"Mama!" Bella sedikit memekik kala matanya menangkap sosok wanita yang sudah melahirkannya, berada dalam ruang kerjanya. Dari sorot mata sang mama, Bella dengan jelas melihat amarah yang besar dan Bella bisa menebak kalau amarah itu tertuju kepadanya.Di sana juga ada sosok pria yang menatap Bella dengan pandangan yang cukup membuat Bella semakin gelisah. Bella tidak menyangka kalau pria yang baru saja dia hubungi melalui telephone, ada di kantornya, membuat wanita itu diliputi penuh tanda tanya juga."Mama ngapain di sini?" tanya Bella dengan sikap yang dibuat setenang mungkin. Meski dia sudah tahu tujuan wanita yang akrab dipanggil Marina berada di kantornya, tapi Bella memang harus bisa bersikap biasa saja."Maksud kamu apa, berbuat seperti itu kepada Elang?" Marins langsung melempar pertanyaan yang menjadi sumber kemarahannya. "Berbuat apa sih, Ma?" Bella bertanya seperti orang bodoh dan sikap wanita itu justru semakin membuat sang Mama bertambah murka."Nggak perlu banyak drama
"Kamu ingin bertemu dengan istri Elang?" sontak, Laras langsung bertanya kembali begitu mendengar permintaaan mantan besannya. Dengan kening berkerut dan mata agak menyipit, Laras menatap lawan bicaranya, menuntut alasan dibalik permintaan tamunya itu.Rebeca mengangguk yakin. Wanita berwajah blesteran itu mambalas tatapan Laras dan tatapannya sukar untuk diartikan. "Aku ingin melepas rindu pada anakku, Jeng," ucap Rebeca lirih dan wanita itu sedikit menunduk.Laras semakin menunjukan wajah terkejutnya. Namun setelah pikirannya mencerna untuk beberapa saat, kepala Laras mengangguk beberapa kali sebagai tanda kalau dia memahami tujuan tamunya meski ada perasaan sedikit curiga."Asal tidak ada niat lain, saya sendiri tidak keberatan kamu menemui menantuku," Laras menjawabnya dengan tenang dan pelan, tapi sukses membuat lawan bicaranya menatapnya penuh tanya."Apa maksud kamu?" Rebeca bertanya dengan wajah terlihat bingung."Selama ini, aku sering mendengar, kamu selalu menyalahkan anakk
Untuk beberapa saat Ayunda terdiam sembari menatap salah satu sahabatnya, yang baru saja melempar pertanyaan kepadanya. Ayunda tertegun untuk beberapa saat lalu dia berpikir mengenai pertanyaan tersebut dan berusaha mencari jawaban yang tepat.Tak lama setelahnya Ayunda tersenyum dan melempar pandangannya kepada dua sahabatnya. "Kalaupun selamanya Mas Elang tetap memandangku sebagai mantan istrinya yang meninggal, bukankah itu merupakan hal yang bagus?"Sekarang gantian dua sahabatnya yang tertegun mendengar penuturan Ayunda. "Hal yang bagus? Apa maksudmu?" tanya Yanti.Ayunda masih setia dengan senyumnya yang terkembang. "Bayangkan saja, selama Mas Elang menjadi duda, dia selalu tenggelam dalam bayangan istrinya, bukankah setidaknya itu sesuatu yang bagus? Hal itu menunjukan betapa setianya Mas elang pada satu nama wanita. Lalu, apa aku harus terlalu mempermasalahkan jika Mas Elang menganggapku hanya sebagai pelepas rindu pada mantan istrinya?"Untuk beberapa saat Maya dan Yanti menu
Elang dan Ayunda kini sudah bisa bernafas lega. Setelah tadi berbicara cukup lama dengan orang tua Ayunda, akhirnya Malik dan Rumana mengerti dan memahami alasan Elang menikahi anak mereka.Pada akhirnya, Elang memilih jujur, tentang surat tanah yang dijadikan jaminan untuk mengajak Ayunda menikah. Menurut Elang, dia memang lebih baik jujur saat itu juga karena kalau Elang memilih berbohong, Elang takut akan ada kejadian tidak terduga seperti beberapa hari terakhir ini.Tentu saja Rumana dan Malik cukup kecewa kala mendengar kejujuran dari mulut sang menantu. Bahkan Rumana sempat menangis saat dia tahu dari mulut anaknya sendiri, kalau Ayunda mau menikah dengan Elang semata-mata hanya karena ingin menyelamatkan harta berharga milik orang tuanya.Setelah terjadi sedikit perdebatan, akhirnya secara perlahan, Elang mampu meyakinkan orang tua Ayunda kalau dia akan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan istrinya. Elang juga dengan lantang mengatakan kalau pernikahan yang dia jalani bersa
