"Selamat Tuan dan Nyonya Pierce..." Tepuk tangan mengiringi ucapan selamat dari semua orang yang menyaksikan janji pernikahan mereka. Mereka adalah Sylvia, James, dan beberapa pelayan. Mereka menyebarkan kelopak mawar merah ke pengantin baru.Dan seorang wanita dengan kursi roda didorong mendekati Steven dan Brianna. Samantha menatap mereka berdua dengan tatapan bahagia."Brianna... Putriku..." Samantha berkata dengan suara bergetar."Ibu... Kamu disini?" Brianna terkejut melihat Samantha berada di sini. Dia mengira upacara ini disiapkan untuk mengambil foto saja. Tapi ternyata Steven juga membawa ibunya datang. Pantas saja Steven mempersiapkan acara ini seperti sungguhan."Akhirnya aku bisa melihatmu dalam balutan gaun pengantin. Aku sangat bahagia. Terima kasih Brie sudah mewujudkan keinginanku." Kata Samantha sambil memeteskan air mata bahagia. Lalu dia meraih tangan Steven dan menggenggamnya erat-erat. "Terima kasih Steven...""Ibu tidak perlu sungkan. Aku berhutang pesta pernik
Malam hari, Steven membangunkan Brianna yang masih tertidur pulas. Dia membelai kepalanya, "Brianna, bangun... Aku menyiapkan makan malam untukmu. Ayo makan, kamu tidak boleh melewatkan waktu makan."Brianna membuka matanya dengan berat. Seluruh tubuhnya sakit, rasanya seperti habis kerja 24 jam tanpa jeda. Dia bangkit dan duduk bersandar di kepala tempat tidur kasur.Matanya tertuju pada Steven yang setengah telanjang. Pikirannya diingatkan tentang apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, wajahnya menjadi panas dan merah. Brianna menundukkan kepala dan membungkus tubuhnya yang telanjang dengan selimut."Apa yang kamu tutupi?" Steven tiba-tiba menggoda Brianna karena melihatnya malu. Steven memegang dagu Brianna mengangkat wajahnya, lalu meliriknya dengan tatapan menggoda."Aku sudah melihat semuanya.." Ucapnya lagi dan mencium bibir Brianna dengan lembut dan disambut oleh Brianna yang sudah kecanduan ciuman Steven. "Kamu harus makan dulu. Malam kita masih panjang." Bibir Steven mel
"Oh... Brie, bagaimana Steven memperlakukanmu?" Brianna bertanya dengan rasa ingin tahu."Dia sangat baik padaku, Bu." Tanpa sadar, bibirnya membentuk senyuman."Ibu senang mendengarnya kalau begitu. Brie, kamu harus menjaga suamimu baik-baik." Samantha lega karena Brianna telah menemukan suami yang baik."Brie, kamu juga harus melayani suamimu dengan baik. Jangan sampai... Tahu kan, pria tampan dan kaya seperti Steven pasti banyak wanita yang rela melakukan apa saja untuk bisa bersamanya. Aku takut..." Samantha tidak dapat melanjutkan kalimatnya."Sebaik apapun istri melayani suami, jika suaminya tidak setia, tetap akan tergoda juga. Bahkan jika dia bosan padaku dan meninggalkanku suatu saat, aku sudah mempersiapkan diri."Brianna sudah mempersiapkan diri jika suati saat Steven akan mencampakkannya jika pria itu menemukan orang yang dia cintai."Kenapa kamu berkata seperti itu, Brie?" Samantha terkejut mendengar pemikiran Brianna."Siapa yang bisa tahu bagaimana masa depannya, Bu? Ba
"Baiklah, aku tidak akan mendesakmu." Kata Brianna kepada James.Tanpa sadar, James mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya, dan merasa lega karena Brianna tidak mempertanyakan lebih lanjut.Wanita itu diam sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Setelah mandi Brianna merebahkan dirinya diatas ranjang. Dia memejamkan mata mencoba untuk tidur, tapi tidak juga kunjung mengantuk.Waktu menujukkan pukul 12 malam, dan Steven belum juga pulang. Brianna menanti Steven sampai dini hari sebelum akhirnya dia kelelahan dan tertidur saat pagi mulai datang.Brianna hanya tidur 2 jam, dan bangun dengan sedikit sakit kepala. Dilihatnya Steven belum juga pulang dari malam. Hari ini adalah hari pertamanya akan bekerja di perusahaan The Pearce. Brianna bangun dan bersiap-siap berangkat kerja. Dia melewatkan sarapannya dan buru-buru berjalan menuju halte bus. Jarak antara kediaman Pierce dan halte bus cukup jauh, butuh tiga puluh menit berjalan kaki. Ketika dia tiba di perusahaan Pierce,
