Setelah jam istirahat tiba, Anna melihat ke arah Delisha yang duduk di meja sebelahnya. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Wajah Delisha begitu pucat dan matanya terlihat lelah. Anna penasaran dan akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada Delisha."Delisha, apa yang terjadi? Kamu terlihat begitu pucat. Apakah semuanya baik-baik saja?"Delisha menoleh ke arah Anna, mencoba tersenyum meskipun terlihat jelas bahwa dia dalam keadaan yang tidak baik."Anna, aku tidak apa-apa, hanya saja kepalaku agak sedikit pusing.""Delisha, aku ingin tahu lebih jelas lagi, sebenarnya apa yang terjadi kepadamu beberapa hari ini? Dan bagaimana kamu bisa diculik? Bagaimana kalau kita makan siang di kafe dekat kantor saja. Kamu bisa menceritakan semuanya kepadaku."Anna terus merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya telah terjadi dengan sahabatnya, Delisha. Meskipun ia sebelumnya telah mencoba bertanya melalui telepon, Delisha tampaknya tidak mau memberikan penjelasan lebih lanjut. Anna merasa
Rey melihat Delisha yang berjalan menuju mobil Anna di parkiran kantor. Dia menghentikan Delisha yang akan membuka pintu mobil Anna, Rey ingin berbicara dengannya, dan menyelesaikan masalah mereka berdua. Dengan langkah cepat, Rey mendekati Delisha sebelum ia masuk ke dalam mobil Anna. "Delisha." Rey memanggil Delisha dengan suaranya yang memberat.Delisha terkesiap oleh kehadiran Rey yang tiba-tiba memanggil namanya. Dia menoleh dan melihat Rey ke arah belakang, ternyata Rey tak sendiri, ia bersama dengan sekretarisnya, Abbas."Anna, apa yang dilakukan Rey dan Abbas di sini?" gumam Delisha lirih yang hanya didengar oleh AnnaAnna mengernyitkan dahinya. "Aku juga tidak tahu. Kenapa mereka ada di sini?"Rey melangkah perlahan mendekati Delisha, sementara kedua mata mereka saling beradu. Suasana di sekitar mereka begitu tegang. Namun, Rey ingin meminta maaf atas sikapnya yang kasar kepada Delisha.Rey baru mengetahui semuanya dari Jonathan, mertuanya lah yang sudah memberitahu segalanya
Delisha memandang ke luar jendela gedung perusahaan tempatnya bekerja. Pemandangan kota Jakarta yang begitu indah membuat seutas senyum terukir cantik di bibirnya. Delisha merasa kagum melihat pemandangan tersebut.Sambil membiarkan mata memandang, pikirannya melayang ke perjalanan panjang yang membawanya ke titik ini. Ia mengingat saat pertama kali menginjakkan kaki di kota besar ini, yaitu ketika mencari sosok ayah baginya. Ia begitu sangat bersyukur kini sudah bertemu dengan ayahnya, Jonathan.Delisha memutuskan menuju ke pantry untuk mengambil minuman karena tenggorokannya yang sudah haus. Saat dia akan menuju ke pantry, matanya tak sengaja beradu tatap dengan sosok lelaki paruh baya, siapa lagi kalau bukan mertuanya, yaitu Emran."Pak Emran," gumam Delisha dengan suara lirihnya.Tatapan mata Emran yang tajam menatap Delisha begitu lekat, bahkan Delisha pun begitu susahnya menelan air liurnya sendiri.Wanita itu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di antara mereka. Delisha
"Apalagi, Rey?" tanya Emran."Delisha juga sedang hamil, Pa."Emran terdiam sesaat, matanya membulat sempurna memancarkan kebingungan yang mendalam."Apa?! Delisha sedang hamil?" Emran terkesiap ketika mendengar bahwa Delisha sedang hamil.Rey mengangguk dengan cepat, dia tahu bahwa ia harus segera memberi tahu keluarganya tentang kabar baik ini. "Ya, Pa. Delisha hamil."Emran duduk di kursinya, matanya masih terbelalak oleh berita yang tiba-tiba ia dengar hari ini. Dia merasa seperti dunianya berputar."Papa tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana ini bisa terjadi?"Rey mencoba menjelaskan situasi dengan hati-hati. "Rey rasa ini sudah saatnya, Pa. Rey ingin memiliki anak, dan Papa pasti juga ingin memiliki cucu."Emran masih dalam kebingungan dan kekhawatiran yang mendalam. Fakta bahwa Delisha sedang hamil membuatnya begitu terkejut, terutama setelah ia melihat kebersama Delisha dengan lelaki lain, menambah kerumitan situasi ini. Emran tak ingin membayangkan bahwa anak yang dikandung
