"Temani aku, kumohon..." Brianna berkata dengan mata yang berkaca-kaca.Steven mendesah pelan sebelum melepaskan jasnya, kemudian melonggarkan dasi dan membuka kancing paling atas kemejanya. Lalu Steven mengambil tempat di sebelah Brianna, berbaring di sisi wanita itu.Brianna segera memeluk tubuh Steven dan membenamkan wajahnya pada dada Steven. Steven merasakan bajunya menjadi panas. Dia menundukkan kepalanya dan melihat bajunya sedikit basah."Apa kamu menangis? Ada apa?" Tanyanya dengan lembut sambil mencoba melihat wajah Brianna."Tidak!" Brianna menolak melihat Steven, dan semakin mengeratkan pelukannya pada pria itu.Steven pun tidak memaksanya. Dia hanya berbaring dan mengusap rambut Brianna. Brianna pun merasa sedikit lebih santai dan nyaman berada di dekapan Steven."Steven... Bagaimana jika..." kata-kata Brianna tercekat di tenggorokannya."Hmm?" 'Bagaimana jika aku mencintaimu? Bagaimana jika aku mengandung anakmu?' Hati Brianna dipenuhi dengan pertanyaan yang tak dapat d
"Kamu membuatku kaget!" Sontak Brianna menolehkan kepalanya dan melihat Steven sedang berjalan menghampirinya. Brianna memegangi dadanya yang berdebar karena kaget."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Steven mengulangi pertanyaannya lagi.Brianna menyunggingkan senyuman tipis. Wajahnya sudah tidak pucat seperti tadi pagi lagi. Brianna memalingkan pandangannya dari Steven yang menawan, dan mendongakkan kepala melihat bintang yang bersinar terang malam itu."Aku bosan di dalam kamar, jadi aku jalan-jalan sekalian menurunkan makan malamku tadi."Steven berjalan ke samping Brianna, dan ikut duduk di ayunan panjang yang sedang di duduki Brianna. Steven mengambil alat tes kehamilan dari saku celananya dan menunjukkannya pada Brianna."Apa kamu sedih karena ini?" Tanya Steven pelan.Brianna terperangah melihat alat tes kehamilan yang dipegang Steven. 'Mengapa dia bisa menemukannya?' Brianna terdiam cukup lama sebelum menemukan suaranya kembali."Aku...." Brianna menggigiti bagian dalam b
"Aku benar-benar tidak ada hubungan seperti yang kalian pikir dengannya. Dia itu... dia itu teman dari temanku." Brianna susah payah mencari jawaban.Mata Arron menyorotkan sedikit rasa kecewa saat mendengar jawaban Brianna, namun dengan cepat sorot itu hilang dengan senyuman."Sudah, ayo dimakan makananmu.""Brie, kamu mau ikut kami ke mal tidak? Kami mau mencari gaun untuk pesta tahunan nanti." Lili bertanya dengan suara manja.Brianna menimbang sejenak sebelum memberikan jawabannya."Baiklah.""Arron, kamu mau ikut?" Lili melontarkan pertanyaannya pada pria yang disukainya itu."Tidak, terima kasih. Kalian para wanita berbelanja, aku hanya akan jadi pembawa kantong belanjaan kalian." Tolak Arron sambil tertawa, kemudian diikuti para wanita.Sore harinya sepulang kerja mereka berempat, Lili, Jenifer, Elizabeth, dan juga Brianna, pergi ke mal yang letaknya tidak jauh dari gedung kantor tempat mereka bekerja. Mereka berjalan kaki ke pusat perbelajaan kelas atas."Hei, seharusnya kita
Mobil Steven berhenti saat lampu merah menyala. Steven menangkup wajah Brianna dan menanamkan ciuman di bibir wanita itu. Mata Brianna membesar seketika karena terkejut dengan aksi Steven, sebelum dia memejamkan mata, ikut terbuai dalam ciuman menggoda pria itu.Steven memegang belakang leher Brianna dan memperdalam ciuman mereka. Suasana di dalam mobil menjadi panas dan bergairah, membuat mereka lupa kalau mereka sedang berada di tengah jalan!'Beep... Beep...!!!'Brianna tersentak dengan bunyi klakson dari mobil di belakang mereka. Wanita itu membuka matanya dan mendorong pelan Steven, mengakhiri ciuman mereka. Pipi Brianna terasa panas saat dia mengingat mereka berciuman di dalam mobil. Steven melenguhkan nafas dan menggenggam setirnya kembali, dan segera menjalankan mobilnya.Steven membawa Brianna ke The Luxury Hotel dan memesan ruangan VIP seperti biasanya. Restoran berbintang lima seperti ini biasanya tidak memiliki sup pedas di dalam menu mereka, tapi begitu Steven membuka mul
