Selama ini hubungan antara Widia dan Niko sangat renggang, semua itu karena keadaan yang memang begitu menyulitkan.Hingga kini Widia ingin memperbaiki semuanya, dia ingin sekali melihat Niko bahagia."Mama, mohon. Kamu harus menikah, Mama tidak menuntut kamu harus menikah dengan siapa. Karena, siapapun pilihan mu. Mama, bisa terima. Yang tidak bisa, Mama terima. Kamu harus hidup sendiri karena, Mama dan Papa," kata Widia.Suara Widia terdengar bergetar, air mata menetes dengan sendirinya dari pelupuk matanya.Perasaan kacau tak dapat dielakkan, hanya ingin membuat putranya Niko sadar bahwa tidak semua pernikahan itu buruk."Yang seharusnya menjadi pertanyaan, Niko. Kenapa, Mama melakukan hal ini? Kenapa, Mama ingin mengakhiri hidup, Mama?" tanya Niko yang ingin tahu dengan jelas alasan Widia, hingga bisa begitu nekat."Mama, malu. Mama, malu sama kamu. Mama, merasa bersalah. Kamu menjadi trauma berumah tangga. Karena, Mama. Tidak seharusnya kamu menjadi seperti ini, Mama berdosa," ja
Bibir Widia bergetar dengan wajah pucat masih tampak jelas, pikiran kacau seiring dengan rasa bersalah yang tak kunjung sirna dari pikirannya.Merasa gagal menjadi seorang Ibu untuk putra semata wayangnya.Menjadikan dirinya dihantui oleh rasa bersalah yang kian semakin hebat.Membuat Niko pun akhirnya menyetujui keinginan Widia untuk menikah.Meskipun sebenarnya Niko juga tidak yakin untuk hal satu ini."Niko, nggak punya pacar, ataupun wanita yang bisa, Niko jadikan istri. Niko, terima saja perjodohan itu. Asalkan menurut, Mama yang terbaik, Niko terima," jawab Niko.Pasrah saja pada keadaan, Niko tak berharap banyak saat ini.Keinginannya hanya ingin melihat Widia tetap hidup tanpa rasa bersalah yang begitu dalam.Widia pun tersenyum lega, sungguh dia sangat bahagia dengan jawaban Niko.Putra tunggalnya itu akhirnya mau untuk menikah juga.Sejujurnya Widia tak mau memaksa putranya untuk menikah dengan wanita pilihannya, akan tetapi Niko yang juga sudah menyerahkan itu semua padanya
Keesokan harinya.Setelah pertemuan kemarin dengan calon wanita yang akan menikah dengan dirinya, kini Niko lebih banyak diam.Dia diam karena tak tahu harus bagaimana, bahkan sudah pasrah akan keadaan yang kini menuntutnya harus bagaimana.Tapi sudahlah, anggap saja ini adalah bagian dari bakti seorang putra pada Mamanya.Hingga tiba-tiba saja Niko mendengar suara yang cukup nyaring, tampak di kejauhan ada seorang pria yang baru saja kembali entah dari mana.Itu adalah Adiguna, pria itu sedang berdebat dengan Mamanya. Padahal baru saja sampai, Niko hanya diam sambil terus menyaksikannya.Bahkan Niko yakin jika Adiguna belum juga menyadari dirinya yang melihat dari kejauhan.Berbeda dengan Widia yang sepertinya tak ingin berdebat, karena takut Niko mendengarnya."Aku kecewa pada mu! Kau memutuskan sepihak saja, Niko itu adalah anak ku juga. Kenapa kau mengambil keputusan untuk menjodohkan dia dengan anak teman mu?" tanya Adiguna yang tidak bisa berhenti untuk terus berdebat dengan Wid
Siang berganti menjadi malam, begitu pun dengan hari-hari yang kian berlalu.Satu minggu ini Niko berubah menjadi seorang pria yang tak banyak bicara, dia selalu saja diam dalam segala keadaan.Begitu pun juga dengan hari ini, tepatnya adalah hari pernikahan dirinya dengan seorang wanita yang sudah dijodohkan dengan Niko.Seharusnya ini bukan Niko, karena pria itu terbiasa tampil dengan gaya yang selalu saja mengundang tawa dan keramaian.Tapi untuk saat ini perasaan kacau benar tak bisa di tutupi, rasa gundah gulana itu kian semakin hebat.Hanya saja saat pernikahan akan segera berlangsung tiba-tiba saja ada hal yang harus terjadi.Karena keluarga dari calon pengantin wanita malah membatalkan pernikahan sepihak, dengan alasan mereka tak mau putri mereka masuk ke dalam keluarga yang tidak pernah hidup rukun.Lestari yang lama berteman dengan Widia takut jika putri semata wayangnya malah menjadi sengsara.Karena takut Niko mewarisi sifat Papanya dan juga Mamanya yang selalu bertengkar,
