Helga sudah tidak peduli lagi dengan ajakkan Hadyan yang memintanya tidur di kamar mereka. Dia benar-benar merasa harga dirinya sebagai istri sudah terinjak. Terlebih lagi Helga tahu kalau pemberitaan pernikahan harmonis sang suami dengan mantan istrinya adalah perbuatan suaminya sendiri dan tentu diputuskan oleh Hans.
Sebelum memutuskan untuk berbaring di samping Ivander, Helga menceritakan pada Adi bahwa dalang dari artikel mengenai pernikahan harmonis suaminya dengan Ilana adalah Hadyan juga Hans. Akan tetapi, malam itu Adi hanya mengatakan, “Tidak ada yang bisa kamu lakukan selain tunduk sebagai istri Gavi dan menantu dari Hans, Helga.”Ya, tidak ada yang membela dirinya, dan Helga merasa sakit hati karena sang kakek juga tidak berpihak padanya. “Karena uang mereka berhak berperilaku semena-mena?”Memeluk erat tubuh Ivander, Helga semakin mengerti bahwa uang juga menghancurkan hubungan orang tua dengan anaknya.“Sampai tega menyakiti perasaan oHadyan mengabulkan permintaan sang istri untuk bermalam di rumah Adi. Bahkan saat ini Hadyan tengah mengamati Helga dari kejauhan. Istrinya berada di dalam kamar Adi, duduk di ranjang kosong sembari meraba-raba, sementara dirinya masih betah berdiri di ambang pintu dengan melipat tangan.Bisa dilihat oleh Hadyan, perempuan itu kembali menangis, terlihat dari bahunya yang bergoncang. Entah sudah berapa kali dia melihat Helga berhenti mengeluarkan air mata, tapi setelah itu kembali berduka seperti sekarang. Padahal langit benar-benar sudah gelap, dan Helga masih saja terjaga sambil mengingat Adi. Hadyan bisa mengerti, ditinggalkan selama-lamanya oleh orang tercinta memang begitu menyakitkan. Hadyan tahu, sosok Adi di mata Helga sudah seperti harta paling berharga di dunia ini. Terbukti dari perjodohan yang diterima sejak awal Hans meminta Helga sebagai menantu, walaupun harus menunggu gadis itu wisuda.Ya, Semua permintaan Adi akan Helga usahakan dan kabulk
Di aula, Helga dan Ivander beserta anak-anak panti bermain bersama setelah berdoa dan membagikan makanan dan pakaian baru. Helga sengaja meminta pengurus panti untuk memutar lagu anak-anak dan berjoget bersama. Sedang Hadyan, melihat sang istri dari kejauhan sambil memakan cokelat.Pria itu masih khawatir dengan nasibnya ke depan. Ia cemas jika Helga mengingat perbuatannya bersama Hans yang menyebar foto pernikahan, juga artikel tentang keharmonisannya dengan Ilana. “Bagaimana nanti malam kalau tidak dapat santapan?” batinnya sembari melirik ke bawah.Di tengah kekhawatirannya akan kemarahan Helga yang bisa datang kapan saja, ponsel di saku sebelah kiri berbunyi. Dengan cepat tangannya merogoh, dan dilihatnya nama sang ayah. “Halo? Mengapa menelepon?”“Kau sedang di panti asuhan bersama Helga dan Ivander?”“Benar. Ada apa?”“Tidak. Aku baru saja mendapat panggilan dari pengurus panti, dan dia mengatakan terima kasih padaku karena putraku
Sesudah perbincangan pasangan suami istri beda usia itu di balkon, Helga memaksakan diri untuk keluar dari pelukan suami. Dia memilih masuk dan memilih untuk tidur di kamar Ivander. Namun, Hadyan buru-buru menarik pergelangan tangannya setelah menutup pintu balkon. Hadyan menahan tangan Helga. “Baiklah, aku tidak akan menyentuhmu. Kita hanya tidur seranjang.”“Kalau kau berani menciumku, aku pindah ke kamar Ivander,” tegas Helga seraya menarik tangannya dari genggaman sang suami. Kemudian melepaskan kimono berbahan satin dari tubuh, menyisakan gaun tidur tipis yang membuat pandangan Hadyan berlari ke arah bagian menonjol.“Minimal memeluk, bukan?”Helga yang melangkah ke arah ranjang sengaja mempercantik cara jalannya. Ia teringat akan ucapan Hadyan saat di panti asuhan yang mengatakan bahwa pinggulnya menggemaskan. Terbesit di pikiran untuk berlaku sedikit nakal.Begitu hendak naik ranjang, Helga menoleh dan mengatakan, “Kalau Pak Hadya
