Share

Bab 6

"Aku sedang tidak ingin berdebat, Steve." Jawab Brianna lemah.

Tanpa menghiraukan Steven, wanita itu mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian pergi meninggalkan Steven. Steven membuang napas dengan kasar.

Dia tahu selama ini Brianna masih bekerja di Golden Sky, karena kelab itu adalah milik sahabatnya. Kalau bukan Steven yang mengijinkannya, Brianna tidak mungkin masih bekerja disana. Tapi dia tidak habis pikir mengapa Brianna masih bekerja di kelab, padahal Steven sudah memberinya uang yang cukup besar setiap bulannya.

Brianna menghentikan taksi dan naik ke dalamnya.

"Ke Golden Sky, terima kasih." Brianna berkata pada sopir taksi. Brianna menutup matanya dan setetes air mata mengalir di pipinya.

Belakangan ini Brianna merasa tertekan karena sikap Steven padanya. Mereka menikah hanya karena manfaat satu sama lain. Sejak Brianna menolaknya di hari pencatatan nikahnya, Steven tidak pernah menyentuh Brianna lagi. Dan entah mengapa, itu membuat Brianna tertekan.

Dulu Brianna tidak bisa minum alkohol, tapi sejak saat itu dia mulai meminum alkohol untuk menghilangkan rasa tertekannya.

"Hai Al..." Brianna menyapa Alice, teman baiknya.

"Hai Brie." Alice membalas Brianna dengan senyum yang lebar.

"Kamu tampak murung hari ini... Ada masalah?" Tanya Alice.

"Tidak ada yang luar biasa..." Brianna tersenyum lemah.

"Apa suamimu pulang?" Tanya Alice.

Ya, hanya Alice yang tahu kalau Brianna sudah menikah, walaupun Brianna tidak memberitahu informasi yang lengkap tentang suaminya itu. Brianna pun tidak mengenal Steven yang sekarang lebih jauh. Dia hanya tahu Steven yang sekarang adalah orang yang sukses.

"Ya... " Jawab Brianna singkat.

"Pelayan..." Seorang tamu memanggilnya.

"Aku melayani tamu dulu ya..." Kata Brianna sambil berdiri dan menghampiri tamu.

Sesudah beberapa gelas alkohol, Brianna mulai merasa pusing dan perutnya tidak nyaman. Dia cepat-cepat pergi ke ruang gantinya dan mengambil tasnya di loker. Dia merogoh tas mencari obat maag yang selalu ada di tasnya. Dia mengunyah tablet itu dan menelannya.

Tapi sesaat setelah menelannya, perutnya malah semakin bergejolak dan membuatnya memuntahkan isi perutnya. Brianna meringkuk memegang perutnya, keringat dingin membasahi keningnya. Brianna mencoba bangkit berdiri, namun kakinya terasa lunglai tidak bertenaga. Matanya menjadi kabur dan perlahan-lahan pandangannya menjadi hitam.

Steven sedang melakukan pekerjaannya di ruang kerjanya saat ponselnya berbunyi. Dia melihat layar ponselnya menampilkan nama 'Jo'. Steven segera menjawab panggilan itu.

"Ada apa?"

"Istrimu pingsan!"

Di rumah sakit.

“Kondisi pasien cukup serius. Dia mengalami gastritis akut, kelelahan fisik dan malnutrisi. Sepertinya pasien kelelahan dan makannya tidak teratur, atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu naiknya asam lambung. Dari tes darah juga menunjukkan kadar alkohol dalam tubuhnya cukup tinggi."

Brianna masih terbaring lemah dan tidak sadarkan diri. Di tangannya terpasang selang yang mengalirkan cairan infus. Dia tampak pucat dan rapuh. Dokter menjalankan serangkaian tes pada Brianna untuk mengetahui apa yang terjadi padanya.

Steven sedang berbicara dengan dokter di luar bangsal, yang sedang menjelaskan kondisi Brianna kepadanya.

"Dia harus dirawat secara intensif di rumah sakit untuk observasi lebih lanjut. Tidak boleh melewatkan waktu makan. Nanti setelah keluar dari rumah sakitpun harus tetap menjaga pola makan yang sehat, tidak boleh makan makanan pedas, berminyak, dan alkohol, juga jauhkan dari stres."

Steven cukup kaget mendengar hasil pemeriksaan Brianna. "Baik. Terima kasih, dokter."

Steven kembali ke kamar dan duduk di samping tempat tidur dimana Brianna sedang berbaring.

'Apa yang terjadi pada Brianna, sampai dia mengalami ini semua?' Batin Steven.

'Bukankah aku memberinya uang yang cukup besar, tapi kenapa dia jadi seperti ini?'

Steven mengambil ponselnya dan menghubungi James, asisten pribadinya.

"James, tolong periksa keuangan Brianna!" Perintah Steven.

Asisten pribadi Steven memang sangat efektif dalam bekerja, dalam hitungan menit dia sudah mempunyai informasi yang diminta Steven.

"Nyonya tercatat konsisten melakukan menarikan uang tunai dalam jumlah yang besar, beberapa kali dalam satu bulan. Jumlahnya mencapai 50 juta adalah jumlah yang paling tinggi. Selain itu tidak ada transaksi non-tunai lainnya."

"Selidiki lagi apa yang dilakukannya selama ini!" Steven memutus sambungan teleponnya dan melihat Brianna yang terbaring lemah.

Steven menyentuh wajah Brianna yang tirus dan pucat dengan lembut. Brianna begitu kurusnya sampai mengecilkan rok seragamnya dengan peniti. Steven menyadari saat perawat selesai mengganti pakaian Brianna dan menyerahkannya kepada Steven.

'Aku sudah lalai dalam menjagamu, Brie.'

Setelah diberi obat dan cairan infus, wajah pucat Brianna berangsur-angsur kembali berwarna. Steven mengulurkan jarinya untuk mengelus kepala Brianna. Brianna tidur dengan sangat nyenyak malam itu, dan Steven berada di sisinya sepanjang malam.

Hari sudah siang ketika Brianna bangun. Ketika dia membuka matanya, Brianna langsung tahu dia sedang berada di rumah sakit. Dia sudah sangat familiar dengan bau rumah sakit.

Matanya memicing melihat sekeliling ruangan. Pandangannya terhenti pada seseorang. Dia melihat Steven sedang berdiri di dekat jendela, berbicara dengan seseorang di teleponnya.

Menyadari Brianna sudah bangun, Steven mengakhiri panggilannya. Steven memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeansnya sambil perlahan berjalan mendekati Brianna.

"Kamu sudah sadar?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status