"Jadi, Ibu berpikir aku adalah wanita simpanan Steven?" Akhirnya Brianna mengerti maksud Samantha. Brianna mengira ibunya tahu dia terpaksa menikah dengan Steven untuk biaya pengobatan ibunya. Tapi ternyata Samantha mengira kalau dia hanyalah wanita simpanan."Bu, sesudah rumah tanggamu hancur karena seorang wanita simpanan, mana mungkin aku mengikuti jejak menjadi wanita simpanan juga? Kami benar-benar menikah, Bu. Aku lajang, dia juga lajang, kami sah suami dan istri Bu." Jawab Brianna sedikit kecewa karena Samantha meragukannya."Mana buktinya kalau kalian sudah menikah? Mana foto pernikahan kalian? Dan mana cincin pernikahanmu?" Tanya Samantha curiga."Kami mendaftarkan pernikahan kami di catatan sipil, dan buku nikah disimpan di brankas Steven. Dan cincin... Aku tidak memakainya." Bohong Brianna. "Kau kan tahu aku tidak suka memakai perhiasan." Lanjutnya lagi."Sebaiknya kamu tidak membohongiku, Brie.""Aku tidak membohongimu, bu. Kamu ingin melihat cincinku? Besok aku akan memp
"Ah..."Brianna tersentak kembali dari pikirannya, dan tangannya tidak sengaja menyentuh panci sup ayam yang mendidih."Apa kau baik-baik saja?" Sylvia bertanya dengan cemas sambil mematikan api."Aku baik-baik saja, Bibi Sylvia." Dia berbisik menahan rasa sakit yang membakar di tangannya."Sini, aku akan mengobati tanganmu." Bibi Sylvia membujuknya. "Tidak apa-apa Bibi, aku bisa mengobatinya sendiri nanti. Bisakah kamu membantuku menyelesaikan masakan ini, Bibi Sylvia?"“Jangan khawatir, serahkan padaku. Sebaiknya obati lukamu sekarang dan istirahatlah. Aku akan memanggilmu saat makanan sudah siap.”"Oke Bibi, maaf sudah merepotkanmu."Di luar terdengar suara mesin mobil berhenti. Steven masuk ke rumah dengan mantel tergantung di lengannya. "Selamat datang di rumah, Steven." Sapa Sylvia sambil mengambil mantel dari tangan Steven."Terima kasih, Bibi Sylvie. Di mana Brianna?" tanya Steven penasaran."Nyonya Brianna ada di kebun." Jawabannya serak.Steven segera berbalik dan menuju ke
'Haruskah aku memberitahu Steven?' Pikir Brianna sambil menaiki tangga menuju kamarnya dan Steven. Ini adalah pertama kalinya dia akan tidur di kamar ini, bersama dengan Steven. Namun setelah situasi canggung diantara mereka di meja makan tadi, membuatnya ragu sejenak.Akhirnya dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.'tok... tok...'Tidak terdengar jawaban dari dalam kamar.'Mungkin dia masih marah...'Brianna mengurungkan niatnya untuk menemui Steven dan kembali ke taman mencari udara segar. Saat Brianna hendak melangkah menjauhi kamar, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Steven meraih tangannya."Apa yang kamu lakukan dengan mengetok pintu? Ini kamarmu, kamar kita!" Steven menyeret Brianna ke kamarnya. Terdengar sedikit nada kesal dari kata-katanya.Steven hanya mengenakan handuk yang melilit menutupi tubuh bagian bawahnya. Rambut hitamnya masih basah, meneteskan air ke dadanya yang bidang. Melihat Steven yang setengah telanjang, wajah Brianna memerah. "Kaa...Kamu telanjang..."