Rasa kemanusiaan yang sudah tertanam dalam diri seorang Ranti tak dapat dipungkiri, dia malah kasihan pada Widia yang tampak begitu putus asa.Padahal keduanya belum pernah saling mengenal sama sekali.Namun saat melihat wajah Widia yang seperti ini, dia langsung mengingat wajah Tias.Dia memposisikan jika Tias yang di posisi seperti ini, bagaimana jika orang lain pun tak mau menolong Bundanya?Sungguh Ranti tak bisa hanya diam saja, bagaimana pun dia harus bisa bermanfaat bagi orang lain selama dia bisa melakukanya.Sepertinya saat ini, dia tahu dan sadar akan apa yang dia putuskan bukan hal yang mudah.Tapi tetap saja keyakinannya tak goyah, dia tulis menyelamatkan nama baik keluarga Niko.Ranti juga tahu tentang Widia yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya, bahkan dia juga mendengar barusan Niko mengatakan takut Mamanya kembali melakukan aksi bunuh diri.Entah ini benar atau tidak, tapi dia harus menyelamatkan Widia.Menyelamatkan dari rasa malu dan juga sedih yang malah membuat wa
Acara pun selesai, semua tamu undangan pun sudah membubarkan diri.Begitu pun juga dengan keluarga inti, mereka pun memilih untuk pulang ke rumah.Hanya yang tersisa adalah sepasang pengantin baru yang kini berada di dalam kamar.Kamar yang di pesan khusus untuk pengantin baru itu pun tampak sangat indah.Karena memang pernikahan tersebut di gelar di sebuah hotel milik Dion.Bunga yang bertaburan kian membuat mata menjadi lebih segar untuk memandangnya.Belum lagi aroma bunga yang menyeruak pada indra penciuman.Sungguh sangat menenangkan hati dan pikiran siapapun yang menempati kamar tersebut.Hanya saja tidak untuk Ranti.Karena dia merasa ada yang tidak dia pikirkan sebelumnya.Menikah artinya menjadi istri, dan menjadi seorang istri artinya dia akan hidup bersama dengan laki-laki yang menikahinya tersebut.Lalu bagaimana dengan dia yang menikah dengan seorang pria yang tak pernah ada perasaan cinta?Begitu pun juga sebaliknya.Apakah itu salah?Tidak.Hanya saja dia tak tahu bagai
"Maksudnya bagaimana?" tanya Ranti."Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya berkata. Agar, kamu tidak berpikir bahwa ini hanya pernikahan mainan. Ini tidak main-main," jelas Niko dengan yakin.Lagi-lagi Ranti pun terdiam sambil memikirkan apa yang dikatakan oleh Niko."Apa kau sudah siap?" tanya Niko."Iya," Ranti pun mengangguk.Baginya apa yang dikatakan oleh Niko tidak salah, lagi pula sudah terlanjur menikah.Tak ada salahnya juga untuk mencoba menjalani rumah tangga ini.Meskipun ini terbilang cukup sulit, hanya saja dia berdoa semoga ini tidak rumit.Hingga Niko pun mendekati Ranti, dan membuat wanita itu pun meloncat dari atas ranjang dan berakhir terjatuh di lantai.Niko pun terkejut melihatnya, dia bingung mengapa Ranti meloncat."Dokter Niko, anda mau apa?" tanya Ranti yang masih terduduk di lantai.Percayalah bokongnya sangat sakit sekali, karena membentur lantai.Niko turun dari ranjang dan sedikit berjongkok untuk menolong Ranti.Akan tetapi Ranti malah menggelengkan kepalan
"Aku hamil? Hamil dari mana?" tanya Ranti.Ranti pun menatap Niko dengan tatapan berapi-api, menurutnya pertanyaan Niko begitu menyakitkan.Dari ucapan Niko bisa disimpulkan bahwa pria itu menganggap jika dirinya adalah wanita murahan.Sedangkan Ranti merasa selama ini selalu saja menjaga diri, apa lagi Barra begitu keras dalam menjaga dirinya.Termasuk dalam hal berpacaran sekalipun."Aku bertanya kepada mu, karena banyak kejadian di luar sana. Pacaran dengan gaya bebas. Kemudian, hamil dan tidak mau bertanggung jawab," jelas Niko.Sampai disini amarah Ranti benar-benar pada puncaknya, karena apa yang dikatakan oleh Niko sama dengan merendahkan dirinya sebagai seorang wanita."Kamu pikir aku ini wanita murahan? Aku udah nolong kamu, tapi justru kamu menuduhku yang bukan-bukan. Kamu memang lelaki tidak tahu terima kasih!" Pekik Ranti.Kemarahan benar-benar membara, sungguh ucapan Niko menyinggung dirinya.Berbicara dengan asal tanpa mencari tahu terlebih dahulu."Aku hanya berkata, ba