Part 44
Semalaman aku menunggu Heni pulang untuk membuat perhitungan, tapi batang hidungnya tak kunjung muncul hingga pagi ini. Pasti ia takut denganku.Pagi ini aku mulai masuk kerja lagi. Tapi sepertinya mau tak mau aku harus naik angkutan umum kali ini, sebab sedari malam Dewi tak membalas pesan dariku. Sepertinya Heni dan Intan sudah memprovokasinya duluan. Menyebalkan! Aku jadi kehilangan tumpangan gratis.Beberapa menit menunggu, akhirnya angkutan umum yang kutunggu pun tiba. Terlihat di dalam angkot sudah penuh penumpang. Namun, aku tetap naik karena takut telat.Jadilah sekarang aku duduk berdempetan dengan para penumpang lainnya. Di sebelah kiriku ada beberapa anak sekolah, sedangkan di sebelah kanan ada wanita sebayaku yang sepertinya juga akan pergi kerja.Terlihat wanita itu merasa terganggu saat aku duduk di sebelahnya. Namun ia tak berkata apa-apa, hanya mengalihkan wajah menghadap tempat lain. Memangnya apa yang salah dengPart 45Asisten Nyai Warsih datang di hadapan kami, tepat setelah kami selesai diskusi. Ia mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam ruang praktek Nyai Warsih.Dengan jantung berdebar, aku berjalan di belakang Lilis. Sepertinya Lilis sudah biasa dengan tempat ini. Terbukti dengan gayanya yang santai saat menjelajahi rumah Nyai Warsih.Sampai di depan pintu yang juga bercat putih, Lilis menghentikan langkah. Perlahan ia mengetuk pintu tersebut. Setelah mendengar jawaban dari dalam, barulah Lilis membuka pintu kamar tersebut.Lagi-lagi ruangan tersebut berbeda dengan ruang praktek dukun-dukun yang kudatangi sebelumnya. Ruangan kali ini sama seperti kamar pada umumnya, hanya berisi ranjang, lemari, ada juga sofa di sana.Kami pun melangkah masuk ke dalam ruangan yang sejuk karena hawa dari mesin pendingin. Ingin tertawa rasanya, melihat ruang praktek dukun mewah dan ber-AC begini."Jadi, sudah diputuskan mau pasang susuk apa?" Tanya
Part 46"Tu--tunggu, Mi ...," cegahnya sebelum aku mengambil langkah."Ya, Pak?""Emm ... Kamu beda ya hari ini. Makin cantik," puji Pak Beni yang membuat hatiku melayang seketika."Makasih ya, Pak, atas pujiannya. Aku juga gak nyangka, bisa jadi cantik. Padahal kemarin cuma diajak perawatan di salon mahal aja sama teman. Eh, ternyata hasilnya benar-benar memuaskan," ujarku berbohong. Supaya Pak Beni tak bertanya-tanya dengan perubahanku."Oh, gitu. Pantas aja hari ini beda. Kalau gitu rajin-rajin aja perawatan, Mi. Soalnya kamu cantik, sayang kan kalau sampai gak terawat." Pak Beni memberi saran seraya memuji lagi. Tapi tetap saja, dalam hati aku tak setuju dengan sarannya. Rajin-rajin perawatan katanya, memang dia pikir perawatan tak butuh dana? Kalau dia yang mau biayain, ya, boleh juga."Gimana mau rajin perawatan, Pak? Uang aja pas-pasan," ucapku seraya menampilkan mimik wajah sedih supaya Pak Beni iba.Da
Part 47Apa-apaan ini? Kenapa Bang Suryo bawa-bawa mereka segala? Bisa hancur rencanaku malam ini kalau sampai mereka membuat ulah dan mempermalukanku."Kak, Kak Mi!" Panggilan Nova memecahkan lamunanku yang masih memandang ke arah Bang Suryo dan anak-anak.Bang Suryo yang tadinya menatapku dengan pandangan takjub juga langsung membuang muka ke arah lain, terlihat mulutnya sedikit berkomat-kamit entah berucap apa."Kak Mi, cantik banget, Kakak," Nova dan teman-teman yang lain menghampiri dengan takjub. Membuat aku langsung merasa bak primadona."Iya. Kalau gini sih, cocoknya bukan jadi karyawan pabrik, tapi jadi nyonya besar." Rima ikut menimpali membuat aku makin tersipu."Sudah-sudah. Ayo, masuk dulu. Ketemu Pak Beni," ujarku pada mereka.Kami pun masuk beramai-ramai. Semenjak aku makin cantik, temanku juga jadi semakin banyak. Entahlah niat mereka mendekatiku karena apa.Saat akan masuk ke halaman rumah Pak Beni yang sudah disulap dengan berba
Part 48Esok sudah hari raya idul Fitri. Suasana semarak pun mulai terasa. Orang-orang terlihat sibuk berburu baju baru, membuat kue, dan masak-masak. Sedangkan aku, hanya bisa rebahan di kamar kost-an yang mulai terasa semakin sepi karena penghuni kost sudah berpulangan ke kampung mereka masing-masing.[Sepiii ....] Aku membuat story di aplikasi hijau dengan diiringi emot sedih.Tlung! Sebuah pesan langsung masuk mengomentari storyku barusan. Aku langsung tersenyum begitu membuka pesan tersebut, dari Pak Beni.[Kok sepi? Emangnya gak pulang ke rumah ortu, Mi?] Tanya Pak Beni.[Enggak, Pak. Aku gak akur sama ibu tiri. Jadi malas sekarang mau sering-sering pulang.] Balasku cepat.Dalam sekejap saja muncul panggilan masuk dari nomor Pak Beni. Dengan riang hati, aku pun segera mengangkatnya."Hallo, Pak," sapaku dengan suara mendayu-dayu."Hallo juga, Sayang," jawab Pak Beni yang membuat aku terkejut.
