Doddy mulai khawatir saat sang nyonya tidak kunjung keluar dari gedung kampus.Instingnya mulai bekerja, ia turun dari mobil menderapkan langkah masuk ke dalam gedung kampus berniat menyusul Zara.“Maaf, ada keperluan apa Pak?” tanya security kampus saat berpapasan dengannya di loby. “Saya mau mencari Nyonya saya, dia lagi ke toilet,” kata Doddy dengan mengarahkan telunjuk pada toilet, tampangnya terlihat garang.“Tapi toilet ini sudah dikunci, mungkin di toilet belakang.” Sang security memberitau, melihat tampang sangar Doddy tentu ia tidak ingin mencari masalah dengannya.“Mari saya antar,” ucap security tersebut kemudian.Keduanya berjalan beriringan menuju toilet belakang gedung dan sesampainya di sana mereka menemukan toilet dalam keadaan kosong.“Apa Bapak yakin orang yang Bapak cari masih di dalam gedung ini?” Security kampus menjadi curiga dan mulai berpikir bila Doddy bukan orang baik.Doddy tidak menanggapi, ia mengeluarkan ponselnya lantas menghubungi nomor Zara.Detik ber
Wajah Arkana seketika pucat pasi melihat layar ponsel di tangannya.Baru saja Arkana selesai meeting dengan para direktur di bawah kepemimpinannya dan saat memeriksa ponsel, terdapat satu pesan dari Doddy berisi video rekaman CCTV dan ucapan permintaan maaf pria itu karena tidak mampu melindungi Zara beserta alasannya. Dengan matanya sendiri ia melihat bagaimana Zara mempertahankan diri dari penculikan yang dilakukan dua orang pria bertubuh kekar.Rahangnya mengetat dengan tangan menggenggam ponsel erat nyaris menghancurkan alat komunikasi canggih tersebut.Ia lantas menderapkan langkah keluar dari ruangannya.“Pak Ar—“ “Saya pulang duluan!” ucapnya tegas saat melewati Rian-sekertaris baru pengganti Gita.Di depan loby ternyata Doddy sudah menunggu dengan mobil Zara yang terdapat banyak baret, sepertinya Doddy menggunakan jalan tikus atau gang agar bisa segera sampai di sini.“Tuan muda maaf say—“ “Ke Markas sekarang!” titahnya dengan nada dingin.Arkana tidak ingin mendengar permi
“Gimana keadaan Zara?” Raditya bertanya dengan napas terengah.Ia baru saja tiba di rumah saki setelah tadi sempat pulang dulu ke rumah untuk mengecek kondisi istrinya.Semua menggelengkan kepala dengan tatapan tertuju pada pintu ganda ruang operasi.“Gue barusan dapet kabar kalau yang sedang di rawat di rumah sakit karena typus itu bukan Jhon tapi orang lain yang diganti namanya untuk membuat alibi Jhon, sekarang Jhon sedang bersembunyi di rumahnya.” Raditya memberi tau info yang telah ia dapatkan membuat Arkana seketika beranjak dari kursinya.“Zara lebih penting, Kana ... kamu harus di sini untuk menemani Zara ... Jhon bisa kamu urus nanti,” sergah Edward menahan tangan Arkana.Mata Arkana beralih pada Monica yang mengangguk dengan jejak basah di matanya.Hati Monica hancur mendapati keadaan Zara, ia telah mendapat informasi mengenai apa yang di alami Zara beserta video bagaimana Zara berusaha lari dari penculik.Ia tidak habis pikir kenapa kisah cinta Arkana begitu tragis tidak s
Arkana dan kawan-kawannya harus berjalan cukup jauh untuk mengelabui para penjaga yang disewa Jhon.Judith tidak ikut turun dari mobil, ia bersama Doddy mencari tempat lain untuk mem-backup Arkana dan kawan-kawan dengan senjata runduk dari jarak beberapa meter.Mereka cukup mudah mendobrak pertahanan para penjaga sewaan Jhon di bagian depan.Kemudian satu persatu mulai masuk ke halaman rumah tanpa suara agar tidak menarik perhatian Jhon yang bisa membuatnya memiliki waktu untuk kabur.Arkana dan kawan-kawan menggunakan tangan kosong untuk melumpuhkan musuh dan sebisa mungkin tidak bersuara.Lusinan orang menjaga rumah Jhon, sebenarnya pria itu bodoh atau apa?Kenapa tidak lari ke Luar Negri untuk bersembunyi?Apa Jhon tidak tau siapa yang sedang dihadapinya?Arkana dan kawan-kawannya mengelilingi rumah tersebut dari segala penjuru.Tidak terbesit sedikitpun rasa takut atau khawatir dalam hati Arkana karena telah mengetahui kemampuan kawan-kawannya dengan sangat baik.Hingga salah satu
