"Cepat Roy!! Mereka akan mengejar kita!"Roy mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar tidak terkejar oleh mereka. Mereka mengebut di jalan tebing yang sangat berbahaya. Jalan tebing yang berkelok-kelok dan minim cahaya. Dibawah mereka membentang sungai terbesar dan terpanjang di dunia. "Roy, kita pasti akan tertangkap oleh mereka!" Teriak Selena panik.Roy kehilangan konsentrasi karena suara Selena, dan menyerempet pembatas jalan, sebelum akhirnya dengan cepat berhasil mengendalikan kembali kemudinya."Hati-hati, Roy! Kita akan mati lebih dulu sebelum mereka menangkap kita!""Kau diamlah, Selena!" Bentak Roy. "Kita tidak akan berhasil Roy...""Dia tidak akan berani macam-macam... Wanitanya ada ditangan kita."Sementara itu, Steven mengejar mobil Roy tertinggal beberapa ratus meter dibelakang. Steven menggunakan mobil butut milik Roy, sementara Roy menggunakan mobil Steven, yang walaupun bukan mobil sport edisi terbatas, tapi mobil itu bisa melaju dengan kecepatan tinggi.Beberapa
"Steven.." Terdengar suara Brianna yang panik dan ketakutan."Steven tolong aku..." Brianna berteriak dari dalam sebuah mobil.Tiba-tiba mobil itu meledak dan api menelan tubuh Brianna. "Aaahhh..." Teriakan Brianna membuat Steven tersentak membuka matanya. Steven menemukan dirinya terbaring di sebuah kamar rumah sakit. "Brianna!" Sontak pria itu bangun dari ranjang, namun tangan James menahan bahunya."Dimana Briana? Sudah ada kabar tentang Brianna?" Tanya Steven dengan penuh kecemasan."Belum." Jawab James. "Polisi sudah mengevakuasi tempat kejadian. Selena ditemukan di salam mobil, sedangkan Roy ditemukan satu kilometer dari tempat kejadian. Tapi Brianna... masih belum ditemukan..." "Mengapa belum ketemu?? Cari terus!" Perintah Steven."Tim khusus sudah di kerahkan untuk mencari Brianna, dan Jo juga mengerahkan anak buahnya mencari Brianna. Kami akan terus mencarinya sampai ketemu, kau tenang saja.""Bagaimana aku bisa tenang?" Steven berkata lirih."Sial! Mengapa aku disini?" St
“Ah, kepalaku sakit.” Brianna bangun dari tidurnya sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. 'Apa yang terjadi denganku?'Wanita itu terbangun dengan rasa sakit di kepalanya. Tenggorokannya kering dan perutnya juga tidak nyaman. Dia terkejut menemukan dirinya sedang berbaring di ruangan VIP di kelab tempatnya bekerja.Malam itu dia minum lebih banyak daripada malam-malam sebelumnya. Brianna ke kamar mandi dan muntah. Dia merasa sangat tidak nyaman, perutnya bergejolak dan pandangannya berbayang, dan terakhir dia tidak sadarkan diri.Dia tidak ingat lagi apa yang terjadi dengannya, kemudian dia bangun dan berada di ruangan ini. Sebelum dia tidak sadarkan diri tadi, samar-samar dia melihat bayangan seseorang."Kamu sudah sadar?" Tiba-tiba terdengar suara pria di dekatnya. Suaranya dalam dan dingin, suara yang sudah lama tidak dia dengar.'Suara itu...'Brianna mendongakkan kepalanya dan menemukan seorang pria duduk disana menatapnya tajam. Pria itu... 'Steven...'Pria yang pernah s
"Apa kamu baik-baik saja, Brie?"Di sebuah butik yang terletak di sebuah mall terbesar di kota Old Coast, Brianna sedang berganti pakaian di ruang ganti.Beberapa malam berturut-turut Brianna menemani tamu minum banyak alkohol. Dan malam itu dia minum lebih banyak daripada malam-malam sebelumnya. Dia merasa mual dan perutnya tidak nyaman. "Ya aku baik-baik saja." Jawab Brianna tersenyum.."Tapi kamu terlihat pucat. Apa kamu sakit?" Jane Caddel rekan kerja Brianna di butik bertanya dengan cemas. Brianna baru tidur tiga jam sebelum kembali memulai harinya untuk bekerja dengan perut kosong. Pagi hari dia bekerja di restoran dan siang harinya Brianna bekerja di butik."Hanya kurang tidur, jangan khawatir." Brianna menjawab sambil mengoleskan lipstik merah di bibirnya.Bekerja di butik bermerek dengan baju, tas, dan sepatu mahal, menuntutnya untuk tampil rapi dan berdandan. Dia melihat dirinya di cermin, terlihat agak pucat. Mungkin dia kelelahan, ditambah lagi dia mabuk tadi malam, menye
