“Dasar wanita tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia mau ke depan!” Cibel dengan geram melihat Ayesha yang sudah berdiri di samping Hilbram sambil tersenyum seolah tidak ada yang salah. “Yang tahu tentang affair itu kan cuma segelintir kita, itu para cecunguk di sana mana tahu tentang kebusukan wanita itu!” Maya juga ikutan sebal. Apalagi Verni yang rasanya ingin menghancurkan panggung itu. “Kenapa kalian?” tiba-tiba suara Praja mengagetkan mereka. Mereka lupa bahwa ada orang lain yang duduk tidak jauh dari sana. Dan itu pria yang juga dekat dengan Ayesha. “Oh, bukan apa-apa, Pak!” Verni yang merupakan pegawai biasa tidak selevel Maya dan Praja sedikit segan menanggapi pria itu. “Kenapa sejak tadi sepertinya kalian membicarakan wanita yang di depan sana?” Ketiganya diam. Rasanya tidak ingin membahas hal itu dengan pria ini. Bagaimanapun Praja adalah orang yang dekat dengan Ayesha. Sudah tentu akan menganggap Ayesha selalu baik. “Lebih baik jangan bicara macam-macam kalau tidak tahu
Selesai menyuapi Adam makan siang, Ayesha mencoba menggendong anaknya. Namun bayi 8 bulan itu sudah tidak mau digendong lagi. Adam mencoba melepaskan diri dari sang mama. Dia dengan gesit merangkang mengambil mainan yang terserak, bahkan sudah bisa mencoba berdiri sambil berpegangan di dinding. “Ya Allah, Nur. Adam sudah pengen jalan itu?” Ayesha yang mengetahui anaknya berdiri segera mengambil ponselnya untuk mengabadikannya. Papanya harus tahu ini. “Sayang, kemari, Nak?” Ayesha memanggil Adam yang tertawa-tawa sendiri saat merasa bisa menunjukan kemampuannya berdiri. “Ya udah deh, kalau Adam enggak mau sama Mama, Mama berangkat kerja lagi ya?” Ayesha tahu biasanya Adam akan langsung berlari ke arahnya kalau dia mengatakan akan pergi kerja. Padahal tadi dia terus menolak digendongnya. “Mamama...” celoteh Adam sambil merangkak menghampiri kaki Ayesha karena sudah berdiri menenteng tasnya. Dia tahu akan ditinggal karenanya datang menahannya. Ayesha tertawa dan langsung menggendon
“Apa Anda melihat bayiku?” Ayesha dengan panik menanyakan hal itu pada setiap orang yang dilihatnya. Dia bahkan sudah memasuki setiap ruangan untuk bertanya. Namun mereka menggeleng dan hanya menatap wanita itu dengan heran. “Nyonya, apa yang terjadi?” Dua orang tergesa mendatangi Ayesha yang kebingungan itu. mereka sepertinya datang terlambat. “Anakku hilang!” ucap Ayesha dengan frustasi pada dua orang itu. Dia tidak mengenalnya tapi sudah mengira itu adalah anak buah suaminya. “Baik, akan kami urus!” Keduanya segera bergerak untuk menemukan sang tuan muda yang menghilang di usianya yang bahkan belum setahun itu. Saat mendapat kabar itu, Taher yang menemani sang tuan meeting penting belum bisa memberitahu. Dia berharap dua anak buahnya itu bisa mengatasinya. “Ada apa, Taher?” Hilbram langsung bertanya pada Taher dan menjeda meeting mereka. Dia takut ada hal urgent yang bahkan sampai membuat Taher yang tenang itu jadi resah. “Adik Adam hilang, Tuan!” Suhu di ruangan tiba-tiba m
Semua yang di sana menelan salivanya mendengar wanita yang selama ini bekerja bersama di satu devisi mereka ternyata adalah istri dari sang big bos perusahaan ini.Beberapa yang akrab dengan Ayesha merasa senang dan berbangga bahwa pernah menjadi teman baik saat bekerja.Namun beberapa yang lain yang mengikuti jejak tingkah Verni yang sering membebani Ayesha tentu menjadi mulai mencemaskan posisinya. Jangan sampai dipecat di saat seperti ini. Kembali teringat tentang Dannil yang tiba-tiba dipecat karena alasan yang bahkan mereka tidak pernah tahu sebelumnya. Saat ini, mereka yakin, pemecatan itu pasti ada hubungannya dengan Ayesha. Karena semua tahu, Dannil selalu menggoda Ayesha.“Di mana Verni?” Ayesha masih belum bisa melupakan ketegangan yang terjadi. Membayangkan putranya sampai kenapa-kenapa emosinya belum bisa diturunkan.Tidak mungkin Adam bisa turun dari strollernya sendiri kalau bukan wanita itu yang menurunkannya. Karena itu, Ayesha merasa tidak bisa membiarkan hal itu b
Saat makan malam pria itu tampak risau, hingga setelahnya Ayesha menjadi tidak enak kalau ingin menanyakan atau memberitahu sesuatu.Bukan hanya itu, Ayesha tentu saja menjadi ill feel karena bisa jadi panggilan yang di balkon itu berasal dari Thalita. Lebih-lebih melihat Hilbram sampai secemas itu pada Thalita.“Adam sudah tidur?” tanya Hilbram menggugah lamunan Ayesha yang tercenung di atas tempat tidurnya itu.“Oh, sudah, Mas!” jawab Ayesha yang melihat suaminya baru masuk ke kamar.“Ya sudah, istirahat gih! Sudah malam,” titah Hilbram mengusap rambut kepala Ayesha lalu masuk ke dalam kamar mandi.Begitu keluar dari kamar mandi, Hilbram masih juga melihat Ayesha di posisinya semula. Padahal Hilbram hampir ketiduran di bathup tadi.“Kenapa?” tanya Hilbram mengikat tali bathrobe yang digunakannya lalu duduk di samping istrinya itu. Sepertinya ada yang menganggu pikiran Ayesha.“Mau ngobrol sebentar sama, Mas. Itu pun kalau Mas tidak merasa keberatan,” ujar Ayesha melirik suaminya.
