Kallandra terkejut saat pemilik yayasan di mana kampus Zara bernaung mengucapkan permintaan maafnya pagi ini karena peristiwa penculikan Zara kemarin sore.Beliau menanyakan bagaimana kondisi Zara saat ini yang tentu saja tidak bisa Kallandra jelaskan karena ia pun baru mengetahui penculikan Zara dari sahabatnya tersebut.“Kenapa Pa?” Rena-sang istri bertanya sambil menuang menu sarapan pagi sehat ke piring suaminya.Melihat sang suami tampak pucat pasi setelah menerima panggilan telepon membuat Rena khawatir.“Papa harus telepon Kana dulu, Ma ... sebentar.” Kallandra beranjak berdiri meninggalkan istrinya di meja makan.Namun sayang, berkali-kali Kallandra menghubungi Arkana tak satu pun panggilannya mendapat jawaban.“Pa ... Mama mau ke kantor Kana sekarang,” pamit Kallandra pada istrinya.“Paaa, sarapan dulu ... ada apa sih sebenarnya?” sergah Rena menahan kedua tangan suaminya.“Nanti Papa kabarin kalau semuanya udah jelas, Mama jangan jauh dari hape ya.” Rena mengembuskan napas,
Ruangan itu sangat sepi, hanya ada Zara yang terbaring di atas ranjang hidrolik.Arkana menguatkan mental dan hatinya untuk menjelaskan kepada Zara tentang pilihannya, tentang dirinya yang tidak bisa memenuhi permintaan Zara yang diungkapkan ketika mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.Arkana duduk di sisi ranjang, menyerongkan tubuhnya menghadap Zara.“Sayang,” bisik Arkana memanggil istrinya sambil menggenggam tangan yang tidak tertancap selang infus kemudian ia kecup bagian telapaknya.Seketika mata yang sembab dengan air mata itu mengerjap.Arkana diberitau Edward jika tadi Zara histeris ketika tersadar ternyata anaknya telah tiada.Dokter sampai harus menyuntikan obat penenang agar Zara berhenti menangis dan meronta.Zara membuka matanya, ia kembali menangis saat melihat Arkana tapi alih-alih memeluk suaminya—Zara malah memukul Arkana dan menamparnya.“Aku bilang pilih anak kita, apa susahnya memilih dia ... aku tau Kak Ar menginginkan anak, aku rela mati agar anak kita bisa hi
Entah bagaimana Narendra menerima kenyataan tentang anak ketiganya ini yang sungguh di luar dugaan.Mendengar cerita dari Edward-sang ayah mertua tentang Arkana membuat ia seakan tidak mengenali anaknya sendiri.Tapi satu yang ia yakini adalah dirinya telah gagal mendidik Arkana, ia telah gagal menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya.Narendra menutup wajahnya dengan kedua tangan, buliran kristal mulai mengalir tidak terbendung.Membayangkan bagaimana Arkana berada di dunia kelam penuh kekerasan hingga pernah mengalami koma selama beberapa hari.“Abang yang salah, semua ini salah Abang ... Abang minta maaf,” ucap Narendra tulus kepada sang papa-Kallandra dan mertuanya-Edward.“Semenjak kecil kita tau bagaimana keras dan nakalnya Kana ... semestinya Abang bisa memberikan perhatian lebih sama Kana, maaf ... Abang telah gagal, Pa.” Narendra tidak akan menyalahkan siapapun apalagi menyalahkan Arkana karena ini adalah tanggung jawabnya.Ia diajarkan untuk bertanggung jawab atas apa yang
Ucapan bela sungkawa dari keluarga dan kerabat memenuhi aplikasi pesan di ponsel Zara.Kalimat-kalimat yang bermaksud untuk menguatkan Zara pun silih berganti dikirim keluarga besar Gunadhya dan para sahabat Arkana dan Zara karena tidak bisa menemui Zara untuk sementara.Mereka memaklumi jika Zara tidak ingin diganggu, wajar bila Zara ingin menenangkan diri dan karena itu Arkana meminta seluruh sahabat dan keluarganya untuk tidak menjenguk Zara dulu ke rumah sakit.Bahkan Maya, ibundanya Zara sendiri sering tidak dianggap ketika menemani Zara di rumah sakit.Putrinya itu lebih sering melamun, Zara tertekan. Kehilangan anak sudah menghantam mentalnya begitu kuat sekarang suaminya pun dalam masalah karena sosok lain dari dirinya telah terungkap dan diketahui para orang tua.Zara berpikir jika mereka juga pasti mengetahui alasan kenapa Arkana menjerumuskan diri ke lubang hitam itu yang tidak lain adalah karena mencarinya.Beberapa hari ini Zara membungkam mulutnya rapat-rapat, tidak mau
