~Happy Reading All~See you again.. Jumpa lagi di novelku yang baru.. Semoga suka dan terhibur dengan cerita recehku…***Sebuah mobil mewah berwarna hitam terlihat kehilangan kendali. Bukan karena si pengemudi mengantuk, kelelahan atau terdapat kerusakan pada kendaraan roda empat tersebut, melainkan terlibat kejar-kejaran dengan mobil di belakangnya.Suasana terasa tegang di dalam mobil hitam yang dikendarai sopir pribadi Mona Rosalie, Yadi namanya."Nyonya, sedari tadi mobil di belakang mengikuti kita terus. Apa kita berhenti saja dan mencari pos kepolisian terdekat?" tanya Yadi, sopir pribadinya yang terlihat cemas, lalu menanyakan kejelasan pada wanita yang duduk tepat di belakangnya. Berkali-kali ia menatap spion samping yang menampakkan mobil berwarna putih sengaja mengejar dan menyalip kendaraannya.Wanita anggun tersebut mulai tertular virus panik mendengar penjelasan Yadi. Ia mengeluarkan ponsel pintar
~Happy Reading All~***"Gadis inilah yang menolong Mama, Ars.." lirih Mona menjelaskan pada sang putra yang tampak tak suka dengan keberadaan Tantri di sana. "Kemarilah, Nak.." panggilnya lembut pada Tantri yang sudah berdiri di dekat pintu. Telapak tangan lemahnya melambai pada gadis itu.Panggilan itu menyurutkan niatnya untuk segera pergi dari sana. Jujur ia tak suka dengan tatapan Arsaka padanya. Gadis itu tampak berpikir apa karena pakaiannya yang terlihat lusuh dan bukan anak orang kaya membuat dirinya dipandang sebelah mata oleh pria tersebut.Pikirannya mulai melanglang buana entah ke mana rimbanya. Siapa yang suka dilihat seseorang dengan cara seperti itu? Apakah dia sudah tak terlihat seperti manusia pada umumnya?"Nak Tantri..." panggil Mona sekali lagi yang seketika menyadarkan lamunan Tantri.Tantri terkesiap dan segera mengulas senyum tipis ke arah wanita paruh baya yang telah berhasil ia selamatkan.&nb
~Happy Reading All~***Mona tampak menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya yang sempat terhenti. "Mama mohon padamu, menikahlah dengan Nak Tantri!" pintanya penuh keyakinan, tak ada keraguan saat meminta hal yang mustahil itu pada putranya.Arsaka tampak garang. Ia refleks melepaskan pertautan jemarinya dengan jemari lemah sang ibu. Kini dengan angkuhnya ia menatap benci pada Tantri, gadis yang tidak tahu apa-apa tersebut.Tantri benar-benar berada di tempat yang tidak seharusnya. Ia salah tempat dan situasi. Bagaimana bisa ia dilibatkan dalam masalah ibu dan anak tersebut lebih jauh. Ditambah lagi permintaan nyonya besar itu terdengar konyol baginya.Ia baru menginjak usia delapan belas tahun dan menyelesaikan sekolah menengah atas tiga bulan lalu. Ia sangat belum siap menerima keputusan itu sama halnya dengan Arsaka."Mama! Mama sadar atau tidak mengatakan hal itu? Mama tahu dengan jelas kan, aku sudah memiliki kekasih dan aku
~Happy Reading All~***"Mbak Tantri!" pekik Yadi yang berhasil menemukan gadis cantik penolong majikannya tersebut dengan susah payah.Langkah kaki Tantri sudah sampai di trotoar jalan hendak menunggu bus lewat. Untung saja teriakan Yadi berhasil mengurungkan niat Tantri memasuki kendaraan umum di mana belasan manusia berjejal di dalamnya.Tantri menoleh ke belakang tanpa membalikkan badan. Senyum manis terbit di kedua sudut bibir ranumnya. Amat manis dan teduh."Mbak Tantri, biar saya antar pulang, ya!" tawar Yadi bersungguh-sungguh. "Nyonya minta saya mengantar Mbak Tantri pulang ke rumah dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun. Mau, ya?"Tantri belum menerima tawaran dari pria yang berprofesi sebagai sopir pribadi nyonya Mona tersebut. Gadis cantik berlesung pipi itu merogoh saku celana pendeknya, di mana saat ini ia menemukan selembar uang berwarna hijau. Sisa dua puluh ribu.Gawat!Tantri menepuk