“Mama lebih percaya pada pria rendahan itu?” Thalita marah karena Fatma justru memarahinya. Tidakkah dia melihat luka memar yang ada di wajahnya karena tamparan pria itu?“Lalu Mama harus percaya pada siapa?” Fatma menjadi bingung karena penjelasan Thalita yang sebaliknya.“Dia tidur bersama pengasuh bayinya, apa salah kalau aku memberi wanita murahan itu pelajaran?”“Sejak kapan kau peduli dengan siapa Rahman tidur? Bukankah kau juga tidur seenaknya dengan pria lain?”“Apa yang kau bicarakan Nyonya Fatma? Apa hanya karena Rahman memberimu banyak uang lalu kau lebih memihak padanya?” Thalita menjadi emosi kemudian menatap mamanya dengan tatapan menantang.“Aku jadi sadar sekarang, kalau kau dan Tante Hamida memang sama. Tidak ada bedanya sama sekali. Yang ada dalam pikiran kalian hanya uang dan kepopuleran. Kau lebih mementingkan gengsimu juga pandangan teman-temanmu tentang dirimu —daripada keadaan putrimu yang mengenaskan ini!”“Jangan samakan aku dengan Hamida, Tha! Aku dan dia t
Fatma menghampiri Rahman di kantor tempat kerjanya lalu sedikit mendesaknya untuk menahan putrinya yang sudah berencana balik ke Indonesia. “Kenapa kau hanya diam saja? Tidakkah kau tahu bahwa Thalita sudah mempersiapkan diri untuk balik ke Indonesia? Sebagai suaminya harusnya kau menahannya!” Pria itu bangkit dan berdiri menghampiri ibu mertuanya itu, lalu dengan senyum miring berkata, "Putri Anda tidak pernah menganggapku sebagai suaminya, kenapa harus mengingatkanku sebagai suaminya saat begini?” “Dia akan mendatangi Hilbram dan mengadu macam-macam padanya. Kau tahu ‘kan, Hilbram menyayangi Thalita sejak dulu. Dia tidak akan terima kalau adik kesayangannya itu terlihat menyedihkan?” “Apa yang Anda takutkan?” Fatma menatap Rahman dengan heran. Mereka sudah membicarakan hal itu sebelumnya. Apakah pria ini tidak cemas, Thalita akan bisa merusak rencana mereka? “Aku kenal Tuan Bram lebih baik dari semua orang di dunia ini. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Dan Anda seharusnya
“Kejam!” Suara di sela isak Thalita terdengar.Wanita itu tidak berhenti menangis sepanjang perjalanan di pesawat mengingat nasib cintanya yang selalu berakhir mengenaskan.Dulu dia juga begitu membenci Mark saat pemuda itu tidak berhenti menggodanya. Namun lambat laun akhirnya dia mulai mencintai Mark.Ketika hubungan mereka sedang hangat-hangatnya, tiba-tiba Mark kesandung masalah dan memilih mengakhiri hubungannya. Meski Thalita tetap memintanya kembali, Mark justru berselingkuh dengan wanita lain dengan alasan Thalita-lah yang menghianatinya dengan hamil dari pria lain.Kemudian, ketika Thalita diharuskan menikah dengan sepupunya itu. Dia juga tidak mencintai Hilbram sebelumnya.Namun perlahan dia menyadari dan jatuh cinta padanya. Thalita mengagumi Hilbram dari segala sisi darinya. Terlebih mereka sempat besar bersama di bawah asuhan sang nenek.Thalita ingin pernikahan yang awalnya hanya sebuah perjanjian saja itu tidak aka