Brianna membuka mata, dan menyadari dia berada di dalam mobil. Matanya samar-samar melihat kilau lampu jalanan, perlahan-lahan pandangan matanya semakin terlihat lebih jelas. Dia sedang terbaring di jok belakang mobil.
"Kamu sudah sadar?" Suara Steven dari belakang kemudi membuat pikiran Brianna menjadi lebih sadar. Dia terduduk dan menemukan mata Steven melihatnya dibalik kaca spion."Aku kenapa?" Tanya Brianna lemah."Kamu pingsan lagi. Kenapa kamu selalu pingsan saat bersamaku? Kalau kamu lemah, jangan minum, jangan bekerja di kelab malam.""Kita mau kemana?""Aku akan mengantarmu ke rumah sakit." Jawab Steven."Jangan! Jangan kerumah sakit.. Aku hanya terlalu banyak minum, minum pereda mabuk sudah cukup, tidak perlu ke rumah sakit."Brianna panik mendengar Steven akan membawanya ke rumah sakit. Kantongnya sudah cukup terkuras untuk membayar sewa kontrakan. Dia tidak punya lagi uang untuk membayar rumah sakit. Brianna tahu dia mempunyai sakit maag yang cukup parah. Dia hanya perlu minum obat maag yang selalu ada di tasnya.Steven menatapnya tajam dari balik kaca spion, mengirimkan sensasi dingin ke tulang punggung Brianna."Kumohon Steve..." Brianna membalasnya dengan tatapan pilu. Entah mengapa hati Steven melembut mendengar permintaan Brianna."Baiklah, aku akan antar kamu kerumahmu." Kata Steven pelan tapi juga dingin."Tidak perlu. Turunkan saja aku dipinggir jalan.""Kamu pikir ini jam berapa, Brie? Tidak ada bus atau taksi lagi jam segini. Kamu mau pulang jalan kaki? Aku antar kerumahmu atau ke rumah sakit?" Kesabaran Steven mulai hilang.Brianna tidak mungkin membuat Steven mengantarnya ke rumah sakit. Tapi dia juga tidak mau Steven melihat kontakannya yang bobrok. Tapi lebih baik dia pulang ke rumahnya daripada dia harus membayar rumah sakit.Lima menit kemudian mobil mewah Steven berhenti di sebuah gang. Didepannya terlihat bangunan rumah susun yang sangat sederhana."Kamu tinggal disini?" Tanya Steven mengernyitkan dahinya.Sebenarnya Steven sudah tahu dimana Brianna tinggal. Dia memerintahkan asistennya menyelidiki Brianna, dan tahu alamat tempat tinggal Brianna. Tapi jauh dari pikirannya kalau tempat tinggalnya sekumuh ini.Seingat Steven dulu Brianna tinggal dirumah yang mewah. Ayahnya adalah seorang pengusaha perhiasan yang cukup ternama di kota itu.'Mengapa dia menyewa rumah ditempat seperti ini?' batin Steven."Ya. Terima kasih sudah mengantarkanku." Brianna membuka pintu mobil dan keluar dari mobil mewah Steven. Dengan cepat Steven keluar dari mobil juga mengikuti Brianna. Dia memegang pergelangan tangan Brianna dan menariknya ke pelukannya."Aku bisa memberimu uang untuk keluar dari tempat kumuh ini, Brie. Bahkan kamu tidak perlu bekerja lagi di kelab malam itu." Steven berkata dengan suara yang menggoda."Lepaskan aku Steven!" Brianna mendorong dada Steven, mencoba membebaskan diri dari pelukan pria itu. Namun dia menyerah beberapa detik setelahnya. Brianna sadar tenaganya tidak cukup besar untuk menyingkirkan tubuh kekar Steven."Kumohon, lepaskan aku dan kita bicara baik-baik." Brianna berkata lemah dan memelas.Steven melepaskan pelukannya dengan enggan."Sekarang katakan apa maumu?" Tanya Brianna dengan suara serak."Menikahlah denganku.""Apa?" Brianna terkejut."Menikah denganku!" Nada Steven sangat bertekad."Bukankah kamu ingin tidur denganku? Kalau kamu hanya ingin tubuhku, buat apa repot-repot menikah denganku? Katakan saja ingin tidur beberapa kali? Aku akan memuaskanmu." Brianna tersenyum dingin. Jauh didalam dirinya dia merasa terluka karena Steven memandang rendah dirinya.Steven memperpendek jarak diantara mereka. Wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Steven memegang wajah Brianna, "Kamu salah. Memang benar aku ingin tubuhmu, benar aku ingin tidur denganmu, tapi