Di sebuah restoran berbintang, Steven sedang duduk makan siang bersama Selena. Steven memakan makanannya dengan tenang dan elegan. Selena yang duduk berseberangan dengannya berusaha memulai perbincangan. Selena mengangkat gelas anggurnya dan mengangkatnya."Mari bersulang, Sayang..."Steven mengangkat gelasnya, tapi bukan gelas yang berisi anggur. Dia mengangkat gelas berisi air minum dan menjentikkannya pada gelas Selena sebelum meminumnya."Kenapa kamu tidak meminum anggurnya?" Tanya Selena setelah menyesap anggurnya."Aku masih harus kembali bekerja. Aku tidak pernah minum saat bekerja, Selena, kau tahu itu." Jawab Steven santai."Baiklah... Sayang, aku dengar perusahaanmu akan mengadakan pesta tahunan besok?""Hmmm...""Apa aku boleh mendampingimu di pesta besok?""Kamu tidak ada acara?""Aku tidak ada jadwal besok.""Hmmm..." Steven bergumam pelan."Sayang... Kenapa aku merasa sepertinya kamu berubah?""Kenapa denganku?""Sepertinya kamu tidak senang makan siang denganku?" Tanya
Brianna duduk diam di dalam mobil tanpa suara dan melihat keluar jendela. Steven sesekali melirik Brianna, namun pada akhirnya dia tidak mengajaknya berbicara. Saat tiba di pusat rehabilitasi, Brianna langsung turun dari mobil dan berjalan tanpa menunggu Steven.Steven turun dari mobil dan langsung berlari menyusul Brianna."Brie... Ada apa denganmu?" Tanya Steven sambil menarik tangan Brianna."Aku tidak apa-apa, tidak perlu mengurusiku, urus saja kekasihmu itu!""Apa kamu marah?" Steven melihat Brianna dengan menyipitkan mata."Tidak. Apa yang membuatku marah?" Jawab Brianna dengan suara meninggi.Brianna meninggalkan Steven di belakang dan berjalan menuju kamar Samantha. Saat Samantha melihat kedatangan putrinya, senyum di wajah Samantha mengembang. Tapi kata-kata pertama yang ditanyakannya adalah,"Dimana Steven?""Aku disini Bu..." Terdengar suara maskulin Steven dari belakang Brianna. Steven masuk ke dalam kamar selang beberapa detik setelah Brianna. Samantha dapat melihat kete
Steven mengenakan setelan jas rompi dan celana panjang hitam, yang membuatnya tampak gagah dan elegan. Selena memakai gaun merah seksi yang memamerkan kakinya yang jenjang. Dia menggandeng mesra tangan kiri Steven sambil memamerkan senyuman lebar di wajahnya.Mereka berjalan bersama memasuki ruangan acara, seperti pengantin yang berjalan diatas karpet menuju altar. Brianna melihat mereka berjalan dengan mata yang pedih. Dia memegang gelas sampanye dengan tangan gemetar. Matanya tidak sanggup lagi melihat suaminya menggandeng tangan wanita lain. Brianna mencari alasan untuk permisi dan meninggalkan keramaian itu. Saat wanita itu berbalik pergi, mata Steven tertuju padanya dan melihat punggungnya semakin menjauh.Brianna mengambil gelas anggur dan berjalan menuju sudut ruangan dan menyendiri di sana meminum anggurnya."Halo Nona... Boleh aku berkenalan denganmu?" Seorang pria datang menghampiri Brianna. Brianna membalas pria itu dengan sopan santun."Hai... tentu saja." Balas Brianna
Sebuah bayangan dengan cepat melesat, memukul Peter sampai terjatuh. Pria itu tidak punya kekuatan lagi untuk bangun. Arron yang ada di sampingnya, melihat lawannya itu jatuh dengan tatapan terkejut.Namun yang membuatnya terkejut bukan hanya itu saja. Dia mendongakkan kepala melihat siapa orang yang berhasil mukul jatuh lawannya tadi. Itu adalah James Rooney!Siapa yang tidak kenal dengan James? Dia adalah asisten pribadi yang selalu berada di sisi Tuan Pierce. Orang-orang menjulukinya James Bond karena wajahnya yang tampan dan penampilannya yang klimis, tapi ekspresinya selalu terlihat dingin. "Terima kasih, tuan Rooney!" kata Arron dengan sopan.Namun kata-katanya segera tercekat saat pria itu melihat hal yang sangat mencengangkan! Dia melihat Steven berjongkok dan mengangkat tubuh Brianna, menggendong wanita itu dengan kedua tangannya!Arron segera bereaksi dengan spontan. Pria itu mendekati dan mencoba mengambil Brianna dari tangan Steven."Tuan Pierce, biar saya saja yang mengg