Keesokan paginya, saat Brianna bangun, Steven sudah tidak ada di sisinya.'Tok... tok...'"Nyonya, apa kamu sudah bangun?" Terdengar suara Sylvia membangunkan Brianna."Ya aku sudah bangun, Bibi Sylvia.. Masuklah..." Sahut Brianna dengan suara serak.Kepala Pelayan Sylvia membuka pintu dan masuk ke dalam kamar sambil membawa kotak besar dan panjang berwarna merah, diikuti oleh beberapa pelayan lain yang membawa kotak merah yang lebih kecil. "Selamat pagi Nyonya... Tuan Steven menyiapkan hadiah untukmu. Dia menyuruhmu memakai ini untuk difoto nanti." Brianna tercengang saat membuka kotak merah yang paling besar diantara yang lain. Di dalamnya terlipat gaun pengantin putih yang indah. Gaun berpotongan lurus panjang dengan leher V dan renda pada bagian lengannya. Sederhana namun cantik. Dan kotak lainnya berisi sepatu putih dan sepasang anting-anting kristal berbentuk air mata. Semuanya disiapkan Steven dalam waktu semalam. Brianna benar-benar takjub dibuatnya."Selamat pagi Nyonya Pi
"Selamat Tuan dan Nyonya Pierce..." Tepuk tangan mengiringi ucapan selamat dari semua orang yang menyaksikan janji pernikahan mereka. Mereka adalah Sylvia, James, dan beberapa pelayan. Mereka menyebarkan kelopak mawar merah ke pengantin baru.Dan seorang wanita dengan kursi roda didorong mendekati Steven dan Brianna. Samantha menatap mereka berdua dengan tatapan bahagia."Brianna... Putriku..." Samantha berkata dengan suara bergetar."Ibu... Kamu disini?" Brianna terkejut melihat Samantha berada di sini. Dia mengira upacara ini disiapkan untuk mengambil foto saja. Tapi ternyata Steven juga membawa ibunya datang. Pantas saja Steven mempersiapkan acara ini seperti sungguhan."Akhirnya aku bisa melihatmu dalam balutan gaun pengantin. Aku sangat bahagia. Terima kasih Brie sudah mewujudkan keinginanku." Kata Samantha sambil memeteskan air mata bahagia. Lalu dia meraih tangan Steven dan menggenggamnya erat-erat. "Terima kasih Steven...""Ibu tidak perlu sungkan. Aku berhutang pesta pernik
Malam hari, Steven membangunkan Brianna yang masih tertidur pulas. Dia membelai kepalanya, "Brianna, bangun... Aku menyiapkan makan malam untukmu. Ayo makan, kamu tidak boleh melewatkan waktu makan."Brianna membuka matanya dengan berat. Seluruh tubuhnya sakit, rasanya seperti habis kerja 24 jam tanpa jeda. Dia bangkit dan duduk bersandar di kepala tempat tidur kasur.Matanya tertuju pada Steven yang setengah telanjang. Pikirannya diingatkan tentang apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, wajahnya menjadi panas dan merah. Brianna menundukkan kepala dan membungkus tubuhnya yang telanjang dengan selimut."Apa yang kamu tutupi?" Steven tiba-tiba menggoda Brianna karena melihatnya malu. Steven memegang dagu Brianna mengangkat wajahnya, lalu meliriknya dengan tatapan menggoda."Aku sudah melihat semuanya.." Ucapnya lagi dan mencium bibir Brianna dengan lembut dan disambut oleh Brianna yang sudah kecanduan ciuman Steven. "Kamu harus makan dulu. Malam kita masih panjang." Bibir Steven mel
"Oh... Brie, bagaimana Steven memperlakukanmu?" Brianna bertanya dengan rasa ingin tahu."Dia sangat baik padaku, Bu." Tanpa sadar, bibirnya membentuk senyuman."Ibu senang mendengarnya kalau begitu. Brie, kamu harus menjaga suamimu baik-baik." Samantha lega karena Brianna telah menemukan suami yang baik."Brie, kamu juga harus melayani suamimu dengan baik. Jangan sampai... Tahu kan, pria tampan dan kaya seperti Steven pasti banyak wanita yang rela melakukan apa saja untuk bisa bersamanya. Aku takut..." Samantha tidak dapat melanjutkan kalimatnya."Sebaik apapun istri melayani suami, jika suaminya tidak setia, tetap akan tergoda juga. Bahkan jika dia bosan padaku dan meninggalkanku suatu saat, aku sudah mempersiapkan diri."Brianna sudah mempersiapkan diri jika suati saat Steven akan mencampakkannya jika pria itu menemukan orang yang dia cintai."Kenapa kamu berkata seperti itu, Brie?" Samantha terkejut mendengar pemikiran Brianna."Siapa yang bisa tahu bagaimana masa depannya, Bu? Ba
"Baiklah, aku tidak akan mendesakmu." Kata Brianna kepada James.Tanpa sadar, James mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya, dan merasa lega karena Brianna tidak mempertanyakan lebih lanjut.Wanita itu diam sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Setelah mandi Brianna merebahkan dirinya diatas ranjang. Dia memejamkan mata mencoba untuk tidur, tapi tidak juga kunjung mengantuk.Waktu menujukkan pukul 12 malam, dan Steven belum juga pulang. Brianna menanti Steven sampai dini hari sebelum akhirnya dia kelelahan dan tertidur saat pagi mulai datang.Brianna hanya tidur 2 jam, dan bangun dengan sedikit sakit kepala. Dilihatnya Steven belum juga pulang dari malam. Hari ini adalah hari pertamanya akan bekerja di perusahaan The Pearce. Brianna bangun dan bersiap-siap berangkat kerja. Dia melewatkan sarapannya dan buru-buru berjalan menuju halte bus. Jarak antara kediaman Pierce dan halte bus cukup jauh, butuh tiga puluh menit berjalan kaki. Ketika dia tiba di perusahaan Pierce,