"Cel, kamu yakin Kakakmu nggak marah kalau kamu ikut kita ke club malam?" Rena dan Lucy menatap Celia yang kini duduk di bangku belakang mobil, pulang les bahasa, Celia langsung ikut dengan neraka, ia tidak pamit pada Mami dan Papinya, dan hanya memberitahu Miko. Melihat ekspresi teman-temannya yang tidak yakin padanya, Celia pun merasa sedikit kesal pada mereka."Nggak kok, Kak Miko kalau larang Celi pasti sudah marah di awal, ini tadi siang dia diem aja kok, kalian nggak usah takut," ujar Celia pada kedua temannya. "Okay, kalau begitu ayo masuk ke dalam sana!" Rena menunjuk sebuah tempat ramai di depan sana. Celia, dia menganggukkan kepalanya dan berjalan bersama dengan kedua temannya. Hanya Celia yang membawa tas punggung berwarna merah muda dan memakai dress sebawah lutut dan memakai Hoodie. "Jangan kaget ya Cel, have fun aja. Nanti pasti dapat banyak teman," ujar Lucy merangkul Celia. "Iya, terima kasih sudah ngajak Celi, ya," ucap Celia dengan polosnya. "Heem, santai saja
Setelah kejadian semalam Celia pergi ke Club malam karena mengikuti temannya, dan juga Kakaknya yang marah-marah padanya membuat Celia takut. Syukurlah Miko tidak mengadukan masalah ini pada Papanya, hal itu membuat Celia mampu bernapas lega. Dan pagi ini, Celia bangun kesiangan, ia terpaksa tidak berangkat kuliah, belum lagi Celia kembali demam sampai Mamanya juga melarang gadis itu pergi ke kampus. "Udah sarapan, kan? Obatnya juga udah diminum kan, Baby?" tanya Miko mendekati adik kesayangannya. "Iya... Udah, Kakak." Celia menganggukkan kepalanya sembari memeluk toples berisi camilan. Dan Miko langsung meraih tuxedo hitam miliknya yang berada di atas sofa di samping Celia. Laki-laki itu memperhatikan adiknya yang asik menonton TV. Meskipun Celia sudah besar, tapi tetap saja dia seperti anak kecil yang sangat menyukai berbagai film kartun. "Kakak berangkat ya, sampaikan ke Mami dan Papi, Kakak harus berangkat pagi," ujar Miko pada Celia. Gadis itu menatap malas tidak peduli s
"Celia ini masih kuliah baru dapat tiga bulan, dia juga anak yang pintar di berbagai bidang yang dia tekuni." Daniel menjelaskan tentang Celi pada Justin yang kini masih ada di rumahnya. Saat Daniel menjelaskan panjang lebar tentang Celia pada Justin, hal itu membuat Celia sangat malu. Lebih baik Papinya membicarakan Miko daripada membicarakan dirinya seperti ini. Meskipun hanya mengatakan berbagai hal positif, tapi tetap saja Celia malu. "Saya dulu pernah punya adik, mungkin kalau masih diberi panjang umur akan seusia Celia, tapi dia sudah tidak ada dan meninggalkan saya hidup berdua dengan Mama selama Papa meninggal menyusul adik." Justin menceritakan sedikit kisah hidupnya. Celia yang mendengar itu semua hanya diam dan menyandarkan kepalanya pada pundak sang Mama. "Tapi kau cukup tangguh, Tuan Justin. Aku saja merasa bangga atas semua pencapaian yang kau dapatkan di usia mudamu," ujar Daniel. Laki-laki itu mengangguk. "Terima kasih Pak Daniel." "Apa kau sudah punya Istri?" t
"Sudah berapa kali Mami bilang, jangan bertindak sembarangan apa lagi tidak sopan! Tuan Justin itu rekan kerja penting Papimu, Celia!" Amukan Frisca membuat sang putri cemberut. Di dalam ruangan Miko, gadis cantik itu duduk diam menekuk wajahnya dan menyumpah serapahi Justin. Celia berharap kalau laki-laki bernama Justin itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal karena selalu membuat Celia dalam masalah. "Sudahlah Mam, Celia kan nggak tahu," sahut Miko, seperti biasa dia selalu menjadi pelindung Celia. "Jangan dibela, adikmu kalau dia salah, Miko! mau jadi apa nanti kalau dia tiba-tiba melunjak," seru Frisca pada Miko. Wajah Celia mendadak muram, gadis itu mendongak menatap sang Kakak dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Iya Mi, Celia salah. Celia minta maaf," ucapnya lirih. "Jangan diulangi, nanti yang ada Papimu pun juga akan ikut kesal, paham, Celia!" "Heem." Celia mengangguk kecil memeluk bantalan sofa. "Celi... Celia masih mau di sini, Celi mau pulang sama Kakak." "Y
