Ayunda langsung tercengang begitu mendengar tawaran yang dijadikan syarat untuk mendapatkan rumahnya kembali.
Matanya menatap penuh tanya kepada pria yang baru saja mengajaknya menikah.Ia tidak menyangka bahwa pria yang katanya adalah seorang pemimpin hotel ternama itu, bisa menawari sesuatu yang menurutnya sangat konyol?"Apa Anda sedang mengigau, Tuan? Atau mungkin anda keracunan donat yang saya jual, sampai anda menawari saya menikah dengan Anda? Memang berapa usia anda? Saya rasa anda seumuran dengan usia paman saya," cecar Ayunda kesal.Membahas umur, lagi-lagi membuat Elang sedikit tersinggung."Apakah perbedaan usia sangat penting untuk menikah?” tanyanya balik, “lagipula, Anda tampak di usia yang juga cukup matang.”"Memang tidak salah,” ragu Ayunda, “tapi, masa harus pakai nikah segala sih, Tuan?""Apa tidak ada cara lain agar saya bisa mendapatkan sertifikat tanah itu?"Elang tersenyum miring. "Cara lain tentu ada, atau mungkin banyak. Tapi, apa mungkin Anda bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat?”"Apa–”"Hanya itu tawaran yang bisa saya sarankan. Lagi pula Anda tidak perlu khawatir. Kita hanya nikah sementara saja.""Hah?" pekik si wanita tak percaya, "apa anda pikir pernikahan itu sebuah mainan atau bagaimana? Jangan mentang-mentang kaya, Anda malah seenaknya mempermainkan pernikahan begitu saja.""Jika Anda tidak mau, silahkan cari jalan keluar sendiri untuk mengembalikan uang yang sudah saya keluarkan. Ingat, saya hanya kasih waktu anda satu bulan untuk melunasinya."Elang terlihat menanggapinya dengan santai.Namun, sebenarnya ia berharap Ayunda tak menolaknya."Dalam waktu dua bulan, tempat itu harus dibongkar. Jadi, saya harap Anda bisa mengosongkan rumah itu bila belum membuat keputusan," tegasnya.Ayunda terdiam.Jelas sekali kalau wanita itu sedang dalam dilema besar.Elang sendiri sengaja tidak mengusirnya.Biar bagaimanapun, pria itu sangat menikmati setiap gerak-gerik yang dilakukan Ayunda yang sangat mirip mendiang istrinya."Memang menikah sementaranya itu sampai kapan?" lirihnya yang masih dapat didengar Elang.Akhirnya, pertanyaan yang ditunggu keluar juga dari mulut wanita itu."Satu tahun. Kita menikah hanya satu tahun saja. Setelah itu, Anda bisa memiliki kembali tanah beserta bangunan rumah anda, bagaimana?"Ayunda kembali berpikir. "Apa pernikahan kita ini semacam pernikahan kontrak?" tanyanya."Ya, seperti itu," jawab Elang santai, "nanti, saya akan buatkan surat perjanjiannya.”"Tapi, apa yang harus saya katakan kepada Ibu sama Bapak? Kalau saya mendadak menikah begini, nanti saya dikira gadis yang tidak benar. Paling parah, saya akan jadi bahan gunjingan tetangga dengan tuduhan hamil duluan," bingungnya.Elang rasanya ingin tertawa melihat kepolosan gadis itu. Namun, ia menahannya. "Tidak perlu bingung. Katakan saja kalau selama ini kita diam-diam pacaran. Atau, Anda bisa saja jujur. Yang jelas, saya tunggu keputusan anda secepatnya, Nona.""Baiklah. Nanti, saya akan kasih kabar karena saya perlu membicarakan dulu dengan orang tua saya.""Oke," ucap Elang. Ia pun membuka laci dan mengambil kartu nama miliknya, "ini kartu nama dan nomor pribadi saya. Jika keputusan Anda sudah bulat, sesegera mungkin kasih kabar kepada saya."Ayunda mengangguk pelan.Setelahnya, ia pun pamit.Begitu wanita penjual donat hilang dari pandangannya, senyum Elang langsung melebar.Ekspresi bahagianya sungguh tidak bisa disembunyikan sama sekali.Beberapa kali Elang juga bersorak lirih sebagai bentuk ungkapan rasa bahagianya."Tuan, apa Anda sudah selesai?"Suara Aldi tiba-tiba terdengar, membuat Elang kembali ke mode dinginnya."Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu!" hardiknya kesal.Sontak saja, hal itu membuat kening Aldi berkerut. "Saya sudah mengetuk pintu berkali-kali, Tuan. Saya sampai berpikir Tuan masih berbicara dengan tamu yang tadi," ucapnya membela diri.Elang menghela nafas kasar. "Lupakan!"Dia langsung bangkit dan segera beranjak meninggalkan sang asisten yang melongo. “Apakah dia sedang puber kedua?”Pria itu memilih untuk fokus pada pekerjaannya.Sayangnya, tanpa diketahui siapapun, Elang merasa tidak tenang.
