Agraf tersentak. Dia berdiri kokoh untuk menekan Chana tapi siapa yang menyangka bahwa Chana yang biasanya menurut padanya kini terlihat tenang dan bahkan justru mendominasi. Dua Minggu, dua Minggu mereka tinggal di atap yang sama tapi dia sama sekali tak bisa menemui Chana dengan bebas. Chana selalu mengurung diri di kamar. Saat tengah malam, terkadang dia mendengar tangisan pilu dari pintu kamar Chana. Hatinya bergejolak ingin mendobrak pintu lalu memeluknya erat, tapi nyatanya dia hanya bisa bersandar di pintu kamar Chana dengan tatapan sedih. Terkadang dia mendengar pecahan barang, lalu tangisan datang lagi perlahan tapi lagi-lagi Agraf hanya bisa menunggu di luar pintu tanpa berani mengetuk atau pun masuk. Atau kadang-kadang dia akan mendengar sedikit teriakkan, lalu ibunya akan marah karena merasa terganggu di tengah malam. Atau saat Chassy mengganggu Chana, gadis itu hanya akan diam berlalu seolah hal yang Chassy lakukan tak memiliki efek apa pun. Gadis itu berubah diam bagai
Kelsyana tersenyum lembut, dia mengamati wajah tampan Axel dan menilai dengan baik. Hanya dengan melihat dia bisa tahu bahwa latar belakang Axel bukanlah keluarga biasa. Putrinya tak akan bisa disamakan. Tidak, hanya dengan mengandalkan keluarga Oswald, putrinya akan diintimidasi. Karena dia sangat mengetahui bagaimana tata cara keluarga besar dalam mengurusi pernikahan putra putri mereka.Kemudian wajah Kelsyana muram. Senyum menghilang dari wajah cantiknya. Dia menatap Axel dingin. Putrinya, dia tak ingin ada yang menyakiti putrinya. Karena ketampanan juga merupakan masalah, maka semua tak akan mudah. Terlebih pengalaman pribadinya membuatnya hati-hati pada pria yang akan mendekati putrinya.Hal itu tak luput dari pengelihatan Axel. Membuat jantung Axel sedikit berdetak kencang. Ada yang salah dalam tatapan akhir ibu mertuanya. Senyum itu awalnya sangat lembut, terkesan ramah tapi kemudian berubah dingin dan sedikit menghakimi. Dia tiba-tiba merasakan krisis tak terkira."I-ibu mert
Chana melangkah dengan tatapan kosong. Ingatan tentang pemaksaan Logan, lalu Axel yang juga memaksanya benar-benar memberikan pukulan berat baginya. Dia sama sekali tak merespon panggilan Axel padanya, matanya hanya menatap lurus ke depan. Rasa takut dan kepanikan akan hal buruk yang akan terjadi membuatnya kesulitan bernapas. Seluruh tubuhnya terasa kotor hingga dia ingin membasuhnya berkali-kali."Chana, Chana, maafkan aku."Axel berkali kali meminta maaf. Dia melepas jas hitamnya, membungkus tubuh depan Chana lembut. Tapi gadis itu tak merespon. Hanya terus berjalan hingga jas yang dia letakkan terjatuh. Terinjak dan ditinggalkan begitu saja. Saat itu seluruh instingnya memburuk. Dia takut jika Chana meninggalkannya. Dia tak mendekat lagi saat melihat tubuh Chana masih gemetar penuh ketakutan. Hal ini melemparkan seluruh ambisinya ke belakang. Dia tertampar dengan kenyataan bahwa dia menciptakan luka di tubuh dan hati Chana.Langkah Axel terhenti saat melihat Dominic mendekat dan b
"Axel, aku tak akan lagi menyentuhnya. Tidak, aku akan mengambil jalan lain jika berpapasan dengannya. Jadi tolong selamatkan keluargaku. Axel," Alice kembali berlutut, meski nyeri rasa sakit dari lututnya yang berdarah kembali menapaki lantai dingin. Dia menangkupkan kedua tangannya lalu menggosoknya naik turun tak beraturan. Matanya menatap Axel yang seolah tak peduli pada semua hal yang dia lalukan."Axel, kumohon.""Apa kau pernah memikirkan hari ini saat hendak menyentuhnya?" Alice menggeleng kuat. Air mata mengalir lagi di pipinya. Penyesalan terdalam menggerogoti hatinya. Kenapa, kenapa dia menemui Chana. Harusnya dia mengabaikannya. Di tengah permohonan Alice yang masih berlutut, Dominic masuk dan berdiri di antara mereka. Dominic menganguk ringan lalu membuka suara yang membuat ketakutan Alice semakin nyata. "Tuan muda, tuan Logan telah tiada. Sesuai perintahmu, tak akan ada yang membantu keluarganya sampai akhir." "Itu pantas untuknya." Axel menggerakkan tangannya membu
