"Kenapa sepertinya kamu takut dekat-dekat sama aku? Ada apa memangnya kalau kamu di dekatku?" tanya Arjuna penuh selidik.
Tantri spontan menggeleng cepat.
"Bukan begitu, Pak!" elak Tantri.
"Lalu kenapa? Kok sepertinya kamu rada aneh hari ini? Apa ada yang lagi kamu sembunyikan dari aku?" tebak Arjuna yang tak juga menghentikan keingintahuannya.
Tantri refleks mengibaskan kedua tangan bermaksud menyanggah dugaan tak beralasan atasannya tersebut.
Tiba-tiba, pria itu terkekeh geli.
Tantri mengernyitkan keningnya.
Aneh!
"Aku cuma bercanda, kok. Jangan tegang gitu, ah! Oh iya, gimana udah mendingan belum sikutmu sekarang? Apa masih sakit?" ungkap Arjuna dengan santainya.
Pria itu tak tahu bagaimana gugupnya Tantri saat ini.
Seenaknya saja pria itu membuat dirinya kalang kabut seperti ini! Menyebalkan!
Tantri tersenyum aneh. Ya aneh, karena hanya d
"Ada apa, Tantri? Katakan aja terus terang! Kamu ini kayak lagi menyembunyikan sesuatu yang mengancam nyawa aja! Hehehe," ledek Arjuna enteng."Bukan begitu, Pak. Saya cuma nggak mau orang-orang berpikir yang bukan-bukan, karena saya bolak-balik masuk ke ruangan bapak pada hari pertama saya kerja di sini.Saya cuma anak baru, Pak. Saya nggak mau dikira yang bukan-bukan sama karyawan lain di butik ini, Pak," ungkap Tantri pada akhirnya meski tak semua ia ceritakan pada Arjuna.Gadis itu memilih cara aman dan tak berbicara banyak mengenai beberapa karyawan lain pada dirinya yang nantinya hanya akan membuat Arjuna semakin menyudutkannya."Memangnya siapa yang mau menuduh kita? Dan apa salahnya coba, kamu single begitu juga aku, kalau seandainya kita memang dekat dan ada hubungan spesial, memangnya kenapa? Tidak ada yang berhak marah, kan?" balas Arjuna teramat santai yang seketika membuat kedua netra bening gadis itu nyaris mencuat da
Baru saja hendak berpikir keras, Arjuna terkekeh geli. Entah hal apa yang membuat pria itu tertawa aneh di depan Tantri. Hanya dia dan Tuhan yang tahu."Tantri, Tantri, kamu jadi orang kenapa gampang panik dan tegang seperti itu, sih? Please dong, jangan mudah percaya sama omongan orang!Aku cuma bercanda dan satu lagi, nggak usah dengerin omongan orang yang hanya akan buat kamu down. Kamu masih muda dan enerjik, sayang aja kalau mental kamu lemah, yang ada kamu mudah diombang-ambingkan oleh orang-orang di sekitarmu. Aduh, aku sih ngomong apaan coba?Ya udah Tantri, kamu boleh lanjutin lagi kerjaan kamu. Oh iya, cuek aja kalau ada yang ngomongin kamu, belum tentu mereka benar! Oke?" ujar Arjuna panjang lebar.Tantri menghela napas lega. Jantungnya hampir copot. Rasanya tak karuan.Menyebalkan sekali, wajah Arjuna yang begitu serius membuat Tantri amat panik dan juga ketakutan.Jemari lentik Tantri sudah mencapai
"Dokter, bagaimana kondisi ibu saya?" kejar Arsaka begitu sang dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Ia tak sabaran mengenai bagaimana keadaan ibunya yang telah ditangani oleh wanita matang di hadapannya.Dokter itulah yang dulu menangani Mona usai mengalami kecelakaan bersama Yadi beberapa waktu lalu. Sungguh suatu kebetulan yang ajaib mendapat dokter itu lagi. Dokter Miley, namanya.Sang dokter yang baru saja memasukkan stetoskop ke dalam saku jas putihnya menatap dalam ke arah putra dari pasiennya."Pasien mengalami syok dan stres yang berkepanjangan. Saya sudah melakukan serangkaian pemeriksaan seperti Endoskopi dan Biopsi tapi saya tidak menemukan gejala infeksi, peradangan atau pun kanker.Saat ini pasien diberikan infus cairan untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat pendarahan dan mengatasi timbulnya syok. Kami juga masih memantau kondisi beliau, jika pasien kembali mengalami pendarahan dan jumlahnya sangat banyak, mak
