Gaun berwarna putih itu terlihat begitu indah di tubuh Nia yang kurus, meskipun kurus masih saja enak dipandang mata."Makasih ya Bu," Nia begitu menyukai gaun buatan Farah.Sedangkan Dion hanya diam menyaksikan kebahagiaan antara Farah dan juga Nia yang saling melepaskan rindu.Mungkin inilah salah satu cara agar membuat Nia melupakan kesedihannya, mungkin juga bisa membuat trauma pada diri wanita itu sedikit demi sedikit mulai menghilang."Tuan, maaf. Aku, melupakan anda," Nia pun menyadari Dion yang hanya menjadi penonton.Sedangkan Dion hanya mengangkat bahunya, seakan begitu santai menikmati pemandangan yang meneduhkan hati.Hingga akhirnya Nia pun memasuki kamarnya, sederhana namun percayalah Nia sangat merindukannya.Foto Anwar masih berada pada tempatnya, menggantung di dinding tanpa bergeser sedikitpun.Tangan Nia bergerak, mengusap bingkai foto dengan penuh kerinduan.Kerinduan seorang anak terhadap Bapaknya, rindu yang tak lagi bisa melihat meskipun dalam keadaan jauh.Rind
Merebahkan dirinya di atas ranjang sederhana milik Nia."Kamar mu ini seperti kamar anak-anak," Dion melihat sekitarnya, di mana banyak sekali dekorasi layaknya anak kecil, "wah ada kecoa!" Dion menunjuk kaki Nia, tetapi Nia hanya diam saja."Tidak ada," Nia sama sekali tidak takut pada seekor kecoa.Jadi sama sekali tidak membuatnya menjadi histeris ataupun semacamnya."Bukan kecoa, tapi cicak!" kata Dion lagi."Cicak?" Nia pun langsung meloncat naik ke atas ranjang, dirinya sangat tidak suka pada cicak.Apa lagi bila masuk ke dalam pakaiannya seperti dulu saat dikerjai oleh teman-temannya saat masih duduk di bangku sekolah.Dari saat itulah Nia semakin tidak suka pada cicak, bahkan mendengar namanya saja sudah menguatnya bergidik mengeri."Hehe," Dion tertawa kecil melihat Nia, awalnya hanya asal bicara saja.Namun tidak menyangka bahwa Nia bisa seperti itu.Menyadari dirinya ditipu, Nia pun segera turun dari ranjang."Nggak lucu, cicak itu sangat menakutkan," kata Nia."Maaf," Dion
"Tidak, aku hanya bercanda saja," Dion pun memilih untuk berbicara hal yang membuat Nia menjadi lebih baik.Agar bisa membuat suasana tidak terus menjadi tegang."Ayo tidur.""Tuan, aku tidak bisa tidur seperti ini. Aku tidur di bawah saja ya," pinta Nia."Bisa, apa perlu aku yang meniduri mu dulu. Agar kau bisa tidur," Dion berbicara dengan diselingi tawa kecil."Meniduri?" Tanya Nia bingung."Iya.""Tapi aku nggak suka di bacain buku cerita, apa lagi aku sudah besar. Masa, iya mau dinyanyikan sebelum tidur?" Dion tersenyum mendengar jawaban Nia, tapi tidak masalah lagi pula Nia memang masih terlalu muda."Kalau tidak bisa dengan cara di nyanyikan, atau membaca buku cerita bisa dengan cara yang lain." "Cara lain?""Iya, mau tidak?"Nia pun sejenak terdiam sambil memikirkan apa yang dimaksud oleh Dion, namun belum juga mendapatkan jawaban dari setiap hal yang dikatakan oleh Dion."Mau, tidak?" Tanya Dion lagi, semakin merapatkan tubuhnya pada bagian belakang Nia.Nia pun tersadar te
Nia berusaha untuk lepas dari pelukan Dion, tetapi cukup sulit sekali. Padahal dirinya sudah ingin berlari ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya.Hingga akhirnya pergerakan Nia membuat Dion pun terbangun."Tuan, maaf kalau aku menggangu tidur anda. Aku kebelet pipis," kata Nia agar Dion tahu, sebab selain ingin ke kamar mandi Nia pun ingin dilepaskan oleh Dion.Tetapi Dion hanya diam saja, menatap wajah Nia di pagi hari ini.Wajah yang apa adanya, bahkan saat bangun tidur saja masih terlihat begitu cantik.Dalam hati Dion memuji kecantikan seorang wanita yang kini berstatus sebagai istrinya.Sungguh sangat tidak dimengerti sama sekali, tapi setelah mengetahui penderitaan Nia hatinya mendadak luluh dan ingin mengenal lebih jauh."Tuan?" Nia tidak nyaman saat Dion menatapnya begitu dalam, saat ini Nia hanya ingin dilepaskan dari pelukan Dion.Itu saja, bukan malah mendapatkan tatapan mata elang tersebut.Lagi pula mengapa bisa Dion terus saja memeluknya? Tidakkah ada rasa jijik?