Part 49Saat sedang menunggu air memanas, aku dikejutkan oleh langkah kaki seseorang yang datang dari lorong kamar sebelah kiri. Refleks aku menoleh karena penasaran. Seingatku saat ini tak ada orang lain di kost-an selain aku dan Pak Beni."P--pak ...," ucapku terbata begitu melihat siapa yang sedang berdiri di belakangku.Pak Razi tak menjawab sapaanku. Ia malah menatapku sambil tersenyum genit. Membuat aku jadi risih.Sejenak ada rasa khawatir di hati. Takut ketahuan aku membawa masuk Pak Beni."Ba--bapak kok di kost?" Tanyaku dengan gugup."Memangnya kenapa? Kamu terganggu?" Tanyanya balik dengan nada tak suka."Eh, bukan gitu, Pak. Cuma ... Ini kan lebaran, kok Bapak udah di sini?" Aku berusaha berkilah."Ya justru karena lebaran lah saya cepat-cepat kembali ke sini. Karena kost sedang kosong, takut ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi," jawabnya masih dengan menatapku genit. Sepertinya aku harus was-was
Part 50Aku membalas perlakuan Pak Beni dengan mesra, sedang asyik-asyiknya saling bercum*bu, tiba-tiba pintu terbuka dari luar.Astaga! Ternyata Pak Beni lupa mengunci pintu tadi.Refleks kami melepaskan diri dan beralih melihat pintu yang terbuka. Terlihat di sana Bang Suryo berdiri dengan mata membulat, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya."Kamu apaan sih, Yo? Main buka-buka aja, gak sopan!" Ketus Pak Beni sambil berjalan ke arah Bang Suryo. Terlihat sekali ia geram karena hasratnya padaku tertahan akibat kedatangan Bang Suryo."Kenapa? Malu kepergok sedang bermesraan? Lagian udah biasa juga kan aku keluar masuk kantormu? Apa karena perempuan ini, terus kau mulai membatasi diri denganku, Ben?" Bang Suryo berucap dengan sengit. Sepertinya ia sudah bisa menebak, apa yang terjadi antara aku dan Pak Beni."Ya, itu kan dulu. Walau gimana pun, aku ini bosmu! Jadi mulai sekarang hargai privasiku!" Sahut Pak Beni y
Part 51"Tolong, berhenti ... Jangaaan ... Aku betul-betul tak bersalah," rintihku dengan air mata yang mulai menitik, merasa benar-benar terdzolimi dengan perbuatan mereka.Namun bukannya iba dengan keadaanku, mereka malah makin beringas ingin melucuti pakaianku.Saat baju atasanku hampir terlepas sempurna, barulah terdengar suara seseorang membelaku."Hei! Sudah-sudah! Jangan main seperti ini. Matikan kameranya. Jangan asal viral-viralkan!" Terdengar suara seseorang yang amat sangat kukenal. Suara Heni."Halah! Kamu bela karena kamu temannya, kan?" Terdengar sahutan salah satu penghuni kost.Heni berdecak kesal, lalu beralih menatap Bu Diah."Bu, emang ibu mau kalau suami Ibu viral? Ibu udah siap mental belum, kalau dijulidin orang? Terus, apa ibu mau kalau kost ini jadi sepi karena para orang tua tak mempercayakan lagi anaknya ngekost di sini?" Sepertinya perkataan Heni kali ini berhasil meluluhkan mereka, terbukti me
Part 52Vivi terus mendekat ke arah kami. Dan begitu sampai di hadapanku ....Plaaak!Belum sempat aku berucap apa-apa, telapak tangan Vivi sudah mendarat di pipiku, meninggalkan rasa panas yang menjalar di sana."Dasar perempuan tak tau malu! Masih ada nyali kau datang ke sini, hah?" Hardiknya dengan mata melotot seperti akan copot dari rongganya."Aku kemari bukan untuk bertemu denganmu!" Tandasku tak mau kalah. Jelas aku tak akan pernah mau mengalah jika itu dengan rival."Terus mau ketemu dengan Mas Beni?! Jangan mimpi!" Ucap Vivi sengit dibarengi oleh tarikan tangannya pada rambutku.Aku langsung meringis menahan perih pada kulit kepala. Ternyata Vivi tak bisa diajak bicara baik-baik. Aku yang tak mau kalah darinya langsung membalas menarik surai pirang panjang miliknya. Kami pun saling jambak-jambakan satu sama lain, diiringi dengan berbagai macam sumpah serapah dan makian dari Vivi.Kericuhan ka