Arsaka tampak gelisah memasuki kendaraan roda empatnya. Ia seperti meragu dengan tujuannya. Dilihatnya Yadi yang penasaran dengan gerak-gerik aneh tuan mudanya."Den Saka baik-baik saja, kan? Bagaimana, Den Saka? Apakah kita jadi pergi ke sana?" tanya Yadi meminta kepastian.Pergi ke sana? Memangnya mau ke mana?Arsaka bertanya dalam hati. Ia sibuk memutar otak mencari maksud pertanyaan yang diajukan Yadi padanya.Astaga!Pria itu teringat sesuatu."Oh maaf pak Yadi, aku kehilangan konsentrasi. Oke, kita ke sana sekarang!""Baik, Den Saka!" sahut Yadi mantap.***Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Tantri mulai merapikan pekerjaannya dan berkali-kali mengintip ke arah luar dari dinding kaca di sampingnya. Di mana saat ini seseorang yang ia tunggu belum berada di sana."Ah!" desah Tantri kecewa dengan telapak tangan bersandar pada dinding kaca. Ia tampak g
"Tantri! Kamu kenapa sih buru-buru begitu? Nggak ada orang yang lagi ngejar kamu buat bayar utang, kok!" cecar Arjuna yang berusaha mencairkan suasana.Candaan yang dilemparkan Arjuna terdengar garing dan membuat Tantri menghembuskan napas sebal.Arjuna langsung terdiam begitu mendapati sorot mata tajam dari gadis di sampingnya yang tertuju padanya. Senyumnya yang tadi mengembang sempurna perlahan-lahan memudar. Bahkan bantuan dari kedua tangannya pada Tantri ditolak mentah-mentah."Maaf, Pak Arjuna. Jangan membuat orang lain salah tafsir dengan kebaikan bapak pada saya! Saya nggak kenapa-napa, Pak. Luka di bagian siku saya sudah membaik. Tadi hanya terburu-buru ingin pulang saja sampai-sampai saya nggak sadar menabrak tepian pintu, Pak.Baiklah kalau begitu, Pak. Saya mohon ijin untuk pulang. Teman saya sudah menjemput di depan," jelas Tantri panjang lebar demi memberikan pengertian pada Arjuna. Jari telunjuknya meruncing ke depan
"Karena apa, Mas Banyu? Mas kalau ngomong jangan sepotong-sepotong, dong! Bikin penasaran aja," kejar Tantri pada Banyu yang mendadak diam dan fokus mengendarai motornya.Jarak rumah Tantri dengan butik sebenarnya tak begitu jauh. Berjalan sekitar sepuluh sampai lima belas menit adalah waktu tempuh jika gadis itu mau melakukannya.Bukan bermaksud malas atau tak mau berjalan kaki dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh itu, melainkan sang penunggang kuda besi di depannyalah yang sigap mengantar dirinya bekerja dan terus memaksanya.Tantri tak bisa menolak tawaran pemuda ini. Pemuda yang telah merebut hatinya selama empat tahun terakhir.Banyu bukannya menjawab, ia malah menarik jemari lentik gadis itu, bermaksud meminta Tantri melingkarkan kedua tangannya. Melingkar di pinggang pemuda itu. Sepertinya dia lupa dengan kejadian apa yang belum lama ini terjadi pada Tantri.Tantri semakin malu dibuatnya, ia merasa kikuk d
Maksudnya apa?Kening Tantri menunjukkan garis horizontal yang tampak begitu jelas. Ia merasa bingung dan kecewa dengan sebutan itu keluar dari bibir Banyu secara sadar.Apakah hanya dirinya saja yang menyimpan rasa pada pemuda ini?Benarkah?Jadi, segala rasa yang ia rasakan selama ini hanya bertepuk sebelah?Mengingat itu raut wajah Tantri berubah drastis.Cinta sepihak. Kenapa rasanya begitu menyakitkan seperti ini?"Tantri! Tantri!" panggil Yusti pada keponakan cantiknya.Tantri tersadar. Ternyata selama beberapa saat ia melamun.Banyu dan Yusti menatapnya serius."Kamu kenapa? Kok malah melamun? Itu Banyu mau pulang, takutnya keburu ujan kalau kelamaan di sini!" terang Yusti pada Tantri.Tantri mengangguk lemah. Kekuatannya seolah menguar begitu saja meninggalkan raga yang mendadak lemah."Tantri, aku pulang dulu, ya! Sampai
"Kenapa kamu sangat ingin tahu, Tantri? Berikan alasan yang masuk akal pada bibi!" Yusti menatap tajam ke arah Tantri yang duduk berseberangan dengannya.Tantri mengalihkan pandangan. Ia bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan Yusti. Mendadak keberaniannya memudar begitu saja usai ditatap setajam itu oleh sang bibi. Keberaniannya menguar dan menghilang entah ke mana."Tantri!" panggil Yusti penuh ketegasan."Iya, Bi!" jawab Tantri sembari mendongakkan kepalanya memberanikan diri menatap sang bibi."Bibi akan menjawabnya jika kamu bersikeras ingin tahu. Sepertinya kamu memang harus mengetahui semua itu. Mungkin ini waktu yang tepat.Tapi sebelumnya bibi ingatkan, ini bukan hanya dari perspektif bibi saja, melainkan dari banyak orang yang menilai segala sesuatunya sesuai dengan apa yang mereka lihat dan dengar," ucap Yusti yang semakin membuat rasa penasaran di dalam hati Tantri membuncah.Sepertinya pemb