Prince, pria itu baru saja selesai bertemu dengan beberapa klient penting serta melakukan beberapa rapat seperti biasa. Kini, dirinya kembali untuk menyelesaikan beberapa dokumen yang harus lolos analisanya serta ditandatangani hari ini juga.Namun, sebelum itu ia memilih untuk memeriksa ponselnya terlebih dahulu yang sedari pagi sudah ia aktifkan mode silent. Sehingga, suara pesan maupun telepon serta notifikasi lainnya tidak dapat mengganggu.Banyaknya pesan dari Niana serta panggilan tak terjawab dari gadis itu membuatnya menautkan alis merasa bingung. Tidak biasanya Niana seperti ini. Dengan cepat Prince membuka pesan-pesan yang dikirim gadisnya, sontak suasana hatinya yang sedang baik-baik menjadi buruk seketika.Pria itu segera bangkit dari kursi kekuasaannya dan keluar dari ruangan itu sambil menyuruh Leo untuk menyiapkan mobil. Kali ini dirinya akan pergi sendiri.“Kau hendak ke mana, Bos?” tanya Jordan ketika melihat Prince jalan tergesa-gesa sambil menempelkan ponsel di teli
Niana hanya bisa diam ketika tubuhnya perlahan di masukkan ke dalam mobil milik Prince. Terlihat pria itu juga memasangkan sabuk pengaman pada tubuhnya sebelum kembali memutari mobil dan duduk di sampingnya untuk mengemudi.Niana sama diamnya dengan Prince. Jika Prince diam karena sedang berusaha meredam amarah agar tidak meledak pada Niana, sedangkan Niana diam karena masih mengingat betapa nikmatnya ciuman Prince tadi. “Sayang, kamu marah?” tanya Niana takut-takut ketika mobil yang dikemudikan oleh Prince mulai meninggalkan area rumah sakit.Alih-alih menjawab, Prince justru hanya diam dan semakin memfokuskan diri pada stir kemudi daripada menjawab pertanyaan seorang gadis yang ada di sampingnya.Rasa bersalah mulai menggelayuti hati Niana ketika Prince tidak menjawab pertanyaannya atau bahkan hanya meliriknya sedikit saja. Pria itu hanya diam seolah peertanyaannya tadi hanya sebuah angin lalu. Jika sudah seperti ini, Prince pasti marah.Sesampainya di mansion, Prince kembali menga
Niana dibuat menjerit ketika salah satu telapak tangan besar Prince menangkup salah satu gundukkannya dan diremas begitu kuat. Niana diam merasakan sakit pada salah satu buah dadanya, rasanya seperti hendak dipecahkan oleh prianya. Sedangkan yang berbuat sedang merutuki kesalahannya ketika tidak bisa mengontrol diri. Sungguh, melihat dua bongkahan bulat lagi halus, siapa yang tidak gemas?“Sayang, maafkan aku. A-aku tidak sengaja,” ujar Prince sedikit tergagap. Pria itu bingung hendak melakukan apa. Mengusapnya? Oh tidak, yang ada malah melakukan hal yang sama seperti tadi.Niana yang masih mendekap dua buah dadanya pun kembali mengalihkan atensinya pada Prince, terlihat jelas jika pria itu tengah panik. Perlahan ia melepaskan kedua tangannya yang saling mendekap, tatapannya masih tertuju pada Prince yang masih menyesal.“Selama ini ... siapa yang memuaskan kebutuhan biologismu, Sayang?” tanya Niana secara tiba-tiba.Prince yang sedang merasa bersalah pun terperangah mendengar pertan
Setelah berkali-kali gagal membuat bercak kemerahan di leher Prince seperti yang pria itu lakukan, namun tidak menutup kemungkinan jika Niana tetap berhasil melakukannya. Terbukti dengan 3 tanda cinta pada leher Prince.Satu di sebalah kanan, dan dua lainnya di sebelah kiri dengan jarak yang tak terlalu jauh.Niana menatap bangga pada hasil karyanya meskipun tidak sebanyak yang Prince berikan padanya. Namun itu semuanya sudah lebih dari cukup karena melewati proses yang cukup panjang.“Apakah sudah puas, Sayang?” tanya Prince seraya menatap penuh cinta pada kekasihnya.Posisinya saat ini bukan lagi duduk bersisihan atau berpangkuan, melainkan berbaring bersama dengan Niana kini berada di pelukan hangat Prince. Kemeja pria itu sendiri sudah tidak beraturan, setengah kancing atasnya sudah terlepas membiarkan dada sexy itu dinikmati oleh mata indah Niana.“Sangat puas!” jawab Niana.Di tengah menikmati pelukan serta usapan lembut Prince pada kepalanya, tiba-tiba saja Niana diingatkan ole