aku ingin tidur dengan istriku sendiri, istri yang sah."'Apa sebenarnya yang direncanakan Steven. Tidak mungkin dia masih mencintaiku kan? Atau ini adalah caranya membalas dendam kepadaku?' Suasana menjadi sunyi, tidak ada suara yang keluar dari mulut Brianna.."Kalau kamu menikah denganku, aku akan memberimu biaya hidup yang lebih dari cukup. Kamu tidak perlu lagi tinggal di tempat kumuh ini, aku punya apartemen di kota, kamu bisa tinggal disana. Kamu juga tidak perlu bekerja di kelab malam.""Aku baik-baik saja dengan hidupku." Brianna berjalan dengan cepat berjalan menjauhi Steven."Kamu sibuk mabuk-mabukan, kamu bilang itu baik-baik saja? Kamu lebih memilih minum-minum bersama orang yang tidak kamu kenal dan menggoda pria-pria itu daripada menikah denganku?"Brianna menghentikan langkahnya, dan mengepalkan tangannya. Kata-kata Steven melukai hatinya, air matanya mengalir membasahi pipinya. Tapi dia tetap berjalan menjauhi Steven. Jauh di dalam lubuk hatinya, Brianna masih mencintai Steven dan betapa dia ingin menikah dengan pria itu.Brianna memasukkan kunci dan membuka pintu kontrakannya, dan menyeret tubuhnya yang lelah masuk ke dalamnya. Dia mengambil obat di tasnya dan langsung meminumnya, setelah itu Brianna tertidur.Brianna terbangun karena bunyi ponselnya, sebuah pesan masuk.'Tagihan rumah sakit atas nama Nyonya Samantha Raven sebesar tiga puluh juta, harap segera dibayarkan untuk kelancaran proses pengobatan.'Tangan Brianna bergetar melihat pesan yang masuk itu. Biaya pengobatan ibunya semakin hari semakin bertambah mahal. Briana sudah tidak punya uang lagi setelah semua uangnya selama beberapa hari ini bekerja di kelab dipakai untuk membayar sewa kontrakan.Brianna menguburkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Tiba-tiba ide gila melintasi pikirannya. Dia meraih ponselnya dan mencari sebuah nomor kontak. Nomor yang selama ini dia blokir. Brianna mencoba menelepon nomor itu."Halo..." Suara berat terdengar."Bisakah kamu memberikanku tiga puluh juta?" Suara Brianna terdengar serak dan ragu-ragu."Kamu tahu apa syaratku?" Tanya Steven."Aku akan menikah denganmu." Brianna menjawab tanpa ragu.'Tidak ada ruginya menikahinya. Biarlah jika dia mau menyiksaku atau mempermainkanku, yang terpenting sekarang pengobatan ibuku bisa berjalan.'"Oke. Aku tunggu jam 8 di Kantor Catatan Sipil, kita akan mendaftarkan pernikahan.""Hari ini?" Brianna tercengang."Ya, atau menurutmu?" Steven terdengar serius."Apa kamu takut aku tidak akan menepati janjiku? Apakah kamu tidak percaya padaku?""Tentu saja aku tidak percaya padamu. Wanita sepertimu tidak dapat dipercaya!" Jawab Steven dingin.Brianna tersenyum pahit mendengar kata-kata Steven. Pria itu bersikap dingin padanya, namun Brianna tidak tahu, betapa Steven sangat menunggu hari ini...Kurang dari satu jam kemudian, Brianna memegang sebuah buku kecil berwarna merah dengan takjub."Begitu saja? Dan aku sudah menikah?" Tanyanya tidak percaya.'Dan aku menikah dengan Steven?'Entah bagaimana cara Steven? Pria itu sudah mempersiapkan semua dokumen-dokumen yang diperlukan, surat-surat Brianna pun ada ditangannya, bahkan foto mereka sudah diedit."Ya, selamat! Anda berdua sudah sah menjadi pasangan suami istri. Semoga pernikahan Anda bahagia." Ujar seorang pegawai yang memproses pencatatan nikah mereka."Ayo pergi." Steven dengan cepat mengambil salah satu buku merah, dan berjalan keluar gedung catatan sipil dengan suasana hati yang baik.Brianna mengikuti dari belakang mencoba menjajarkan posisi mereka. Mereka berjalan dalam diam sampai masuk kedalam mobil."Aku tidak percaya pada akhirnya aku benar-benar menjual diriku untuk uang." Brianna bergumam pelan namun Steven masih dapat mendengarnya."Mulai sekarang kamu adalah milikku." Tanpa menunggu reaksi Brianna, Steven dengan kasar memegang wajah Brianna, dan menciumnya ciuman dengan menuntut. Sebelum Brianna sempat bereaksi, Steven sudah melepaskan ciumannya dan tersenyum menggoda. Brianna masih kaget. Dia tidak berani mengeluarkan suara ataupun bergerak. Steven melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan. Brianna tidak bisa membayangkan bahwa semua yang ada dihadapannya adalah nyata. Pria yang ada disampingnya kini adalah suaminya.'Suatu hari, aku akan meminangmu, dan aku akan membuatmu bahagia.' Brianna teringat ucapan Stev