Kallandra terkejut saat pemilik yayasan di mana kampus Zara bernaung mengucapkan permintaan maafnya pagi ini karena peristiwa penculikan Zara kemarin sore.Beliau menanyakan bagaimana kondisi Zara saat ini yang tentu saja tidak bisa Kallandra jelaskan karena ia pun baru mengetahui penculikan Zara dari sahabatnya tersebut.“Kenapa Pa?” Rena-sang istri bertanya sambil menuang menu sarapan pagi sehat ke piring suaminya.Melihat sang suami tampak pucat pasi setelah menerima panggilan telepon membuat Rena khawatir.“Papa harus telepon Kana dulu, Ma ... sebentar.” Kallandra beranjak berdiri meninggalkan istrinya di meja makan.Namun sayang, berkali-kali Kallandra menghubungi Arkana tak satu pun panggilannya mendapat jawaban.“Pa ... Mama mau ke kantor Kana sekarang,” pamit Kallandra pada istrinya.“Paaa, sarapan dulu ... ada apa sih sebenarnya?” sergah Rena menahan kedua tangan suaminya.“Nanti Papa kabarin kalau semuanya udah jelas, Mama jangan jauh dari hape ya.” Rena mengembuskan napas,
Ruangan itu sangat sepi, hanya ada Zara yang terbaring di atas ranjang hidrolik.Arkana menguatkan mental dan hatinya untuk menjelaskan kepada Zara tentang pilihannya, tentang dirinya yang tidak bisa memenuhi permintaan Zara yang diungkapkan ketika mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.Arkana duduk di sisi ranjang, menyerongkan tubuhnya menghadap Zara.“Sayang,” bisik Arkana memanggil istrinya sambil menggenggam tangan yang tidak tertancap selang infus kemudian ia kecup bagian telapaknya.Seketika mata yang sembab dengan air mata itu mengerjap.Arkana diberitau Edward jika tadi Zara histeris ketika tersadar ternyata anaknya telah tiada.Dokter sampai harus menyuntikan obat penenang agar Zara berhenti menangis dan meronta.Zara membuka matanya, ia kembali menangis saat melihat Arkana tapi alih-alih memeluk suaminya—Zara malah memukul Arkana dan menamparnya.“Aku bilang pilih anak kita, apa susahnya memilih dia ... aku tau Kak Ar menginginkan anak, aku rela mati agar anak kita bisa hi
“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu. “Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.” “Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe. Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang. Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau. Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali. “Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya. Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager. Keduanya pun duduk dan memulai int
“Zara!! Ambil kunci mobil gue, buka pintunya!” titah Arkana yang panik sambil menggendong sang Kakak ipar keluar dari cafe.Beberapa pelayan dan pengunjung juga dibuat terkejut oleh teriakan Arsha yang mengatakan akan segera melahirkan.Buru-buru Zara menarik kunci mobil di saku celana Arkana kemudian mengarahkannya kepada setiap mobil yang terparkir di sana. “Kasih tau Angga!” Arkana berkata kepada pelayan yang panik sedang berusaha membantu mereka. Pria pelayan itu pun masuk kembali ke dalam mencari ponselnya untuk melakukan perintah Arkana.Lampu dari sebuah mobil keluaran Eropa dengan harga fantastis, berkedip beberapa kali memberitau Zara jika mobil tersebut adalah milik Arkana.Zara membuka pintu kabin bagian belakang agar Arkana mudah membawa Arsha ke dalamnya.“Duh ... sakit,” ringis Arsha dengan mata terpejam.“Sabar, Ca ... gue bawa lo ke rumah sakit sekarang,” ujar Arkana, tangannya mengusap kepala Arsha yang dibalas anggukan oleh sang Kakak ipar.“Zara, lo temenin Caca d