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Chana bingung. "Nona, orang terus memadat. Ini cafe dengan ruangan terbuka. Mari ambil tempat tertutup," saran Oscar bijak. Dia melihat Ini sangat mencolok. Karena Alice merupakan bintang besar maka wajahnya mudah dikenali orang. Terlebih Alice tiba-tiba berlutut dengan wajah pucat dan mata yang bengkak. Chana meraih bahu Alice untuk membuatnya berdiri. "Jangan bersikap seperti ini, Alice. Oscar, pesan ruangan tertutup sekarang." Oscar bertindak cepat sedangkan Alice menolak bangun, dia tetap berlutut dan menangis. Tak peduli meski kerumunan orang telah terbentuk, tapi menyelamatkan nyawanya jauh lebih penting dari semuanya. "Tidak, tidak, tidak. Chana, aku tak akan bangun jika kau tak menyelamatkan aku." "Aku tak mengerti apa yang kau katakan. Bagaimana aku bisa menyelamatkanmu?" Alice mendongak, matanya berbinar. "Kau akan menyelamatkanku kan? Chana, hanya kau yang bisa menyelamatkan aku." Firasat Chana memburuk. Dia sangat ingat, di awal pertem
Chassy tertegun saat melihat Axel duduk di ruang tamu dengan nyaman. Ketampanan yang tak biasa. Tidak, dia bahkan tak berkedip saat pertama kali beratap muka dengan Axel. Dia yang baru saja bersedih karena ibunya yang dipenjara lalu kematian Logan yang tiba-tiba. Posisinya di rumah tak lagi aman dan dia butuh hiburan. Lalu Tuhan seakan mengirimkan hadiah terbaik sebagai hadiah cobaan. Bagaimana dia tidak semangat? Terlebih pria ini sangat menjanjikan."Ayah sedikit terlambat, mungkin-""Nona bisa melanjutkan aktivitas lainnya." Potong Dominic cepat. "Tak perlu menghiraukan kehadiran tuan muda. Karena Tuan Elden sudah dalam perjalanan."Chassy melirik tak suka. Bagaimana bisa dia pergi dan melepaskan kesempatan ini? Dia melorotkan matanya pada Dominic secara terang-terangan. "Tuan, sepertinya kau salah dalam menegurku. Aku adalah Nona dari keluarga ini, dan setiap tamu yang datang adalah tamuku.""Kami tidak datang untuk menemui Nona."Chassy bungkam. Dia melirik Axel yang seolah tak p
"Ke-kenapa kalian ...," Lebih tepatnya, kenapa mereka berdua terkejut? Chassy sedikit pucat. Perasaannya sedikit takut dengan hal buruk yang sempat dia bayangkan. "Chassy, apa kau tahu siapa 'dia' yang Axel maksud?" tanya Elden sedikit pusing. Putrinya, Chassy yang awalnya begitu dia banggakan kini berubah menjadi anak bodoh yang tak tahu malu. Chassy menatap Axel malu, wajahnya bersemu merah saat Axel menatapnya. Dia menunduk tersipu. "Itu, bukankah aku?" Dengan sangat percaya diri, Chassy menunjuk dirinya sendiri. Kebodohannya karena terlalu bahagia hingga tak bisa melihat raut wajah Axel dan ayahnya yang telah berubah."Hah," Elden menggeleng frustasi. Sedangkan Dominic tertawa kecil melihat ketidak berdayaan Elden. Axel menggeleng lemah. Dia membuang pandangannya, membuat Chassy yang tertawa bingung. "A-apakah bu-kan? Ta-pi, tapi ayah, pernikahan bisnis ini, hanya aku yang pantas berdiri." Karena keluarga besar seperti Axion hanya pantas memiliki menantu cerdas yang cantik s
"Benar, benar, kakak ipar sangat benar. Kakak pertama memang penipu! Dia juga tak masuk akal. Tuntutan itu juga salah satunya. Benar-benar tak tahu malu." Raizel menyahut setuju. Dia menganguk anggukan kepalanya saat mengingat tuntutan yang Axel keluarkan untuk Chana. Bahkan jika dia pria, dia tak akan menjadi tak tahu malu seperti kakak pertamanya.Dan Chana hanya bisa menaikkan satu ujung alisnya. Bibirnya mendesah pasrah. Wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan karena harus bersama orang-orang yang sejenis dengan yang harus dia singkirkan. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mengalami ini. "Oscar, ayo kita kembali."Raizel menahan tangan Chana tanpa ragu. Seolah hal itu sudah biasa. "Kakak ipar, jangan seperti ini. Kita bertemu untuk mengajukan bisnis. Itu-""Apa kau akah benar-benar membantu?""Aku akan membantumu. Benar, aku akan membantumu."Chana kembali duduk, dia menyimpangkan kedua tangannya di dada. "Aku ingin bercerai dengan Axel.".........Butuh waktu lama bagi Raizel un