“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu. “Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.” “Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe. Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang. Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau. Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali. “Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya. Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager. Keduanya pun duduk dan memulai int
“Zara!! Ambil kunci mobil gue, buka pintunya!” titah Arkana yang panik sambil menggendong sang Kakak ipar keluar dari cafe.Beberapa pelayan dan pengunjung juga dibuat terkejut oleh teriakan Arsha yang mengatakan akan segera melahirkan.Buru-buru Zara menarik kunci mobil di saku celana Arkana kemudian mengarahkannya kepada setiap mobil yang terparkir di sana. “Kasih tau Angga!” Arkana berkata kepada pelayan yang panik sedang berusaha membantu mereka. Pria pelayan itu pun masuk kembali ke dalam mencari ponselnya untuk melakukan perintah Arkana.Lampu dari sebuah mobil keluaran Eropa dengan harga fantastis, berkedip beberapa kali memberitau Zara jika mobil tersebut adalah milik Arkana.Zara membuka pintu kabin bagian belakang agar Arkana mudah membawa Arsha ke dalamnya.“Duh ... sakit,” ringis Arsha dengan mata terpejam.“Sabar, Ca ... gue bawa lo ke rumah sakit sekarang,” ujar Arkana, tangannya mengusap kepala Arsha yang dibalas anggukan oleh sang Kakak ipar.“Zara, lo temenin Caca d
Arkana mengusap wajah lalu menyugar rambutnya ke belakang sambil menjatuhkan bokongnya di kursi ruang tunggu.Seperti mimpi, akhirnya ia bertemu kembali dengan gadis yang selama ini ia cari tanpa henti.Gadis itu kini duduk di sampingnya, tapi hubungan mereka tidak pernah baik jadi pasti Zara juga enggan menceritakan kisah hidupnya terlebih tadi ia mencecarnya dengan kasar.Arkana mengembuskan napas pelan. “Sorry ... gue cuma pengen tau kenapa lo ngilang, ” katanya kemudian dengan nada lebih lembut.Arkana ingat bagaimana dirinya selalu menjaili Zara semasa SMA, tiada hari tanpa membuat kesal gadis itu.Bagi Arkana, wajah memberengut kesal Zara sangat cantik dan sedap dipandang mata selain lucu karena bibirnya selalu mengerucut.Sampai akhirnya Arkana menuliskan nama Zara di hatinya, ia jatuh cinta kepada gadis itu karena sebuah kutukan.Semuanya dimulai ketika hari senin pagi, hari yang sangat Arkana benci karena harus kembali ke sekolah setelah menghabiskan masa liburan kenaikan kel
Zara memandangi dua bayi kembar yang baru saja lahir ke dunia, begitu cantik dan sangat beruntung karena lahir ditengah-tengah dua keluarga yang kaya raya.Ia mengesah mengingat dulu pernah menjadi orang kaya dan menikmati segala kemewahan.Tuhan begitu mudah merubah nasib seseorang seperti membolak-balikan telapak tangan.Sekarang kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat tapi Zara patut bersyukur karena telah terbebas dari Jordi.Ia dan keluarganya bisa kembali ke Negaranya dan memulai hidup baru.Sebuah sentuhan di pundak membuat Zara menoleh. Arkana, pria itu masih saja mengikutinya.Sebetulnya apa yang dia mau?“Arsha udah masuk ruang rawat, kita ketemu dia dulu trus pamit ... nanti gue anter lo pulang,” ujar Arkana mengatur sesuka hati.Zara menghadapkan tubuhnya secara sempurna ke depan Arkana, dagunya terangkat menatap lekat mata pria yang tidak bisa ia pungkiri jika Arkana yang sekarang jauh lebih tampan dengan tubuh kekar berisi sedikit berbeda dari Arkana yang dulu