Rey yang sedang mengendarai mobilnya duduk di sebelah Delisha begitu santai, ia pun memandang istrinya yang duduk di sebelahnya dengan wajah serius. Rey begitu bahagia, akhirnya Delisha sudah memercayainya, bahwa ia dan Erlin sudah tak memiliki hubungan apa pun. Apalagi kini Delisha tengah mengandung anak pertama mereka. Meskipun Rey sudah meminta agar Delisha tak bekerja saja karena Rey begitu khawatir melihat istrinya yang sedang mengandung anaknya, kondisi kehamilan Delisha yang masih sangat muda membuat Rey menjadi overprotektif sendiri. Apalagi Rey melihat Delisha yang tampak begitu lelah, dan itu membuat Rey merasa cemas."Sayang, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu." Rey berkata dengan perlahan, sebenarnya ia begitu bingung dengan keinginan ayahnya yang meminta agar mereka melakukan tes DNA.Delisha mengernyitkan dahi melihat ke arah Rey yang ada di sampingnya, lalu berkata, "Apa, Rey? Kamu terlihat khawatir."Rey mengambil napas dalam-dalam mencoba untuk memberanikan
Delisha tengah sibuk di dapur, memasak berbagai menu sarapan pagi ini dari mulai sup ayam, tempe goreng, sambal, dan menu lainnya. Aroma makanan yang lezat mengisi seluruh rumah. Wanita itu sangat begitu semangat dalam aktivitasnya pagi ini.Dia berusaha keras menyiapkan sarapan pagi yang begitu istimewa untuk suaminya, Rey.Delisha yang merasa terbebani oleh masalah yang menghantuinya sejak kemarin. Dia menyadari bahwa terusmenerus memikirkan masalah itu hanya akan membuatnya semakin stres dan tidak bisa berfokus pada hal-hal lain dalam hidupnya.Untuk itu, dia pun ingin memasak dan menyibukan harinya dengan bersenang-senang.Seketika Delisha menghentikan aktivitasnya, pandangannya beralih ke arah kamarnya, Delisha tak mendengar adanya suara yang tercipta dari dalam kamarnya."Apa Rey masih tidur?" Delisha bergumam dalam monolognya.Delisha kembali melanjutkan aktivitasnya. Kini, ia sibuk memotong sayuran dengan hati-hati. Rey yang sedari tadi ada di dalam kamar, perutnya terasa lapa
"Awhh! Rey!" Lagi-lagi Delisha terkesiap ketika menghadap ke arah belakang, ternyata sedari tadi Rey mengikutinya masuk ke dalam kamar mandi dari arah belakang.Rey langsung menutup pintu kamar mandi dan langsung membawa Delisha ke bawah shower, Rey memutar kran shower, gemericik dinginnya air yang berjatuhan dari atas shower menyatu dengan tubuh mereka."R-rey ... jangan, aku bisa sendiri!"Delisha menyingkirkan tangan Rey ketika akan membuka pakaiannya. Rasa malu sudah mulai memuncak pada diri Delisha, bahkan semburat kedua pipinya sudah terlihat memerah."Rey, aku bisa mandi sendiri.""Kita mandi bersama saja biar cepat," alibi Rey, padahal, ia sudah menunggu momen yang seperti ini sebelumnya.Jantung Delisha berdetak begitu kencang, ketika tangan kekar Rey mulai mengoleskan sabun ke tubuhnya. Delisha langsung mengambil alih shower puff dari tangan Rey."Tadi kamu bilang ingin cepat, kan? Kalau kamu yang membersihkan tubuh aku nanti bisa lama. Jadi, biar aku saja yang membersihkann
Delisha terkesiap, dan dengan cepat ia mencari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Saat ia menariknya keluar, wajahnya terpancar raut keheranan. "Siapa yang menghubungi aku pada saat seperti ini?" gumam Delisha.Rey mendekati Delisha dengan langkah lebarnya. "Ada apa, Sayang? Semuanya baik-baik saja?"Delisha mengangguk, tetapi ada ekspresi heran di wajahnya. "Tidak tahu, Rey. Tiba-tiba ada panggilan masuk."Setelah Delisha mengeluarkan ponselnya dan melihat ada nama papanya pada layar ponselnya. Mata Delisha bersinar ketika dia melihat semua itu. "Siapa?" tanya Rey yang penasaran."Papa, bentar aku angkat dulu telepon dari Papa."Tanpa ragu, Delisha langsung segera mengangkat panggilan telepon papanya."Halo, Pa!" sapa Delisha dengan seutas senyum yang begitu manis.Suara hangat Jonathan terdengar di seberang sambungan. "Halo, sayangku! Bagaimana kabarmu, Nak?"Delisha memegang ponsel dengan erat, merasa bahagia karena Jonathan menghubunginya. "Delisha baik, Pa. Dan bagaimana dengan