Pagi hari yang lebih cerah dari kemarin menyambut bahagia Niana yang baru saja membuka mata. Gadis itu menatap sekitarnya, tampak ia sudah berada di kamarnya sendiri tidak seperti tadi malam. Di mana, ia sempat menemani Prince bekerja terlebih dahulu di kamar pria itu sendiri.Hari ini, dirinya akan seperti biasa melakukan sarapan bersama dengan kekasihnya. Tampak Prince sudah jauh lebih segar dengan setelan kantor yang melekat sempurna membuat kesan tampannya meledak-ledak. Niana sendiri bahkan sampai pusing melihat kekasihnya yang semakin ke sini semakin tampan.Prince yang sudah berada di dalam lift pun segera menekan nomor 2 tempat di mana kekasihnya berada. Mungkin saat ini Niana baru membuka mata mengingat gadisnya itu tidur cukup larut malam demi bisa menemaninya.“Hello, My Bunny. Sarapan terlebih dahulu, okay?” pinta Prince yang melihat Niana baru saja selesai mencuci muka serta menggosok gigi.Gadis itu mengangguk lucu, segera berlari kecil untuk menghampiri kekasihnya yang
Prince tidak sanggup menahan amarahnya ketika melihat Niana gadis kesayangannya didorong cukup kuat oleh seseorang yang tidak ia sukai. Siapa lagi jika bulan Callista?"Apa yang kau lakukan?!" sentak Prince sambil berlari menghampiri Niana dan membawanya ke dalam pelukan.Callista tersentak kaget ketika melihat Prince secara tiba-tiba memeluk gadis yang ia perlakukan dengan kasar. Jantungnya hampir saja jatuh.Tangan kokoh Prince terlihat sangat ringan ketika mengayun di udara dan menampar pipi Callista cukup kuat. Saking kuatnya Callista sampai terpental dan terbentur pada tembok.Niana menutup mulutnya menggunakan salah satu tangan, tidak menyangka jika kekasihnya akan melakukan hal sekeras itu pada sosok perempuan. Ya ... meskipun dirinya tahu jika perempuan itu sudah kurang ajar padanya."Keluar dari sini sekarang juga, kau resmi dipecat!"Sudah ditampar, dipecat pula. Siapa yang tidak sakit merasakan dua hal kejam itu secara bersamaan.Dada Callista tampak kembang kempis menahan
Niana bahagia ketika mengetahui sang kekasih pulang lebih awal dari biasanya, itu artinya ia bisa lebih lama bermanja-manja pada pria pujaannya. Padahal, tadi siang selepas makan bersama dengan Prince, pria itu menyempatkan diri untuk bermanja terlebih dahulu. “Hello, My Bunny. Sudah rindu aku lagi, hm?” tanya Prince yang saat ini tengah membawa Niana ke dalam gendongannya seperti biasa. Kedua kaki mungil gadis itu pun dengan spontan melingkar pada pinggangnya.“Tentu saja! Kalau tidak takut perusahaanmu bangkrut, aku ingin mengurungmu selamanya agar aku bisa bermanja sepanjang hari. Sayang sekali kekasihku ini seorang pimpinan dari ribuan manusia, dan aku sangat memakluminya,” celoteh Niana tanpa peduli pada tubuhnya yang dibawa oleh Prince.“Hm, akan aku usakan untuk selalu memanjakanmu di sela-sela waktuku. Sesibuk apapun pekerjaanku tetap kamu yang menjadi prioritas utama,” balas Prince seraya menatap penuh cinta pada gadisnya.Pipi Niana mendadak bersemu mendengar ucapan manis s
Prince semakin mengeratkan kedua tangannya untuk memeluk Niana, terasa jika tubuh gadis itu sudah jatuh tidur sepenuhnya.“Cepat sekali,” bisik Prince agar tidak mengganggu yang ia anggap tengah tidur pulas. Memakan waktu hampir dua jam lebih untuk kembali pada hunian mereka. Kini, mobil yang menampung dua orang penting itu mulai terparkir tepat di depan teras mansion. Leo dengan cepat membantu Prince untuk membukakan pintu.Sampai detik ini pun Niana belum mengeluarkan tanda-tanda untuk bangun, sedangkan Prince sendiri tetap mengira jika Niana memang sedang pulas tertidur. Pria itu segera membawa gadisnya ke dalam kamar untuk istirahat, ia belum menyadari jika ada yang janggal pada Niana.Dengan penuh hati-hati Prince menaruh tubuh mungil Niana di atas tempat tidur, ia juga segera melepas sepatu yang masih melingkar pada telapak kaki kekasihnya. Setelah itu, ia pun menarik selimut untuk menutupi tubuh Niana.Prince duduk di samping gadis itu, membelai lembut wajah Niana yang ... din