Bahkan sampai semua pekerjaan selesai, pria anti-wanita itu masih menunggu jawaban dari Ayunda.
Barulah, menjelang petang, ponsel Elang berdering menarik atensinya ke hal lain.Pria itu mengerutkan keningnya saat menatap layar ponsel dari nomor tak dikenal.
"Nomer siapa ini?" gumamnya.Awalnya, Elang hendak mengabaikannya. Namun, pria itu tiba-tiba teringat satu nama."Ayunda?"Sayangnya, saat Elang hendak menggeser ikon berwarna hijau, dering ponsel langsung mati.Elang langsung mendengus.Untungnya, ponsel pria itu kembali berdering.
Ia menyembunyikan senyumnya dan mengubah sikapnya ke mode dingin sebelum mengeluarkan suaranya.
"Halo..."
"Halo, Pak. Saya Ayunda."
Pria 40 tahun itu kembali tersenyum tipis karena tebakannya benar.
Wanita yang membuatnya gelisah sejak tadi, kini sedang berbicara dengannya melalui sambungan telefon.Sayangnya, ia terkejut dengan berita yang wanita itu bawa."Bertemu orang tuamu petang ini?"Jantung Elang langsung berdetak lebih kencang. "Tunggu, apa itu berarti kamu menerima tawaran saya?"
Setelah panggilan berakhir, Elang terdiam.Ada dua kabar yang cukup membuatnya resah, sekaligus bahagia. 1. Ayunda menerima tawarannya untuk menikah; dan 2. Elang diminta menemui orang tua Ayunda malam ini.Bahkan satu jam dari sekarang, Ayunda meminta Elang untuk berbicara empat mata!Tentu saja Elang setuju, karena memang banyak yang harus mereka bicarakan menyangkut rencana konyol yang keluar dari pikiran pria itu.Tanpa membuang banyak waktu, Elang langsung segera bersiap diri untuk melakukan pertemun mendadak dengan seorang gadis.Meski pakaian yang dikenakan Elang tidak lepas dari kemeja dan jas, tapi kali ini, pakaian yang membalut tubuhnya lebih terlihat santai daripada saat dia bekerja.Dengan langkah tegap, pria itu berjalan menyusuri lobby hotel miliknya sendiri untuk menemui seorang wanita yang sudah menunggunya.Semua mata yang bekerja di sana tentu saja merasa takjub sekaligus heran, ketika menyaksikan Elang petang ini.Bos mereka yang terkenal lebih memilih istirahat
Semua mata yang melihat kedatangan Ayunda bersama seorang pria nampak terperangah. Berbagai macam pertanyaan dan juga dugaaan bermunculan dalam benak beberapa orang yang sedari tadi menunggu kedatangan Ayunda dengan pria yang katanya akan menjadi suaminya. Tentu saja, apa yang dipikirkan orang-orang itu berbeda satu sama lain saat melihat sosok pria tersebut."Kayaknya matang, ya?""Bule tuh pacarnya Ayunda!""Wah, ganteng. Tapi, kayaknya pemain wanita, deh.""Tunggu, wajahnya kayak familiar?"Semua pertanyaan yang bermunculan dalam benak mereka, mungkin akan mendapat jawabannya dalam waktu beberapa saat lagi.Elang sendiri cukup terkejut begitu melihat sambutan dari keluarga Ayunda.Di sana, ada tiga pria yang mungkin usianya tidak jauh dengan dirinya. Ada juga satu wanita dengan usia diperkirakan sama dengannya juga, serta dua wanita muda serta dua anak laki-laki.Yang membuat Elang heran adalah, dari orang-orang tersebut, tidak satupun yang Elang kenal.Padahal, Elang sempat berpi