"Hai, kamu Brianna, kan?"Tepat ketika Brianna hendak membalas pesan Steven, seorang pria muda bernama Arron Smith datang dan menyapanya."Aku Arron." Kata pria muda itu sambil mengulurkan tangannya."Halo... Aku Brianna." Brianna menyambut tangan pria itu dan menjabatnya."Mau makan siang bersama?""Ah, maaf... Siang ini aku sudah ada janji." Brianna menjawab dengan nada menyesal."Dengan pacar?" Tanya pria itu tanpa basa-basi."Bukan." Brianna menjawab cepat."Jadi... apa kamu tidak punya pacar? Gadis semanis kamu tidak mungkin tidak punya kekasih." "Aku sungguh tidak ada pacar." Jawab Brianna dengan tawa sopan. Tidak salah Brianna menjawab demikian, dia memang tidak punya pacar, tapi dia punya suami! Kemudian datang lagi seorang wanita muda menghampiri Brianna."Halo, aku Lili. Senang berkenalan denganmu." "Aku Brianna, senang berkenalan denganmu juga." Balas Brianna."Bagaimana kalau malam ini kita adakan pesta penyambutan untuk Brianna?" Kata wanita itu dengan bersemangat, da
"Ayo bersulang untuk Brianna.. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik..." Ini adalah pertama kalinya mereka mengadakan pesta karyawan baru di klub mewah seperti ini. Mereka makan dan minum, bernyanyi dan bersenang-senang. Arron mengangkat minumannya, mengundang semua orang untuk minum. Sebagai anggota baru dan paling junior, Brianna dicekoki terus menerus dengan alkohol.Brianna terus berusaha menolak, namun pada akhirnya ia meminum sebotol bir sendiri. Brianna permisi untuk pergi ke kamar mandi, tapi sebenarnya dia sedang mencari Alice. Segera dia menemukan temannya di konter bar."Alice." Dia memanggil Alice dengan senyum lebar."Brianna..." teriak Alice girang saat melihat sahabatnya yang telah hilang selama beberapa minggu."Dari mana saja kamu, Brie? Bagaimana kabarmu?" Alice bertanya sambil memeluk Brianna."Aku baik, Al." Dia menjawab dengan senyum terima kasih."Terakhir kali melihatmu pingsan, aku sangat khawatir, Brie.. Apa yang terjadi padamu waktu itu?""Hanya anemia,
Tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil Maserati berhenti di depan Golden Sky. Sepasang kaki jenjang melangkah keluar dari dalam mobil. Steven mengambil langkah lebar masuk ke dalam bar kelas atas itu. Matanya menyusuri ruangan remang namun tidak menemukan sosok yang dia cari."Selamat malam, Tuan. Anda mau minum apa?" Tanya seorang wanita yang ada di counter bar, wanita itu adalah Alice."Aku mencari Brianna." Jawabnya dengan suara rendah."Apakah anda kerabat Brianna?" Tanya Alice menyelidik."Aku suaminya." Jawab Steven singkat.'Oh... jadi ini suami Brianna..' Alice bergumam dalam hatinya.Alice menuntun Steven ke ruangan Jo. Wanita itu mengetuk pintu dan masuk ke dalam. Didalam ruangan, Jo sedang duduk di balik meja kerjanya. "Kau disini, Steve.. Dia minum sebotol penuh anggur merah." Kata Jo sambil melihat ke arah sofa yang ada di sisi kanan ruangan itu.Steven mengikuti arah pandangan Jo dan melihat melihat Brianna terbaring tidak sadarkan diri di atas sofa. Steven masuk dan m
Sudah dua minggu berlalu sejak Brianna bekerja di Royal Pierce, Brianna dapat melaluinya dengan baik. Dia juga bisa beradaptasi dan bergaul dengan baik dengan rekan-rekan lainnya. Dia juga sedikit demi sedikit mulai belajar tentang desain bangunan. Dua minggu pula Steven tidak pulang kerumah dengan alasan pekerjaannya di luar kota. Atau mungkin dia menghabiskan waktu bersama kekasihnya, Selena. Brianna menyibukkan dirinya dengan pekerjaan agar tidak mengingat Steven. Saat jam kerjanya selesai, Brianna akan menyempatkan diri menjenguk ibunya di pusat rehabilitasi.Namun saat dia pulang kembali ke kediaman Pierce yang besar, Brianna merasa kosong dan kesepian. Dia merindukan Steven. Setiap malam dia tidak bisa tidur, memikirkan kemungkinan Steven yang sedang bermesraan dengan kekasihnya.Setiap malam Brianna mengambil alkohol di mini bar milik Steven untuk membantunya agar bisa tidur. Dan itu bekerja. Setelah minum beberapa gelas alkohol Brianna akan tidur dengan pulas.Pierce Group a