“Aku tidak butuh dirimu.” Helga yang berada di dalam air itu selalu menghindar saat suaminya mendekat, tapi masih berada di atas. Ilana berada di balik tembok, mengintip pasangan suami istri yang kini sedang berjauhan. Senyum puasnya tersungging, merasa menang telah menciptakan jarak bagi mantan suami bersama istri barunya. “Dasar wanita kecil ... tidak akan kubiarkan dirimu mendapatkan hati ayah dari anakku,” bisiknya sebelum beranjak dari sana.Hadyan yang duduk di pinggir kolam renang, mengamati pergerakan sang istri muda dengan perasaan tidak enak. Ada rasa bersalah di dalam hati saat dirinya tidak mampu menolak ciuman Ilana. Mendengar ucapan Helga itu, dia semakin tak enak hati.“Malam ini Ilana terpaksa menginap di sini.”Helga menjawab saat ia memilih menepi sejenak dan kini meraup wajahnya. “Apa pun alasanmu, kau salah.” “Aku tahu, tidak seharusnya membawanya ke mari, tapi dia hanya ingin bermalam saja.”Senyum wanita muda i
Hadyan beralih menatap mantan istrinya dengan tampang kaget. “Kamu ingin liburan, Ilana? Hanya bertiga?” Hadyan tampak terkejut mendengar jawaban dari Helga dan sekarang menatap Ilana tak habis pikir. Cukup tak menyangka dengan sikap Ilana yang semakin ke sini tambah berani masuk ke dalam rumah tangganya.“Ya, aku ingin kita bertiga liburan,” jawab Ilana dengan sudut bibir ke atas membentuk senyuman. “Karena aku sudah kembali, aku ingin menghabiskan waktu bersama anak dan mantan suamiku. Seperti biasanya, sebelum kamu menikah, kita juga sering menghabiskan waktu berdua, Honey.”Helga melirik begitu panggilan sayang Ilana terlontar dari mulut yang menurutnya sangat nakal dan tidak bersih itu. Sungguh, baginya Ilana adalah seorang wanita yang tidak berakhlak. Dalam hati dia menggerutu, “Baru kali ini aku lihat secara langsung, wanita yang selingkuh, tapi masih mengejar mantan suami.” Helga benar-benar tidak paham dengan konsep hidup Ilana, tidak masuk di kepala dan h
Keesokan pagi harinya. Hadyan, Ilana, dan Ivander mulai berangkat pergi berlibur. Ya, mereka pergi tanpa Helga. Helga sendiri sama sekali tidak keberatan, karena kedekatan Ivander dengan Ilana benar-benar dinantikan olehnya.Sebelum tiga manusia yang dulunya berkumpul dalam satu kartu keluarga berangkat, Hadyan sempat bertingkah layaknya pria yang tak rela pergi karena takut merindukan wanitanya. Ia bahkan merayu Helga untuk ikut liburan. Dengan lengan yang merangkul pinggang dari belakang, ia mengamati Helga berdandan dari pantulan cermin.“Ayolah! Ivander akan merindukanmu.”Mendengar Ivander yang dijadikan alasan, Helga tertawa di dalam hati. “Aku tidak bodoh, Ilana ingin memamerkan kemesraan sekaligus tidak ingin mengurus Ivander kalau aku ikut,” batinnya. Helga kini tengah memakai pelembap di wajah.“Kasihan kalau dia ingin tidur, tapi tidak ada kamu yang memeluknya, Helga.”“Hanya dua hari, aku juga sudah memberi pengertian ke Ivand
“Kamu sudah menikah?” tanya Devin pelan.Helga mengangguk dan tersenyum, yang membuat Devin sedikit terkejut. Akan tetapi, pria itu tersenyum paham dan menerima helm yang diulurkan Helga padanya. “Maaf kalau aku belum bisa mengajakmu masuk ke dalam, dan tolong jaga kabar pernikahanku ini, karena hanya kamu yang tahu.”“Baiklah, aku pulang. Sampai jumpa lain waktu.” Devin menyalakan mesin kendaraan yang dia kendarai. “Tunggu Helga!” Helga menatapnya. “Aku sangat senang melihatmu lagi, lain kali kita mengobrol bersama.” Kemudian pergi bersama motornya, sebelum Hadyan memberi peringatan padanya.Helga cepat balik badan dan saat tangannya ingin membuka pagar, Hadyan yang lebih dulu membukakan. Sang suami menatap intens, tetapi Helga tak ambil pusing. Ia melewati Hadyan begitu saja.“Siapa yang mengantarmu tadi? Tidak punya sopan santun.”Mendengar langkah dari belakang, Helga yakin betul Hadyan mengikutinya. “Teman lamaku,” jawabnya. Mendadak
“Bukan, bukan begitu ...,” lirih Helga dengan punggung sedikit mundur. “Kau tahu sendiri, Devin ... aku sudah menikah. Selain itu, kita selama ini cuma teman, maksudku ... aku menganggapmu sebagai teman, Devin, tidak lebih."“Ya. Aku sudah tahu, karena itu aku tidak mungkin memaksamu untuk menerima cintaku.” Devin tampak santai dengan tawa yang kembali keluar dari mulutnya. “Aku hanya mengutarakan isi hatiku yang selama ini tidak pernah kau dengarkan, Helga. Hanya itu, tidak lebih.”“Baiklah, aku menghargai perasaanmu.” Helga merasa sedikit tidak nyaman sekarang. Walaupun dia tidak mencintai sang dosen, dia sendiri bingung bagaimana bersikap pada Devin yang mencintainya. “Terima kasih karena pernah mencintaiku,” jawabnya setelah diam beberapa detik.“Sampai saat ini. Sampai saat ini aku masih mencintaimu.” “Devin, maaf.”“Tidak, tidak! Kamu tidak perlu meminta maaf padaku, Helga. Akulah yang seharusnya minta maaf.” Devin tanpa sadar meng