Chana melangkah dengan tatapan kosong. Ingatan tentang pemaksaan Logan, lalu Axel yang juga memaksanya benar-benar memberikan pukulan berat baginya. Dia sama sekali tak merespon panggilan Axel padanya, matanya hanya menatap lurus ke depan. Rasa takut dan kepanikan akan hal buruk yang akan terjadi membuatnya kesulitan bernapas. Seluruh tubuhnya terasa kotor hingga dia ingin membasuhnya berkali-kali."Chana, Chana, maafkan aku."Axel berkali kali meminta maaf. Dia melepas jas hitamnya, membungkus tubuh depan Chana lembut. Tapi gadis itu tak merespon. Hanya terus berjalan hingga jas yang dia letakkan terjatuh. Terinjak dan ditinggalkan begitu saja. Saat itu seluruh instingnya memburuk. Dia takut jika Chana meninggalkannya. Dia tak mendekat lagi saat melihat tubuh Chana masih gemetar penuh ketakutan. Hal ini melemparkan seluruh ambisinya ke belakang. Dia tertampar dengan kenyataan bahwa dia menciptakan luka di tubuh dan hati Chana.Langkah Axel terhenti saat melihat Dominic mendekat dan b
"Axel, aku tak akan lagi menyentuhnya. Tidak, aku akan mengambil jalan lain jika berpapasan dengannya. Jadi tolong selamatkan keluargaku. Axel," Alice kembali berlutut, meski nyeri rasa sakit dari lututnya yang berdarah kembali menapaki lantai dingin. Dia menangkupkan kedua tangannya lalu menggosoknya naik turun tak beraturan. Matanya menatap Axel yang seolah tak peduli pada semua hal yang dia lalukan."Axel, kumohon.""Apa kau pernah memikirkan hari ini saat hendak menyentuhnya?" Alice menggeleng kuat. Air mata mengalir lagi di pipinya. Penyesalan terdalam menggerogoti hatinya. Kenapa, kenapa dia menemui Chana. Harusnya dia mengabaikannya. Di tengah permohonan Alice yang masih berlutut, Dominic masuk dan berdiri di antara mereka. Dominic menganguk ringan lalu membuka suara yang membuat ketakutan Alice semakin nyata. "Tuan muda, tuan Logan telah tiada. Sesuai perintahmu, tak akan ada yang membantu keluarganya sampai akhir." "Itu pantas untuknya." Axel menggerakkan tangannya membu
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Chana bingung. "Nona, orang terus memadat. Ini cafe dengan ruangan terbuka. Mari ambil tempat tertutup," saran Oscar bijak. Dia melihat Ini sangat mencolok. Karena Alice merupakan bintang besar maka wajahnya mudah dikenali orang. Terlebih Alice tiba-tiba berlutut dengan wajah pucat dan mata yang bengkak. Chana meraih bahu Alice untuk membuatnya berdiri. "Jangan bersikap seperti ini, Alice. Oscar, pesan ruangan tertutup sekarang." Oscar bertindak cepat sedangkan Alice menolak bangun, dia tetap berlutut dan menangis. Tak peduli meski kerumunan orang telah terbentuk, tapi menyelamatkan nyawanya jauh lebih penting dari semuanya. "Tidak, tidak, tidak. Chana, aku tak akan bangun jika kau tak menyelamatkan aku." "Aku tak mengerti apa yang kau katakan. Bagaimana aku bisa menyelamatkanmu?" Alice mendongak, matanya berbinar. "Kau akan menyelamatkanku kan? Chana, hanya kau yang bisa menyelamatkan aku." Firasat Chana memburuk. Dia sangat ingat, di awal pertem
Chassy tertegun saat melihat Axel duduk di ruang tamu dengan nyaman. Ketampanan yang tak biasa. Tidak, dia bahkan tak berkedip saat pertama kali beratap muka dengan Axel. Dia yang baru saja bersedih karena ibunya yang dipenjara lalu kematian Logan yang tiba-tiba. Posisinya di rumah tak lagi aman dan dia butuh hiburan. Lalu Tuhan seakan mengirimkan hadiah terbaik sebagai hadiah cobaan. Bagaimana dia tidak semangat? Terlebih pria ini sangat menjanjikan."Ayah sedikit terlambat, mungkin-""Nona bisa melanjutkan aktivitas lainnya." Potong Dominic cepat. "Tak perlu menghiraukan kehadiran tuan muda. Karena Tuan Elden sudah dalam perjalanan."Chassy melirik tak suka. Bagaimana bisa dia pergi dan melepaskan kesempatan ini? Dia melorotkan matanya pada Dominic secara terang-terangan. "Tuan, sepertinya kau salah dalam menegurku. Aku adalah Nona dari keluarga ini, dan setiap tamu yang datang adalah tamuku.""Kami tidak datang untuk menemui Nona."Chassy bungkam. Dia melirik Axel yang seolah tak p