"Aku sedang tidak ingin berdebat, Steve." Jawab Brianna lemah.Tanpa menghiraukan Steven, wanita itu mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian pergi meninggalkan Steven. Steven membuang napas dengan kasar. Dia tahu selama ini Brianna masih bekerja di Golden Sky, karena kelab itu adalah milik sahabatnya. Kalau bukan Steven yang mengijinkannya, Brianna tidak mungkin masih bekerja disana. Tapi dia tidak habis pikir mengapa Brianna masih bekerja di kelab, padahal Steven sudah memberinya uang yang cukup besar setiap bulannya.Brianna menghentikan taksi dan naik ke dalamnya."Ke Golden Sky, terima kasih." Brianna berkata pada sopir taksi. Brianna menutup matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.Belakangan ini Brianna merasa tertekan karena sikap Steven padanya. Mereka menikah hanya karena manfaat satu sama lain. Sejak Brianna menolaknya di hari pencatatan nikahnya, Steven tidak pernah menyentuh Brianna lagi. Dan entah mengapa, itu membuat Brianna tertekan.Dulu
"Kenapa aku di sini?" Tanya Brianna lemah. Dia mencoba untuk bangun dan duduk.Steven dengan sigap membantunya untuk duduk. Dia menyelipkan sebuah bantal di belakang punggung Brianna agar lebih nyaman. Lalu menuang segelas air dan memberikannya kepada Brianna. "Minumlah dulu."Brianna mengambil gelas itu perlahan. Jemarinya bersentuhan dengan jari Steven, mengirimkan getaran ke seluruh sarafnya. Dia tertegun dengan perubahan sikap Steven padanya. Hangat. Sudah lama dia tidak merasakan kehangatan Steven. Dia menyesap air itu sedikit.Steven mengambil kembali gelas itu dan menaruhnya di meja kecil di sebelah ranjang."Kamu pingsan semalam. Bagaimana keadaanmu sekarang?""Aku merasa lebih baik." jawab Briana."Kamu menderita gastritis akut. Dokter berkata lambungmu iritasi. Dan aku lihat ada obat lambung di tasmu. Apakah kamu sudah sering mengalami ini?"Brianna menunduk dan memainkan jarinya, "Hanya sakit perut biasa. Obat itu hanya untuk berjaga-jaga.""Ayolah Brie, jangan bohong padak
"Dokter, apa yang terjadi dengan ibuku?" Tanya Brianna dengan napas tersenggal ketika dia mendapati dokter Smith ada di ruangannya."Perawat menemukan ibumu tidak sadarkan diri di kamar mandi. Sepertinya dia terjatuh dan kepalanya membentur sesuatu. Kami telah melakukan CT scan dan MRI dan kami menemukan pendarahan pada otak pasien. Sementara ini pasien dalam keadaan koma dan sedang berada di ruang ICU untuk penanganan lebih lanjut. Pasien harus dioperasi sesegera mungkin. Tapi...""Tapi apa dokter?" Tanya Brianna gemetar."Tapi dengan kondisi nyonya Raven, ada resiko operasi ini bisa membuat penglihatannya semakin hilang. Dan... biaya yang dibutuhkan juga sangat besar." Otak Brianna berdengung sesudah mendengar penjelasan dokter, tubuhnya hampir merosot. Untung Steven datang di saat yang tepat, dia langsung menangkap Brianna dan menopangnya untuk duduk. Steven berbicara dengan dokter, dan dokter mengulangi menjelaskan kondisi ibu Brianna. "Sebaiknya cepat diputuskan apakah akan dio