"Kamu jadi pergi ke luar kota, Elang?" Pria berusia 40 tahun yang sedang menikmati menu sarapan sehat itu, seketika menghentikan gerakan tangan dan mulutnya."Jadi, Ma. Ini aja aku mau langsung berangkat ke sana," jawab Elang mantap.Sang ibu pun mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu, mama minta tolong padamu. Bila kamu sampai di sana, kamu temui putri dari teman Mama.""Sudah terlalu lama kamu sendiri setelah kematian almarhumah istrimu, Nak. Mama hanya ingin melihat kamu bahagia dan tidak hanya terpaku pada pekerjaan. Tidak mungkin Mama akan terus berada untuk kamu, kan?" tambahnya lagi.Mendengar itu, Elang hanya bisa menarik napas dalam.Pemilik hotel dan kawasan perumahan terbesar di negara itu paling malas jika sang ibu kembali membicarakan tentang dirinya yang memilih menyendiri. Bukannya Elang tak bisa mendapatkan wanita baru. Banyak wanita yang menaruh hati padanya dan mengejar pria itu. Hanya saja, ia tak tertarik.Bagi Elang, cintanya berakhir di Ayana. Selanjutnya, ia han
"Bagaimana mungkin…." Elang tidak dapat meneruskan ucapannya. Dia terlalu syok dengan apa yang dia lihat saat ini. Di sana, di antara orang yang mencari rejeki di sekitar lampu merah, sosok wanita yang memiliki wajah sama persis dengan almarhumah istrinya sedang berjualan donat. Detak jantung Elang semakin kencang kala “Ayana” mendekat ke arah mobilnya dan menawarkan dagangan kepada para pengemudi mobil lainnya. Elang memilih tidak membuka kaca mobilnya. Meski demikian, pria itu juga sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari gerak-gerik wanita itu.Tin!Suara klakson yang cukup keras sontak menyadarkan Elang dari lamunannya. Terlebih, mobil lain yang ada di belakang mobilnya, mulai membunyikan klakson, hingga keadaan menjadi bising.Pria itu segera mengangkat rem tangan dan melajukan mobilnya kembali.Namun, pikirannya masih tertuju pada wanita di lampu merah tadi. Bahkan ketika sudah sampai di lokasi yang diberitahukan ibunya, Elang masih memikirkannya.Sekian lama Elang
Wanita itu kini berbincang dengan beberapa warga.Elang semakin yakin jika wanita itu benar-benar salah satu dari warga yang sedang tersandung masalah tanah dengan perusahaannya."Tuan, lihat ini!" Suara sang asisten yang berada satu ruangan dengan Elang sontak mengalihkan pandangan pria itu. “Ada apa?”Aldi lantas menunjukan tablet yang sedang dia genggam, "Om Bonar bikin ulah lagi, Tuan," tunjuknya, “ia ternyata yang memprovokasi para warga.”Elang seketika mendengus kasar. Dari raut wajahnya, jelas sekali kalau dia sangat geram mendengar kabar dari asistennya mengenai pamannya yang manipulatif. "Sebenarnya apa maunya? Dia selalu menggunakan statusnya sebagai pamanku untuk berbuat seenaknya," sungut pria itu sembari melangkah menuju kursi kerjanya. Pamannya itu bahkan juga seringkali mengenalkan berbagai wanita pilihannya pada Elang dengan harapan dapat menguras semua harta milik Elang lewat mereka."Lalu, apa yang akan Tuan lakukan?” Elang tersenyum dingin. "Warga yang ingin
Ayunda langsung tercengang begitu mendengar tawaran yang dijadikan syarat untuk mendapatkan rumahnya kembali. Matanya menatap penuh tanya kepada pria yang baru saja mengajaknya menikah. Ia tidak menyangka bahwa pria yang katanya adalah seorang pemimpin hotel ternama itu, bisa menawari sesuatu yang menurutnya sangat konyol?"Apa Anda sedang mengigau, Tuan? Atau mungkin anda keracunan donat yang saya jual, sampai anda menawari saya menikah dengan Anda? Memang berapa usia anda? Saya rasa anda seumuran dengan usia paman saya," cecar Ayunda kesal. Membahas umur, lagi-lagi membuat Elang sedikit tersinggung."Apakah perbedaan usia sangat penting untuk menikah?” tanyanya balik, “lagipula, Anda tampak di usia yang juga cukup matang.” "Memang tidak salah,” ragu Ayunda, “tapi, masa harus pakai nikah segala sih, Tuan?" "Apa tidak ada cara lain agar saya bisa mendapatkan sertifikat tanah itu?"Elang tersenyum miring. "Cara lain tentu ada, atau mungkin banyak. Tapi, apa mungkin Anda bisa mengu