Rey menatap Delisha dengan mata yang penuh percikan api dengan perasaan yang begitu sangat cemburu. "Apa yang sedang kalian berdua lakukan?"Delisha mencoba menjelaskan dengan sebaik mungkin, "Rey, aku …"Arfan merasa perlu untuk menjelaskan semuanya kepada Rey, lalu dia berkata, " Tuan Rey, Anda sudah salah paham. Saya akan mencoba menjelaskan kepada Anda, bahwa—"Namun, Rey langsung menyela perkataan Arfan, rahang tegasnya sudah mulai mengeras. "Arfan, perusahaan tempat kamu bekerja memiliki kebijakan ketat tentang karyawan yang berpacaran. Jika kamu tetap mendekati Delisha, aku tidak akan segan-segan memecat kamu." Arfan terdiam sejenak, ia tidak tahu lagi harus berkata apa kepada Rey. "Tuan, tapi … ""Tidak ada tapi-tapian, pergi sekarang juga kamu dari sini!" Rey mengusir Arfan untuk segera pergi dari Mansion Wijaya, karena ia begitu muak dengan lelaki itu, sebelum kesabarannya habis dan tiba-tiba ia melayangkan pukulannya kepada Arfan, ia berharap Arfan segera pergi dari hadapan
"Lakukanlah, tapi tidak dengan menyakitiku, Rey." Delisha berkata dengan penuh kelembutan.Rey menghela napas dalam-dalam, mencoba meredakan kemarahannya yang sudah memuncak berada di atas awan. Dia akhirnya melepaskan cengkraman tangannya yang mencengkram tangan Delisha begitu erat.Delisha tersenyum manis saat Rey akhirnya melepaskan cengkramannya yang kuat. Dia merasa lega karena Rey mendengarkan permintaannya.Namun, sepertinya Rey benar-benar tidak akan melepaskan Delisha kali ini, meskipun Rey sudah melepaskan cengkraman tangannya, lelaki itu tetap melakukan keinginannya yang sudah berada di awang-awang.Delisha hanya pasrah atas apa yang semua Rey lakukan kepadanya, tetapi wanita itu tetap bersyukur karena Rey melakukannya tidak dengan menyakitinya lagi.Kepenatan dari malam yang sudah menguras emosi mereka dan peristiwa yang telah mereka alami akhirnya mengalahkan mereka berdua. Delisha dan Rey akhirnya tertidur dengan pulas di ranjang yang empuk tanpa sehelai benang yang menut
Rey yang sedang duduk di sebuah sudut kafe bersama sahabatnya, Abbas. Ketika sedang membicarakan tentang Delisha, tiba-tiba pintu kafe terbuka dengan perlahan, seorang wanita memasuki ruangan tersebut. Rey memalingkan wajahnya ke arah pintu dan tiba-tiba matanya terbelalak kaget ketika melihat Erlin, mantan kekasihnya. "Erlin," gumam Rey lirih.Abbas yang melihat reaksi Rey yang agak kaget, bertanya kepada sahabatnya itu, "Ada apa, Rey? Kamu baik-baik saja?"Rey tak membalas, ia hanya menunjuk ke arah Erlin yang sedang berjalan menuju mejanya, menggunakan dagu saja.Abbas melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rey, ternyata ia melihat Erlin yang tampak menawan berjalan ke arah mejanya dengan senyuman manis di wajahnya."Hai, Rey," sapa Erlin dengan suara lembut yang mendayu-dayu, wanita itu duduk di kursi yang bersebelahan dengan Rey. Rey merasa agak tidak nyaman dengan kehadiran Erlin yang tiba-tiba. Dia mencoba untuk tetap tenang dan menjawab dengan ketus, "Ada apa?"Erlin tersenyum ti
Ahhh!Kepala Delisha begitu sangat pusing, tubuhnya terasa begitu lemas. "Kenapa kepalaku sakit sekali?" gumam Delisha bermonolog.Beberapa saat kemudian, Delisha mendengar suara ponselnya berbunyi. Ia melihat ada satu pesan yang masuk pada ponselnya, Delisha hanya berharap itu adalah pesan balasan dari Rey. Namun, mata Delisha membulat sempurna ketika melihat beberapa foto Rey dan Erlin yang sedang bersama.Kepala Delisha semakin berdenyut hebat saat melihat pesan tersebut. Dia membuka pesan itu dan melihat beberapa foto Erlin bersama Rey. Delisha merasa dadanya sesak, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya."Rey … jadi, kamu pergi untuk menemui Erlin. Kamu tidak mengangkat panggilan, dan tak membalas pesan dariku karena sedang bersama Erlin."Seketika tubuh Delisha meremang ketika melihat semua itu, air matanya tiba-tiba lolos dari pelupuk matanya.Delisha merasa dunianya tiba-tiba runtuh ketika dia melihat semua foto itu. Udara malam yang dingin seakan me
