Serigala berbulu domba, mungkin julukan itulah yang pantas disematkan pada pria bernama Gevariel. Sosok yang sempat membuat Nayla terlena sesaat dengan ketampanan, kebaikan, dan semua sikap manisnya. Nayla pikir, pria itu benar-benar menyukainya, benar-benar tertarik dan berniat menghadiahi Nayla rasa cinta setulus perasaan yang gadis itu berikan untuk Geva. Naas, setelah apa yang mereka lalui bersama selama tiga bulan terakhir, setelah semua hal yang telah Nayla berikan pada Geva, satu fakta memilukan akhirnya terungkap.
Nayla sudah hancur, sebagai perempuan dia tidak lagi memiliki sesuatu untuk dibanggakan. Sejak menyerahkan kesucian pada Geva beberapa bulan lalu demi uang 200 juta, gadis itu tidak lagi memiliki harga diri. Kini apa yang Nayla lakukan telah memperuncing jurang yang mungkin tak lama lagi akan menelan gadis itu hidup-hidup.
Hanya tinggal menunggu waktu untuk Nayla jatuh ke sana. Gevariel bukan laki-laki baik, dia orang berengsek yang sampai hati memp
Rezan menepuk tengkuknya beberapa kali, dua jam setengah operasi darurat itu berlangsung dan semua tenaga pria itu seakan terkuras habis. Malam ini sungguh malam paling buruk yang pernah pria itu temui. Kekesalannya akibat kejadian di rumah sang kakek saja belum reda, masalah baru datang dari pasien VIP-nya yang tiba-tiba kolaps. Beruntung Rezan sempat membaca pesan yang dikirim pihak rumah sakit, jika tidak mungkin nyawa pasien itu tidak akan terselamatkan. Begitu pintu terbuka, pemandangan pertama yang didapatkan pria itu adalah istrinya yang sedang meringkuk di atas sofa. Pria itu memperhatikannya cukup lama lalu mendesah berat. Tanpa diduga Rezan duduk di depan sofa tempat istrinya berbaring, pria itu terus menumbuk perhatian pada Ratu sampai ingatannya berlayar menuju kejadian beberapa waktu lalu. Serta merta sudut bibirnya terangkat, sekadar mengejek kegilaan Ratu ketika menghadapi Laras. Yang membuat hati dan perut Rezan tergelitik adalah ketika gadis barbar i
Satu jam Ratu berada di sana, selama itu pula ia tak luput menekuk wajah dan menampakkan gurat bosan yang sangat tebal. Tangan gadis itu menusuk-nusuk lengan sang suami. Rezan masih sibuk menyimak penjelasan pemateri di seminar tentang kesehatan yang ia hadiri kali ini. Berulang kali Rezan menghempaskan tangan Ratu tapi gadis itu tak berhenti mengusik konsentrasinya. "Mas dokter, ini kapan selesainya, sih? Bosen tahuuu." "Siapa yang nyuruh kamu ikut? Diam, sebentar lagi juga beres." "Gitu aja terus dari tadi, sebentar, sebentar tapi enggak beres-beres." Ratu dan Rezan duduk di area belakang, interaksi mereka cukup intens dan menguras emosi tapi tidak lantas mengusik ketenangan orang-orang. "Jangan banyak protes, kamu sendiri bukan yang mau ikut ke mana pun saya pergi hari ini?" "Ya, emang aku bilang gitu tadi, tapi kan aku kira kamu mau ketemu si cowok genit itu! Aku lihat kamu teleponan sama dia, dia minta ketemuan sama kamu, ka
"Mmhh ... Kakak ... aghhh." "I can't stand it anymore, Kiran, I'll cum! Heugh." Dua sejoli itu berteriak penuh kepuasan usai mencapai klimaks yang sejak awal pertarungan mereka cari. Keduanya terengah bersama, Geva mengecup bibir Nayla sesaat lalu menggulingkan tubuh toplesnya ke samping. Tangan Nayla terulur mengambil selimut yang teronggok di bawah lantai. Ia menutupi tubuh telanjangnya, tatapannya masih sayu--merasakan sisa kenikmatan hina yang Geva berikan padanya. Ya, Nayla menganggap kegiatan panasnya dengan Geva adalah kenikmatan hina karena jujur ia mulai menikmati semua ini. Namun di sisi lain Nayla juga terhina karenanya. Nayla mendesah geli ketika buah dadanya diremas dari belakang, tangan Geva memainkan benda kenyal itu dengan bebas. Dipilin, diremas, ditampar hingga Nayla mengeluarkan suara seksi yang menghidupkan kembali gairah Geva. Andai saja penduduk kampus tahu sebejat apa laki-laki yang mereka idolakan, pasti mereka a