"Ayunda, kamu yakin akan menikah dengan Tuan Elang?" Setelah acara pertemuannya dengan Elang berakhir, kedua sahabat Ayunda itu langsung menginterogasi pemilik kamar. Mereka merasa terlalu banyak kejutan yang mereka terima sejak kemarin. "Emang kenapa?" Ayunda bertanya balik pada Yanti sembari matanya terus menatap layar ponselnya. Sebenarnya, ia sudah mencium gelagat aneh dua sahabatnya sejak mereka ikut dalam obrolan dengan calon suami Ayunda. Terlebih, kala mereka mengetahui usia dan pekerjaan Elang."Sejak kapan kamu menyukai pria yang usianya sangat jauh usia dan statusnya dari kamu?" Yanti kembali bertanya yang diiringi anggukan Maya."Bukankah kamu tidak pernah ada niat, untuk berhubungan denga pria, yang usianya jauh dari usia kamu? Tapi sekarang? Astaga! Kamu hilaf apa gimana, Yun?"Ayunda terdiam. Namun, diamnya wanita itu jelas bukan diam biasa. Dia mencari alasan yang tepat agar dua sahabatnya itu tidak curiga dengan keputusannya. Sebenarnya, Ayunda sendiri juga eng
Laras sungguh dibuat terkejut dengan kabar yang baru saja dia dengar dari anak lelakinya. Wanita itu bahkan terdiam untuk beberapa saat dengan pikiran yang berkecamuk. "Menikah? Siapa yang akan menikah, Ma?" desak adik kedua Elang sembari mengguncang pundak Mamanya. "Ma!" Erna kembali mengguncang tubuh Ibunya. Semua orang dalam ruang makan itu sangat penasaran dengan kabar yang baru saja diterima oleh Laras."Mama ngomong dong, jangan bikin kita panik," tambah Erin–adik pertama Elang.Tak lama, wanita yang sudah memiliki tiga cucu bereaksi pelan, menatap semua orang yang ada di sana.Laras menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kakak kamu akan menikah minggu depan." Meski pelan, pengumuman itu membuat semua orang terperangah."Yang benar, Ma? Kok mendadak banget?" Erin kembali bersuara. "Apa Mas Elang sedang main-main?"Laras menggeleng pelan. "Mama tidak tahu. Tapi, Elang terdengar sungguh-sungguh."Erlin dan Erna saling memandang dengan tatapan rumit. Sudah pasti kedua adik Elang
Esok harinya, kabar tentang kedekatan Ayunda dengan seorang pria ternama dari ibu kota, kini sudah menyebar dari mulut ke mulut. Kabar itu cepat menyebar dalam komplek perumahan, di mana, Ayunda juga tinggal di dalam komplek tersebut. Semalam, memang ada beberapa tetangga yang secara tidak sengaja, menyaksikan pria yang namanya memang sudah dikenal banyak orang.Karena kabar itu pula, berbagai pendapat dan tanggapan juga turut mewarnainya. Banyak yang beranggapan, kalau Ayunda beruntung bisa mendapatkan duda kaya pemilik hotel. Tapi tidak sedikit juga yang menduga, kalau Ayunda memakai cara yang tidak wajar, demi bisa menikah dengan pemlik hotel mewah itu. Dugaan tentang Ayunda yang memakai cara kotor bermunculan, lantaran ada beberapa warga yang menyaksikan Ayunda menemui pemimpin hotel Harmoni. Mereka melihat Ayunda sendirian masuk ke dalam ruang yang mereka tahu, ruangan tersebut adalah kantor dari si pemilik hotel.Saat itu beberapa warga yang melihat Ayunda, memang hendak be