"Ke-kenapa kalian ...," Lebih tepatnya, kenapa mereka berdua terkejut? Chassy sedikit pucat. Perasaannya sedikit takut dengan hal buruk yang sempat dia bayangkan. "Chassy, apa kau tahu siapa 'dia' yang Axel maksud?" tanya Elden sedikit pusing. Putrinya, Chassy yang awalnya begitu dia banggakan kini berubah menjadi anak bodoh yang tak tahu malu. Chassy menatap Axel malu, wajahnya bersemu merah saat Axel menatapnya. Dia menunduk tersipu. "Itu, bukankah aku?" Dengan sangat percaya diri, Chassy menunjuk dirinya sendiri. Kebodohannya karena terlalu bahagia hingga tak bisa melihat raut wajah Axel dan ayahnya yang telah berubah."Hah," Elden menggeleng frustasi. Sedangkan Dominic tertawa kecil melihat ketidak berdayaan Elden. Axel menggeleng lemah. Dia membuang pandangannya, membuat Chassy yang tertawa bingung. "A-apakah bu-kan? Ta-pi, tapi ayah, pernikahan bisnis ini, hanya aku yang pantas berdiri." Karena keluarga besar seperti Axion hanya pantas memiliki menantu cerdas yang cantik s
"Benar, benar, kakak ipar sangat benar. Kakak pertama memang penipu! Dia juga tak masuk akal. Tuntutan itu juga salah satunya. Benar-benar tak tahu malu." Raizel menyahut setuju. Dia menganguk anggukan kepalanya saat mengingat tuntutan yang Axel keluarkan untuk Chana. Bahkan jika dia pria, dia tak akan menjadi tak tahu malu seperti kakak pertamanya.Dan Chana hanya bisa menaikkan satu ujung alisnya. Bibirnya mendesah pasrah. Wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan karena harus bersama orang-orang yang sejenis dengan yang harus dia singkirkan. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mengalami ini. "Oscar, ayo kita kembali."Raizel menahan tangan Chana tanpa ragu. Seolah hal itu sudah biasa. "Kakak ipar, jangan seperti ini. Kita bertemu untuk mengajukan bisnis. Itu-""Apa kau akah benar-benar membantu?""Aku akan membantumu. Benar, aku akan membantumu."Chana kembali duduk, dia menyimpangkan kedua tangannya di dada. "Aku ingin bercerai dengan Axel.".........Butuh waktu lama bagi Raizel un
Satu jam lalu sebelum Axel berlutut dengan menaikkan kedua tangannya sebagai hukuman. Chana mendorong Axel yang memeluknya dengan cepat. Matanya menatap Axel marah karena banyak hal yang harus dia bicarakan. Tapi pembicaraan itu tak mungkin di lakukan di hadapan banyak mata seperti saat ini. Elden mendesah kasar, rasa sakit kepalanya cukup membuatnya lelah. Elden menatap Chana seolah meminta penjelasan. Chassy menunggu, dia hanya penasaran akan kebenaran yang terjadi. Sedangkan Agraf, dia merasa harus mengetahui semuanya karena ini bersangkutan dengan wanita yang dicintainya."Chana," panggil Elden lemah. "Bajingan ini mengatakan bahwa kalian sudah menikah. Tapi ayah tak pernah merasa memberikan izin apapun padamu." "Kak Chana, sebaiknya katakan dengan benar. Kau selalu membuat masalah," Chassy ikut menimpali. Matanya menatap Axel membara. Pria ini harus menjadi miliknya.Chana mengabaikan Chassy, menatap Axel lalu beralih pada Elden. "Aku sudah mengajukan surat perceraian, Ayah. Ja
Elden kembali memijit pelipisnya. Dia tak pernah membayangkan bahwa penerus Axion company akan berlutut seperti ini. Terlebih pria itu bersujud untuk putrinya. "Chana, apa yang bajingan ini lakukan? Hentikan dia, hentikan perkelahian kalian. Kalian membuat ayahpusing.""Ayah-" "Hentikan. Ayah sangat lelah akhir-akhir ini. Mari makan malam dengan tenang." potong Elden membuat Chana bungkam. Elden berjalan dengan mata melirik Axel sekilas. "Kau mungkin berhasil menikahi putriku, tapi jangan berpikir bahwa aku sudah setuju."Axel menyembunyikan senyumnya dengan ekspresi yang datar. Dia menatap Chana yang juga memijit kepalanya. "Sayang," "Berhenti," ucap Chana mendesah lelah. Dia menatap Axel pasrah. "Hentikan semuanya, Axel. Aku lelah." "Sayang," "Bangunlah. Bangun dan ayo kita makan malam." "Apakah itu artinya kau memaafkanku?" Chana memejamkan matanya frustasi. Seperti ini lagi, dia merasa tak berdaya dengan semua jebakan yang Axel tebar. Dia pun menganguk pasrah. Dan detik ber