Dalam waktu singkat Nayla berhasil membereskan kamar berantakan akibat kegiatan panasnya bersama Geva. Ketukan pintu terdengar rutin, Nayla segera berlari ke ruang tengah sambil berusaha menutupi lehernya dengan syal. Ternyata bekas hisapan Geva masih terlihat jelas, bisa gawat kalau Ratu sampai melihatnya. "Kakak, kak Rezan, silakan masuk," Nayla mempersilakan, ia sedikit kaget melihat kedatangan kakak iparnya karena ia mengira Ratu datang seorang diri. Tangan Ratu menyentuh kening Nayla, "Ya ampun masih panas. Kamu demam gini kok dibiarin, sih, udah minum obat belum?" tanya Ratu khawatir sambil menuntun adiknya ke ruang tengah. "Udah kok, Kak, maaf ya bikin khawatir sampai Kakak harus nyusul aku ke sini." "Eh, ngapain minta maaf sih, wajar kan kalau kakak jengukin kamu. Mau ke rumah sakit enggak? Yuk, Kakak antar." "Enggak usah, Kak, aku udah baikan kok." Nayla mengulas senyum tipis demi meyakinkan kondisinya terlalu baik untuk dibaw
"Apa lihat-lihat?!" sewot Rezan sangat risi ditatap tajam oleh istrinya sepanjang perjalanan menuju restoran. Mereka berencana makan siang di sana usai berkunjung ke kosan Nayla. Adegan panas yang sempat membuat Nayla kabur dari ruangan kosnya tak berlanjut jauh dari harapan Ratu. Seperti biasa, suami garangnya selalu mengakhiri permainan panas itu dengan menghadiahkan kedongkolan pada Ratu. Sampai saat ini bagian pucuk payudaranya masih sangat nyeri gara-gara gigitan Rezan. Bukannya minta maaf, pria itu malah abai seperti orang tidak punya dosa saja. "Puting aku sakit, tanggung jawab!" "Itu kan yang kamu mau?" "Aku mau bercinta sama kamu bukan mau disakitin kayak tadi!" "Saya enggak mau bercinta sama kamu," tegas Rezan sambil terus berjalan, kaki jenjangnya membawa langkah pria itu sangat cepat. Ratu hampir kesulitan untuk mengimbangi suaminya. "Bohong banget, masa enggak mau tapi tadi itunya turn on." "Mulutnya bisa
"Hhh, cewek gila! Emosi gue kalau lihat dia." "Gimana, lo udah urus apa yang gue minta?" Rezan membuka pembicaraan serius di antara mereka. Melupakan sejenak gangguan yang ditimbulkan istrinya sejak mereka datang ke sana. "Udah, lo tenang aja, gue udah konfirmasi ke pihak rumah sakit di sana perihal rekruitment lo. Cuma ya itu, kalau masalah ngurusin Green Card lo bicarain aja langsung sama lawyer yang bantuin lo nanti, emang lo yakin mau stay selamanya di sana?" "Lo tahu kan gue udah lama mau pergi tapi susah karena Sesilia terus buntutin gue ke mana pun. Dulu aja pas gue mau dinas di Singapura setahun langsung dia gagalin, makanya gue minta bantuan lo buat ngurusin se
"Sungguh hari yang melelahkan," ujar Ratu seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia melempar high heels-nya sembarangan sampai tak sengaja mengenai perut Rezan yang baru masuk ke ruangan itu. Pria itu memunguti high heels istrinya lalu mengetukkan ujung heels tersebut pelam pada kening Ratu. "Aw, sakit!!!" rengek Ratu sambil duduk dan mengusap keningnya. "Sudah saya bilang simpan barang pada tempatnya, jangan asal lempar saja." "Iya kan nanti juga dirapihin, aku mau istirahat dulu, capek setelah seharian ngintilin kamu." "No excuse ya, saya tidak suka kalau tempat tinggal saya kotor dan berantakan. Jangan jorok kalau mau hidup sama saya!" Rezan terus saja mengomel, ceramah tentang pentingnya kebersihan dan hidup sehat. Ratu angguk-angguk kepala tanpa berniat memasukkan petuah pria itu ke dalam kepalanya apalagi hatinya. Terserah dia mau bilang apa. Mata Ratu sudah berat, dia mengantuk namun Rezan bel
"Pagiii suamiku sayang, ganteng banget sih hari ini," puji Ratu ceria, tidak ada angin tidak ada hujan gadis itu bersikap begitu manis pada suaminya. Rezan menatap penuh curiga sambil memegangi sendok dan garpu. Di hadapannya sekarang sudah ada nasi goreng kecap lengkap dengan lauknya yang tampak menggiurkan. "Aku udah buatin nasgor kesukaan kamu, telur mata sapi setengah matang, kecapnya agak banyak, sedikit garam, tanpa micin, dan yang terpenting enggak berminyak. Cobain deh!" Ratu duduk menghadap suaminya, menopang dagu dengan wajah berseri bahagia. Rezan menurunkan pandangannya pada nasi goreng, ia mengalihkan semua kebingungan yang dari benaknya. "Gi