Dari semua perjuangannya hingga detik ini, yang paling Fahrel takutkan dalam hidupnya adalah jatuhnya Edgar sehingga tidak ada lagi orang yang bisa melindunginya. Sebelum Fahrel berhasil mendapatkan proyek vaksin ini, dia mengalami kemiskinan yang cukup parah dan harus bersusah payah untuk terbebas dari kondisi itu.Karena proyek vaksin inilah bisnisnya membaik, dan karena proyek ini juga orang-orang jadi menghormatinya. Dia pun sadar bahwa Edgar yang selama ini terus melindunginya. Maka dari itu kehadiran Edgar tidak hanya membawakan keuntungan yang banyak, tetapi juga sangat berperan penting dalam kelangsungan hidupnya.Akan tetapi jika Edgar turun dari jabatannya, Fahrel sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepada bisnisnya. Karena itu pada awalnya Fahrel setuju saja ketika Bella bilang jangan memberi tahu orang lain. Namun di satu sisi, kehadiran Brandon membuat Fahrel merasa mereka menyembunyikan sesuatu.“Atas dasar apa aku harus percaya sama kamu! Gimanapun juga aku aka
“Apa Om Fahrel nggak tahu seperti apa dokter-dokter yang Tante Susan kenal itu? Lagi pula Om jangan lupa kenapa badanku bisa jadi segendut ini. Lebih baik kita nggak usah membahas masalah ini lagi, deh,” kata Bella dengan nada yang terdengar dingin. Awalnya Bella masih baik-baik saja, tapi begitu Fahrel mengangkat topik tentang dokter itu, Bella langsung teringat dengan Rainie dan segala hal kejam yang telah dia lakukan hingga Bella menjadi seperti sekarang ini. Andaikan bukan karena ulah kakak sepupunya itu, untuk apa Bella sampai harus mencari dokter ke sana kemari.Bicara hal itu membuat Fahrel terdiam karena memang itu sebagian adalah salahnya juga yang telah lalai sebagai orang tua, tetapi dia tidak terima dengan kekalahannya dan membalas sambil menunjuk ke arah Edgar berada, “... oke! Kalau memang kamu lebih percaya sama mereka daripada aku, kenapa Edgar masih belum membaik juga? Katamu Edgar sudah dikasih obat yang mereka bawakan?”Bella menoleh menatap sang ayah mengikuti arah
Batuk Edgar dengan segera kembali menyita perhatian mereka bertiga, khususnya Bella, yang langsung memegangi bahu ayahnya dan berkata, “Papa? Papa?!”Namun Edgar tidak berkata apa-apa untuk memberi respons terhadap panggilan Bella. Mungkin lebih tepatnya dia memang tidak bisa berbicara karena kondisinya yang sudah begitu lemah. Batuknya begitu hebat tetapi tidak menunjukkan gejala sesak napas. Setelah beberapa saat Edgar terus terbatuk tiada henti, tiba-tiba dia memuntahkan darah segar dalam jumlah yang cukup banyak.Darah itu sebagian tumpah ke lantai, dan sebagian lagi berceceran di seprai kasur. Situasinya terlihat cukup mengerikan sampai Fahrel pun tertegun dan seketika tidak tahu harus berkata apa lagi.“Papa … Papa kenapa?!” seru Bella panik dengan suara terisak. Sembari menjerit, dia melirik Brandon dan bertanya padanya, “Kak Brandon, papaku ….”“Ngapain kamu masih panggil dia! Apa kamu nggak lihat kondisi papa kamu sekarang? Kalau nggak segera dibawa ke rumah sakit sekarang, ki
“Bella, kamu jaga papamu. Jangan sampai ada seorang pun yang mengganggu. Aku mau ke bawah sebentar nunggu yang jemput papamu datang. Nanti papamu bakal langsung dibawa ke rumah sakit swasta. Tenang saja, nyawa papamu nyawaku juga! Biar aku yang tangani semuanya. Waktu mama kamu nggak ada, ada aku yang jagain kamu. Andaikan hari ini amit-amit terjadi sesuatu sama papa kamu, ada aku juga yang menemani!” Fahrel menepuk bahunya dengan bangga sebagai jaminan kalau dia siap menanggung semuanya. “Bella, kamu dengar, nggak? Sekarang situasinya sudah darurat begini, jangan sampai kamu salah mengambil tindakan!”Bella sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi melihat keadaan ayahnya yang begitu mengkhawatirkan, maka tanpa pikir panjang dia pun langsung menyetujui saja hasutan Fahrel, “Iya …”Walau masih merasa sedikit khawatir membiarkan Bella berdua dengan Brandon di kamar, Fahrel tetap harus turun ke bawah untuk melihat situasi. Dengan penuh keraguan di hati, Fahrel pun tetap turun ke bawah