Setelah jam istirahat tiba, Anna melihat ke arah Delisha yang duduk di meja sebelahnya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Wajah Delisha begitu pucat dan matanya terlihat lelah. Anna penasaran dan akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada Delisha."Delisha, apa yang terjadi? Kamu terlihat begitu pucat. Apakah semuanya baik-baik saja?"Delisha menoleh ke arah Anna, mencoba tersenyum meskipun terlihat jelas bahwa dia dalam keadaan yang tidak baik."Anna, aku tidak apa-apa, hanya saja kepalaku agak sedikit pusing.""Delisha, aku ingin tahu lebih jelas lagi, sebenarnya apa yang terjadi kepadamu beberapa hari ini? Dan bagaimana kamu bisa diculik? Bagaimana kalau kita makan siang di kafe dekat kantor saja. Kamu bisa menceritakan semuanya kepadaku."Anna terus merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya telah terjadi dengan sahabatnya, Delisha. Meskipun ia sebelumnya telah mencoba bertanya melalui telepon, Delisha tampaknya tidak mau memberikan penjelasan lebih lanjut. Anna merasa
Rey melihat Delisha yang berjalan menuju mobil Anna di parkiran kantor. Dia menghentikan Delisha yang akan membuka pintu mobil Anna, Rey ingin berbicara dengannya, dan menyelesaikan masalah mereka berdua. Dengan langkah cepat, Rey mendekati Delisha sebelum ia masuk ke dalam mobil Anna. "Delisha." Rey memanggil Delisha dengan suaranya yang memberat.Delisha terkesiap oleh kehadiran Rey yang tiba-tiba memanggil namanya. Dia menoleh dan melihat Rey ke arah belakang, ternyata Rey tak sendiri, ia bersama dengan sekretarisnya, Abbas."Anna, apa yang dilakukan Rey dan Abbas di sini?" gumam Delisha lirih yang hanya didengar oleh AnnaAnna mengernyitkan dahinya. "Aku juga tidak tahu. Kenapa mereka ada di sini?"Rey melangkah perlahan mendekati Delisha, sementara kedua mata mereka saling beradu. Suasana di sekitar mereka begitu tegang. Namun, Rey ingin meminta maaf atas sikapnya yang kasar kepada Delisha.Rey baru mengetahui semuanya dari Jonathan, mertuanya lah yang sudah memberitahu segalanya
Delisha memandang ke luar jendela gedung perusahaan tempatnya bekerja. Pemandangan kota Jakarta yang begitu indah membuat seutas senyum terukir cantik di bibirnya. Delisha merasa kagum melihat pemandangan tersebut.Sambil membiarkan mata memandang, pikirannya melayang ke perjalanan panjang yang membawanya ke titik ini. Ia mengingat saat pertama kali menginjakkan kaki di kota besar ini, yaitu ketika mencari sosok ayah baginya. Ia begitu sangat bersyukur kini sudah bertemu dengan ayahnya, Jonathan.Delisha memutuskan menuju ke pantry untuk mengambil minuman karena tenggorokannya yang sudah haus. Saat dia akan menuju ke pantry, matanya tak sengaja beradu tatap dengan sosok lelaki paruh baya, siapa lagi kalau bukan mertuanya, yaitu Emran."Pak Emran," gumam Delisha dengan suara lirihnya.Tatapan mata Emran yang tajam menatap Delisha begitu lekat, bahkan Delisha pun begitu susahnya menelan air liurnya sendiri.Wanita itu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di antara mereka. Delisha
"Apalagi, Rey?" tanya Emran."Delisha juga sedang hamil, Pa."Emran terdiam sesaat, matanya membulat sempurna memancarkan kebingungan yang mendalam."Apa?! Delisha sedang hamil?" Emran terkesiap ketika mendengar bahwa Delisha sedang hamil.Rey mengangguk dengan cepat, dia tahu bahwa ia harus segera memberi tahu keluarganya tentang kabar baik ini. "Ya, Pa. Delisha hamil."Emran duduk di kursinya, matanya masih terbelalak oleh berita yang tiba-tiba ia dengar hari ini. Dia merasa seperti dunianya berputar."Papa tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana ini bisa terjadi?"Rey mencoba menjelaskan situasi dengan hati-hati. "Rey rasa ini sudah saatnya, Pa. Rey ingin memiliki anak, dan Papa pasti juga ingin memiliki cucu."Emran masih dalam kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam. Fakta bahwa Delisha sedang hamil membuatnya begitu terkejut, terutama setelah ia melihat kebersama Delisha dengan lelaki lain, menambah kerumitan situasi ini. Emran tak ingin membayangkan bahwa anak yang dikandung