'Apakah Steven mengatakan hal buruk tentangnya? Apakah dia akan dipecat?' Brianna bertanya-tanya mengapa sang bos memanggilnya. Brianna hanya bisa menuruti perintahnya."Kita lanjut nanti ya." kata Brianna pada Alice. Alice hanya menjawab dengan anggukan kepala.Brianna mengikuti Joe tanpa suara. Langkah mereka menyusuri jalan yang mengarah ke ruangan VIP yang biasa Steven berada. Semakin dekat dengan ruangan itu, jantung Brianna semakin berdetak kencang.Joe mengetuk pintu sebelum membuka pintu ruangan. "Steve, Brianna ada di sini." Dia berkata kepada Steven. Kemudian Joe memberi isyarat agar Brianna masuk ke dalam dan kemudian dia pergi.Dengan gugup Brianna memasuki ruangan dan menutup pintu. Steven sedang duduk di sofa menyilangkan kaki dan ditangannya memegang segelas minuman. Dia seperti patung maha karya yang dipahat sempurna.Steven melihat tajam mata Brianna. "Kemarilah, temani aku minum." Perintah Steven.Brianna menghembuskan napas dengan frustasi. 'Mengapa aku tidak bisa m
Brianna membuka mata, dan menyadari dia berada di dalam mobil. Matanya samar-samar melihat kilau lampu jalanan, perlahan-lahan pandangan matanya semakin terlihat lebih jelas. Dia sedang terbaring di jok belakang mobil."Kamu sudah sadar?" Suara Steven dari belakang kemudi membuat pikiran Brianna menjadi lebih sadar. Dia terduduk dan menemukan mata Steven melihatnya dibalik kaca spion."Aku kenapa?" Tanya Brianna lemah."Kamu pingsan lagi. Kenapa kamu selalu pingsan saat bersamaku? Kalau kamu lemah, jangan minum, jangan bekerja di kelab malam." "Kita mau kemana?""Aku akan mengantarmu ke rumah sakit." Jawab Steven."Jangan! Jangan kerumah sakit.. Aku hanya terlalu banyak minum, minum pereda mabuk sudah cukup, tidak perlu ke rumah sakit." Brianna panik mendengar Steven akan membawanya ke rumah sakit. Kantongnya sudah cukup terkuras untuk membayar sewa kontrakan. Dia tidak punya lagi uang untuk membayar rumah sakit. Brianna tahu dia mempunyai sakit maag yang cukup parah. Dia hanya perlu
"Ayo pergi." Steven dengan cepat mengambil salah satu buku merah, dan berjalan keluar gedung catatan sipil dengan suasana hati yang baik.Brianna mengikuti dari belakang mencoba menjajarkan posisi mereka. Mereka berjalan dalam diam sampai masuk kedalam mobil."Aku tidak percaya pada akhirnya aku benar-benar menjual diriku untuk uang." Brianna bergumam pelan namun Steven masih dapat mendengarnya."Mulai sekarang kamu adalah milikku." Tanpa menunggu reaksi Brianna, Steven dengan kasar memegang wajah Brianna, dan menciumnya ciuman dengan menuntut. Sebelum Brianna sempat bereaksi, Steven sudah melepaskan ciumannya dan tersenyum menggoda. Brianna masih kaget. Dia tidak berani mengeluarkan suara ataupun bergerak. Steven melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan. Brianna tidak bisa membayangkan bahwa semua yang ada dihadapannya adalah nyata. Pria yang ada disampingnya kini adalah suaminya.'Suatu hari, aku akan meminangmu, dan aku akan membuatmu bahagia.' Brianna teringat ucapan Stev
"Aku sedang tidak ingin berdebat, Steve." Jawab Brianna lemah.Tanpa menghiraukan Steven, wanita itu mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian pergi meninggalkan Steven. Steven membuang napas dengan kasar. Dia tahu selama ini Brianna masih bekerja di Golden Sky, karena kelab itu adalah milik sahabatnya. Kalau bukan Steven yang mengijinkannya, Brianna tidak mungkin masih bekerja disana. Tapi dia tidak habis pikir mengapa Brianna masih bekerja di kelab, padahal Steven sudah memberinya uang yang cukup besar setiap bulannya.Brianna menghentikan taksi dan naik ke dalamnya."Ke Golden Sky, terima kasih." Brianna berkata pada sopir taksi. Brianna menutup matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.Belakangan ini Brianna merasa tertekan karena sikap Steven padanya. Mereka menikah hanya karena manfaat satu sama lain. Sejak Brianna menolaknya di hari pencatatan nikahnya, Steven tidak pernah menyentuh Brianna lagi. Dan entah mengapa, itu membuat Brianna tertekan.Dulu