Tidak masalah, tetapi cukup membuat pagi ini menjadi lebih berwarna.Sebuah ciuman untuk yang pertama kalinya, lagi pula anggap saja sebagai proses penyesuaian.Sehingga, Nia dapat melupakan trauma mengerikan yang pernah dialaminya.Setelah selesai memikirkan banyak hal, Dion pun memutuskan untuk pergi menuju kamar mandi.Dimana hanya ada satu kamar mandi di rumah tersebut, itupun bersebelahan dengan dapur.Sesaat kemudian Dion pun membuka pintu kamar mandi tanpa tahu ada orang di dalam sana.Karena pintu kamar mandi hanya tertutup tanpa terkunci, bahkan dirinya yang terbiasa memiliki kamar mandi pribadi malah melupakan dimana kini dirinya berada.Apa yang dilihat oleh Dion saat ini hingga membuatnya mendadak mematung di ambang pintu yang terbuka.Nia sedang menggosok punggungnya, tapi mendadak terhenti karena kehadiran Dion yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar mandi begitu saja.Dengan gerakan cepat Nia pun menarik handuk, kemudian menutup bagian punggungnya.Bahkan dengan banyaknya b
"Untung aku selalu mandi pakai kain sarung, coba kalau enggak?"Dengan cepat Nia pun membilas tubuhnya, bahkan Nia tidak lagi lanjut menggosok bagian tubuhnya yang belum sempat terkena sabun.Tapi, setelah selesai mandi malah dirinya sadar tidak membawa pakaian bersih ke dalam kamar mandi."Ya ampun, tapi aku nggak mau dikira menggoda Tuan Dion."Nia pun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi, dengan melilitkan handuk saja di bagian tubuhnya.Tapi Nia tidak memasuki kamarnya, sebab sudah pasti Dion ada di sana.Memilih untuk memasuki kamar ibunya, kemudian mengambil sebuah daster milik sang Ibu juga tentunya, kemudian memakainya.Tubuh Farah cukup gemuk, tetapi tubuh Nia begitu kurus.Sehingga daster di tubuhnya terlihat kebesaran, tapi tidak masalah.Karena yang menjadi masalah justru saat Dion melihatnya hanya dengan balutan handuk saja. Itu sungguh sangat mengerikan.Setelah itu Nia pun langsung menuju kamarnya, yang hanya bersebelahan dengan Ibunya.Ingin memberitahu jika kamar
Mendadak Dion merasa lebih nyaman berada di rumah tersebut.Kenapa demikian.Pertama; Ranjang yang sempit membuat mereka berdua harus tidur berdekatan, tentunya Dion pun bisa dengan mudahnya menjadikan Nia sebagai bantal guling ternyaman.Ternyaman?Sejak kapan Dion menganggap Nia menjadi bantal guling ternyaman?Tidak tahu, hanya saja itu adalah suatu hal baru yang dirasakan oleh Dion.Kedua; Zaki sudah pasti dengan Neneknya, tapi bukan berarti Dion tidak menyukai Zaki.Hanya saja saat ini Dion juga ingin merasakan menjadi suami sesungguhnya, tentunya juga dengan menjadikan Nia sebagai istri yang sesungguhnya pula.Dan saat Zaki bersama dengan Farah, artinya Dion lebih leluasa untuk berdekatan dengan Nia.Ketiga; Tanpa Dila, karena biasanya putri kesayangannya tersebut juga bisa menjadi masalah.Tak jarang Dion harus bersabar, padahal dirinya hanya manusia biasa juga memiliki stok kesabaran yang tipis.Lagi-lagi tidak ada yang perduli pada dirinya, karena Dion hanya harus dipaksa unt
"Tuan."Nia sudah memarkirkan sepeda motornya, tetapi masih saja Dion melingkari tangan di pinggangnya tanpa berniat untuk turun.Membuat Nia ikut kesulitan untuk turun dari sepeda motornya.Sejenak Nia bingung dan bertanya-tanya, mungkinkah Dion tak mengetahui jika kini mereka sudah sampai di tempat tujuan."Ah, aku tidak fokus. Maaf, aku tadi takut terjatuh saja."Alasan konyol, katakan saja nyaman.Kapan pria aneh itu akan berbicara dengan benar bahwa dirinya kini tak ingin pernikahan mereka hanya sebuah mainan saja.Hingga Nia dapat menempatkan posisinya dengan benar saat ini.Istri?Iya!Nia memang istrinya, tetapi ada perjanjian yang menjadi penghalang. Sedangkan tak ada kata yang meyakinkan untuk hubungan keduanya."Ini uangnya," Dion pun memberikan beberapa lembaran uang pada Nia, tetapi Nia tidak langsung menerima.Karena Nia hanya diam menatap uang tersebut, tanpa ada keinginan sama sekali untuk mengambilnya."Ambil!"Nia bukannya mengambil malah beralih menatap Dion dengan