepon.“Pak Hadi ....” Dhara berhenti di depannya.Hadi terlihat lega begitu melihat Dhara. Dia
“Pilih makanan yang kamu suka. Jika kamu sudah makan kamu bisa pesan makanan pencuci mulut. Aku yang traktir,” ujar Baskara memberikan buku menu pada Dhara.Dhara melihat-lihat menu dan hampir melotot melihat harga dibuku menu itu. Bahkan makan penutup dengan porsi sedikit sangat mahal.Seorang pelayan masuk ke kamar privat itu dan menanyakan pesanan mereka.“ Saya nggak pesan apa-apa. Saya masih kenyang.” Dhara menutup buku menu sambil sambil mengusap keringat di dahinya.“Saat kamu bekerja denganku dan mengikutiku melakukan melakukan pekerjaan di luar kantor, jangan menjawab seperti itu. Kamu akan mempermalukan kantor kita. Kamu harus berpura-pura menerima meski kamu tidak suka,” balas Baskara datar.Ini kedua kali Baskara menegurnya. Dhara tertunduk sambil meremas tangannya cemas dan berbisik pelan. “Maafkan saya Pak.”“Jangan menunduk. Kamu adalah asisten CEO, kamu harus terlihat percaya diri.”Dhara menegakkan tubuhnya dan menatap Baskara gentar. “Saya mengerti, Pak. Terima kasih
“Saya hanya menuangkan minum untuk Tuan Steven ....” ucap Dhara hati-hati.“Apa aku suruh kamu lakuin itu?”Dhara menggelengkan kepala dan berbisik pelan. “Ini hanya menuangkan minum Pak.”“Jangan melakukan sesuatu tanpa kusuruh,” ujar Baskara dingin melepaskan tangan Dhara.Dhara tidak membantah dan kembali berdiri di samping Baskara tapi tangan Mr. Steven tiba-tiba menarik lengannya hingga jatuh ke pangkuan pria itu.Dhara tersentak kaget dan memekik.“Apa yang Anda lakukan! Lepaskan saya!”“Mr. Steven! Lepaskan asistenku!” Ekspresi Baskara menjadi gelap. Dia berdiri dan menarik Dhara dari pangkuan Mr. Steven. Dia memelototi pria itu. “Jangan main-main denganku,” desisnya memberi peringatan.Jantung Dhara berdebar ketakutan. Dia bergegas berdiri di belakang Baskara.“Ya ampun, itu hanya seorang asisten, kenapa kamu harus marah? Apa dia kekasihmu?” cemooh Mr. Steven.“Dia adalah asistenku jadi hargai stafku.”“Asisten macam apa yang membuatmu sampai marah. Bos mana yang tidak pernah
Dhara memejamkan mata sambil menggertak gigi.Mayang selalu ingin anak-anaknya berpendidikan tinggi dan terlihat kaya karena egonya sejak suaminya jadi PNS di pemerintahan. Dia ingin terlihat seperti istri pejabat. Semua gaji Joni untuk mengkredit mobil dan rumah besar. Tapi belum cukup bagi Mayang. Dia mengambil utang banyak di Bank sejak Dhara mulai bekerja untuk membeli mobil lagi dan banyak perhiasan emas.Ujung-ujungnya Dhara yang diminta harus membayar utang bank yang diambil Mayang dan biaya kuliah Miranda.“Sekolah Internasional itu sangat mahal, Ma. Lagian juga utang bank dan mobil belum lunas, tolong pikirin sebelum masukkan Yoga ke sekolah Internasional. Yoga juga baru tujuh tahun.”“Makanya Mama mau kamu dan Miranda bantu adik kamu bayar biaya masuk sekolah Internasional. Gaji papa kamu nggak cukup.”Dhara mengusap kening stres.“Aku cuma dapat kerja selama tiga bulan. Jangan dulu masukkan Yoga ke sekolah Internasional. Masukkan saja Yoga ke sekolah biasa.”“Yoga itu satu