Masih di hari yang sama, di salah satu warung sayur, di komplek perumahan, yang penduduknya lumayan padat. Suasana di sana masih terasa cukup menegangkan.Sejak beberapa menit yang lalu, perdebatan yang terjadi antara dua wanita yang berkerumun di sekitar warung masih berlangsung cukup sengit. Wanita si biang gosip dengan wanita yang menjadi bahan gosip masih bersitegang diantara sekumpulan para ibu."Kamu ngancam?" Irma berusaha tidak gentar setelah mendapat ancaman yang baru saja dilayangkan oleh lawan bicaranya. Ibu satu anak itu masih bersikap angkuh untuk melindungi harga dirinya, dari tatapan para ibu yang ada di sana. Dia terlalu gengsi untuk mengakui kalau dia sebenarnya takut diancam seperti itu."Bukannya aku ngancam, ya, Mbak," orang yang menjadi bahan gosip membalas ucapan Irma dengan sangat santai. "Aku cuma bilang, jika Tuan Elang tahu tentang gosip murah meriah seperti ini, apa Mbak Irma mau mempertanggung jawabkannya? Seandainya Tuan Elang tidak terima dan membawanya
"Untuk apa?" tatapan mengintimidasi langsung Elang layangkan begitu mendengar permintaan Laras. Meski Elang sudah menduga, entah kenapa ada sedikit rasa khawatir pada pria yang sedari tadi bersikap tenang selama pembicaraan antar keluarga berlangsung."Untuk apa?" bukannya menjawab, Laras malah mengembalikan pertanyaan kepada Elang dengan alis mata kanan yang terangkat sedikit. Wanita yang masih kelihatan sangat sehat diusianya yang sudah menginjak kepala enam itu, menatap tak percaya kepada putranya."Astaga! Masa gitu aja pakai ditanyakan sih, Mas," Erna menyahuti dengan rasa geram yang kembali hadir. Menurut ibu anak satu itu, sikap kakak laki-lakinya kali ini sungguh ajaib dan diluar nalar. Tidak seperti Elang yang selama ini selalu terlihat lebih cerdas."Apa Mas Elang sudah terserang bucin akut? Sampai orang tua ingin ketemu sama calon menantu saja sampai dicurigai gitu? Kayak baru pacaran aja," gerutunya.Ekspresi berbeda langsung ditunjukan setiap wajah yang duduk dalam satu
Suasana riuh nampak terdengar dari salah satu ruang pribadi yang ada di sebuah bangunan bertingkat. Suara riuh itu berasal dari suara beberapa anak yang sedang bermain dalam ruangan tersebut, serta beberapa orang tua yang ikut menambah ramainya ruangan tersebut.Ruang yang memang disediakan khusus untuk pemilik gedung hotel itu, hanya diisi sebagian kecil dari anggota keluarga pemilik hotel. Namun, suasana ramai cukup membuat ruangan tersebut terasa lebih hangat. Namun suasana riuh itu perlahan memudar kala dari arah pintu masuk, datang seseorang yang sedang mereka tunggu. Awalnya mereka bersikap biasa saja saat melihat wajah seorang pria yang muncul dari balik pintu, tapi beberapa detik kemudian reaksi wajah para orang dewasa berubah saat itu juga ketika mata mereka menangkap sosok wanita yang datang bersama pria yang mereka tunggu."Ayana!" Laras, wanita yang paling tua di sana tercekat begitu melihat wajah wanita yang baru saja datang. Bukan hanya dia, kedua anak dan menantunya j