"Ada hubungan apa antara kau dan adikku, sepertinya aku lihat-lihat kau dan Celia sangat akrab? Apa sebelumnya kau sudah mengenal adikku?" Pertanyaan dingin itu keluar dari bibir Miko sembari menyesap wine yang ada berada dalam gelas yang ia pegang. Tatapannya yang tajam lurus pada Justin. Pemuda yang asik memperhatikan pemandangan malam kota. Sampai akhirnya Justin melirik sebentar ke arah Miko dan bibirnya menyunggingkan senyum tipis. "Tidak ada. Sebelumnya aku memang mengenal Celia, waktu di club malam. Kau juga yang menjemputnya, kan?!" Justin membalas. "Tapi tidak seperti yang aku lihat, kau begitu akrab dan dekat dengan Celia. Aku... Aku sangat menaruh curiga padamu terhadap adikku!" Kekehan terdengar dari bibir Justin. Kini ia tahu kalau ternyata Miko adalah Kakak yang super posesif. Pantas saja Celia merasa terkekang lebih parah lagi saat bersama Miko. "Miko, kau tahu kan kalau semua orang itu butuh kebebasan. Apa salahnya kalau Celia pergi? Bersamaku, kukira dia akan a
Justin tersenyum menatap Celia yang kini duduk berdua dengannya. Malam ini gadis itu dititipkan pada Justin karena Daniel akan menghadiri acara bersama Miko juga. Dan mereka berdua kini tengah berada di bioskop. Celia mengajak Justin pergi menonton berdua, dan jelas saja laki-laki itu langsung menurutinya dengan cepat. "Mama dan Papamu akan pulang malam, kalau ngantuk bilang saja, bisa ke apartemenku dulu," ujar Justin santai. "Hem, nanti kalau kau macam-macam denganku, bagaimana?" Celia dengan rasa polosnya ia membalas Justin. Laki-laki itu tersenyum tipis. "Aku masih sayang nyawa supaya tidak ditendang Kakakmu yang menyebalkan itu!" sinis Justin pada Celia. Gadis itu pun cemberut. "Kak Miko itu tidak menyebalkan, Kak Miko itu baik. Dia sayang banget sama Celi." "Hem, terserah!" "Dari pada kau, terlihat sangat tidak peduli," sinis gadis itu pada Justin. Gemas, itulah kesan pertama yang Justin perhatikan dari gadis ini. Celia yang sangat baik dan mengerti dengan apa yang belum
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Celia masih berada di apartemen milik Justin dan di sana ada Ludwick juga yang terkejut dengan kehadiran gadis yang pernah ia jumpai di club malam beberapa waktu yang lalu. Namun Ludwick tidak mengatakan apapun, dia tetap diam bersama dengan Justin saja. "Heh, Justin... Dia gadis yang waktu itu, kan?!" pekik Ludwick menyenggol lengan Justin. Dan sahabatnya itu menoleh ke arah Celia yang nampak sedih. "Heem, dia putri Pak Daniel. Rekan kerjaku," jawab Justin. Ludwick langsung menelan saliva. "Gila aja, bisa-bisanya langsung dekat," seru laki-laki itu melirik Justin dan mengembuskan napasnya pelan.Justin terkekeh, ia pun berjalan mendekati Celia yang tengah sedih duduk di sofa di depan kamar Justin. Sesekali gadis itu menatap was-was pada Ludwick yang memperhatikannya. Saat Justin mendekat, Celia langsung menarik lengan laki-laki itu dimintanya untuk mendekat. "Justin... Temanmu itu kenspa melihat aku aneh, aku takut," ujar Celia jujur. Just
"Thanks udah jagain Celia, sorry juga kalau adikku merepotkanmu," ucap Miko pada Justin. Justin hanya tersenyum kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya saja. "Santai aja, Celia gadis yang patuh denganku," balas Justin. Mendengar kata patuh yang Justin katakan membuat Miko merasa hal aneh dan sedikit khawatir kalau Justin menyukai Celia. Bukannya tidak boleh, tapi Miko sangat takut kalau adiknya akan terjerumus dalam pergaulan laki-laki di depannya ini. "Sudah ayo pulang, Mami dan Papi sudah menunggu kita di rumah," ajak Miko pada Celia. "Tunggu sebentar Kak, aku harus pamit ke Justin dulu," ucap Celia memegangi lengan dengan sang Kakak. Celia menatap Justin dengan tatapan yang sangat hangat sebelum akhirnya gadis itu menunduk dan tersenyum kembali menatapnya. Sedangkan Justin hanya menyunggingkan senyum dan ia cukup paham bagaimana cara seorang Celia menunjukkan sikap polosnya. "Justin, aku pulang dulu ya aku mah terima kasih sudah menjaga aku. Emm... Kalau kau merasa bosan