"Kelihatannya dia pria yang baik. Sejak kapan kalian bersama?" Samantha akhirnya membuka suara saat sedang berduaan saja dengan Brianna.Ponsel Steven tiba-tiba berdering, dan dia sedang keluar untuk menjawab teleponnya.Brianna menundukkan kepalanya untuk menjawab Samantha, "Kami pacaran beberapa tahun lalu, tapi kemudian perpisahan kalian membuatku tidak percaya lagi akan cinta, dan akhirnya aku memutuskan untuk berpisah dengannya. Tapi setelah kami bertemu lagi, dia berhasil meyakinkanku untuk menikah dengannya."'Ya, Steven berhasil menikahiku dengan uang.' pikir Brianna di dalam hatinya.Brianna tidak mungkin menjelaskan kepada ibunya bahwa dia menikah dengan Steven agar bisa membiayai pengobatan Samantha.Samantha memegang tangan Brianna, "Brie... Tidak semua orang seperti ayahmu. Jangan berkaca pada kegagalanku, tapi lihatlah diluar sana masih banyak yang berbahagia sampai maut memisahkan. Kamu berhak untuk bahagia. Aku bisa lihat dia sangat perhatianmu." Samantha menepuk pelan
Brianna tidak menyangka Steven akan memperlakukan dia dan Samantha dengan sangat baik. "Steven... Kamu terlalu sempurna untukku." Brianna menyentuh ranjang besar dan terlihat sedih.Steven adalah satu-satunya pria yang pernah ada di dalam hidupnya. Tapi dia tidak tahu bagaimana perasaan Steven padanya saat ini. Melihat perubahan sikap Steven pada Brianna, membuat Brianna memiliki sedikit harapan, mungkin hubungan ini akan berhasil.Brianna terperangah dengan kamarnya yang bahkan lebih luas daripada kamar apartemen tempat mereka tinggal sebelumnya. Kamar itu di dominasi warna putih dan abu-abu. Pakaiannya sudah terlipat rapi di lemari pakaian. Sebagian kecil adalah pakaian miliknya, sebagian besar lainnya adalah baju-baju baru yang disediakan Steven untuknya, berbagai model dan warna tergantung di sana. Seperti memindahkan butik ke dalam lemari pakaiannya. Ada juga meja rias dengan setumpuk produk mahal perawatan wajah, kulit, rambut, dan parfum.Malam hari....Brianna dengan hati-hat
"Wah.. wah... wah... Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini… Apa yang kamu lakukan di sini, Brianna?" Dia mencibir pada Brianna.Tanpa diduga Brianna berpapasan dengan Lisa Gonzales di kamar kecil. Wanita itu mengenakan gaun hitam super ketat, menunjukkan lekuk tubuhnya. Dia memiliki rambut pirang bergelombang panjang dan riasan tebal di wajahnya."Terserah apa yang mau kulakukan, bukan urusanmu. Toh hotel ini bukan milikmu..." Balas Brianna santai."Maaf, saya tidak bermaksud menghina, hanya saja seingatku, kau hanya bekerja sebagai penjaga toko pakaian. Tidak mungkin gajimu cukup untuk makan di restoran ini, kan." Melihat Brianna tidak meresponnya membuat hatinya mendidih. "Ah... Kamu di sini untuk 'terima pesanan' pria kaya, kan? Atau kamu mencari om-om senang?" Ujar Lisa dengan gaya yang dibuat-buat.Brianna mengepalkan tinjunya karena marah. Sudah satu tahun sejak terakhir kali mereka bertemu, Saat itu Brianna tak bisa membalas hinaan ibu dan anak itu karena statusnya
Keesokan harinya, saat Brianna bangun dari tidurnya, dia melihat Steven baring di sebelahnya, masih tidur lelap. Tanpa sadar Brianna memperhatikan Steven yang sedang tidur. Wajahnya tampan nyaris sempurna, hidungnya mancung, alis matanya tebal, bibirnya yang penuh membuatnya tampak menggoda."Sudah cukup melihatnya?" Tiba-tiba pria yang sedang tidur itu mengeluarkan suara mengagetkan Brianna.Dengan spontan Brianna bangkit dari ranjang, dan terhuyung-huyung karena pusing. Tangan Steven dengan sigap menangkapnya dan menariknya duduk kembali."Bangun tidur jangan langsung tiba-tiba berdiri seperti itu, otakmu akan kekurangan oksigen." Kata Steven sambil menatapnya dalam, membuat Brianna tidak berani membalas tatapan matanya.Steven bangun dan menelepon, "James, tolong bawakan pakaian untukku dan istriku. Dan minta bagian restoran membawakan sarapan. Terima kasih."Setelah menelepon dia pun masuk kamar mandi dan mandi. Setelah beberapa saat pusingnya hilang, Brianna kembali bangkit dari r