Terserah apakah kata-kata Brandon tadihanya sekadar hiburan atau memang benar, yang jelas di saat itu Bella sudah merasa jauh lebih baik. Ya, sewaktu terakhir kali Yuna datang, dia bilang kalau Edgar terkena racun, dan waktu itu Yuna berhasil mengeluarkan jarum yang mengontrol perilaku Edgar. Sekarang giliran Brandon yang datang membawakan obatnya. Andaikan Edgar tidak terselamatkan, untuk apa Yuna dari awal harus repot-repot membuat obatnya. Berarti, batuk dan muntah tadi memang benar adalah reaksi akibat racun yang keluar. Dengan begitu, Bella tidak perlu khawatir lagi, bukan?Seketika terdengar suara yang cukup besar datang dari lantai bawah. Sebelum Fahrel membuka pintu dan masuk ke dalam amar, suaranya sudah masuk terlebih dahulu, “Kalian hati-hati sedikit, jangan sampai terbentur sana sini, atau kepala kalian sendiri yang jadi korban nanti. Dan juga jangan sampai orang lain tahu. Jaga mulut kalian, paham?!”“Siap!” jawab siapa pun itu yang berada di luar sana. Mereka ini adalah o
“Uhuk-uhuk ….”Batuk kali ini terdengar relatif ringan dibandingkan yang sebelumnya. Batuknya tergolong ringan seperti sedang masuk angin, tetapi suara itu membuat Fahrel berhenti berbicara dan langsung menoleh ke arah asal suara itu.“Papa?” sahut Bella.Saat itu dia dengan perasaan lega melihat sang ayah akhirnya membuka matanya. Akhirnya dia mulai sadar juga meski terlihat linglung dan masih terbatuk-batuk.“Papa?!” seru Bella memanggil ayahnya sekali lagi untuk memastikan. Dia ingin membuat ayahnya sadar, tetapi di satu sisi, dia juga takut ayahnya akan kembali seperti dulu, di mana dia masih dalam kendali Rainie, bersikap dingin kepadanya, dan hanya mendengar nasihat dari pamannya. Dia sungguh ragu, perasaan senang bercampur tegang membuatnya harus berhati-hati dalam bertindak.Edgar menarik napas dan menjawab dengan suara lirih, “Ya.” Jawabannya singkat, hanya satu kata pendek, tetapi satu patah kata itu memberikan energi yang tak terbatas bagi Bella.“Papa! Akhirnya Papa sadar j
Saat ini Edgar masih tidak punya tenaga, bahkan untuk mengangkat kelopak matanya saja terasa sangat berat, tetapi dia masih bisa memberikan tatapan dingin kepada Fahrel yang membuatnya langsung tutup mulut.“Terima kasih sudah menjagaku selama aku lagi koma,” kata Edgar, dengan suara yang terasa sangat berat dan kelelahan.Fahrel merasa tersanjung mendapat pujian dari kakak iparnya, dan dia pun menanggapinya dengan tawa seraya berkata, “Nggak juga lah, aku cuma membantu sedikit saja! Sudah sewajarnya aku membantu sebagai satu keluarga! Kak Edgar sekarang gimana? Apa ada yang masih sakit? Kalau menurutku sebaiknya kita ke rumah sakit saja sekarang. Berhubung sekarang Kak Edgar sudah sadar, lebih baik kita langsung ke rumah sakit militer. Di sana fasilitasnya lebih bagus, jadi pengobatannya juga pasti lebih efektif dibanding rumah sakit lain. Paling tidak masih lebih baik daripada cuma bersembunyi di sini terus.”“Selama Papa tertidur, rumah kita kedatangan banyak orang, ya?” tanya Edgar
“Berangkat ke mana?! Sudah gila ya kamu?!” Seketika itu Edgar langsung mengamuk dan melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Fahrel.“Kak Edgar!”Fahrel menghindari lemparan bantalnya. Edgar baru saja bangun dan masih tidak punya tenaga sedikit pun. Bantal yang dia lempar juga sebenarnya hanya sampai ke tepi kasur. Bahkan tanpa perlu menghindar pun, bantal itu tidak akan mengenai Fahrel. Akan tetapi Edgar memang punya aura yang kuat, ditambah lagi perangai sangarnya yang sudah mendarah daging sehingga Fahrel belum apa-apa sudah takut padanya. Saat Edgar masih tertidur, Fahrel sempat memaki Bella, alhasil dia pun menjadi target amarah Edgar.“Dasar nggak berguna! Aku cuma tertidur beberapa hari saja sampai jadi kacau begini. Kamu sudah merasa hebat cuma dikasih kekuasaan selama beberapa hari saja, hah? Jangan pikir aku nggak tahu sama semua perbuatan kamu selama ini. Sekarang cepat kamu pergi dari rumahku, awas saja jangan sampai kamu muncul lagi di depan mukaku!”Dalam hati Fahrel