~Happy Reading All~***"Bibi dan Pak Yadi saling kenal?" tanya Tantri penasaran melihat interaksi kedua manusia paruh baya di sekelilingnya.Baik pak Yadi atau sang bibi tak ada yang mau buka mulut. Kini, bibinya malah pergi meninggalkan Tantri bersama Yadi dan masuk ke rumah untuk melanjutkan kegiatannya meracik jejamuan tanpa mengucapkan sepatah kata pun."Bibi!" panggil Tantri yang diacuhkan sang bibi. Ia merasa tak enak hati pada pak Yadi. "Maaf ya, Pak. Nggak tahu juga ada apa sama bibi, mungkin beliau mau langsung nerusin bikin jamu," jelas Tantri sekenanya.Yadi mengerti. Ia tak mau banyak bertanya. Ia mengangguk sembari mengulas senyum tipis."Jangan cuma dilihatin aja, Pak! Mari silakan diminum! Keburu dingin loh, Pak. Takutnya nanti nggak manis loh, Pak," paksa Tantri dengan jurus rayuannya."Oh iya, terima kasih. Maaf loh, merepotkan Mbak Tantri!""Ah, Pak Yadi pakai ngomong gitu
~Happy Reading All~***Wanita paruh baya yang tersenyum di ambang pintu itu membuat Mona seketika merasa malas dan risih berurusan dengannya."Kenapa kamu diam saja dan tak menyambut kedatanganku, Mona? Kita sudah lama tak berjumpa, loh!" sapanya basa-basi. Senyumnya mengembang sempurna saat mendekati Mona di atas bed rumah sakit yang didominasi warna putih tersebut."Aku ingin tidur, tolong jangan menggangguku!" sahut Mona dengan ketus."Mana mungkin aku ingin mengganggumu? Aku datang karena ingin berkunjung karena kita sudah lama sekali tak berbincang santai," kilahnya memberi alasan yang sekiranya masuk akal. Ia berusaha mengajak berdamai dengan Mona.Mona tersenyum sinis dan berkata, "Wah, artis besar sepertimu masih punya waktu untuk menemuiku, baik sekali, ya! Ck! Ck!" sindir Mona."Mona! Bisakah kita kembali seperti dulu? Bukankah kita bersahabat baik? Kenapa kamu tega sekali mendiamkanku setelah
~Happy Reading All~***Belum sampai bibir gelas itu menyentuh bibir Arsaka, sebuah panggilan yang berasal dari ponsel di saku celana pria tersebut menghentikan niatnya untuk meminum teh buatan sang kekasih.Arsaka meletakkan kembali cangkir itu ke atas nampan. Aleta tetap mengulas senyum manis di hadapan Arsaka. Mencoba sabar, kini perempuan itu beralih pada ponselnya sendiri dan menggulir beberapa pesan masuk. Sesekali Aleta melirik dan berniat mencuri dengar apa yang akan dibicarakan Arsaka pada lawan bicaranya."Halo, Pak Yadi! Ada apa?" tanya Arsaka serius. Tampak guratan kencang di keningnya.'Den Saka sedang di mana kalau boleh tahu?' tanya balik Yadi."Aku lagi di apartemen Aleta. Kenapa, Pak? Kok kayaknya serius banget?"'Begini, Den. Anu, begini, aduh gimana, ya ngomongnya?'"Kenapa sih, Pak? Jangan buat aku penasaran kayak gini!" seru Arsaka.'Begini, Den, Nyonya Mona
~Happy Reading All~***Tantri merasakan detak jantungnya berdegup hebat. Perasaan itulah yang harus ia tahan sekian lama, karena ia tak mau melanggar kata hati dan berujung menghambat masa depannya nanti.Ia mencoba menetralkan detak jantungnya yang sedemikian kencang dengan memalingkan muka. Memilih menghadap ke sembarang arah demi menutupi rasa yang berkecamuk di hati.Ia menggerakkan bungkusan plastik tersebut maju mundur sembari memilin anak rambutnya yang terurai dengan satu tangan yang lain."Buruan naik, yuk! Langitnya udah gelap, takutnya bentar lagi ujan gede," ajak Banyu pada Tantri. Tantri mengangguk mengiyakan.Pemuda itu menunggu Tantri naik melewati pijakan footstep dan berpegangan pada pundaknya. Maklum, motor yang pemuda itu gunakan adalah sebangsa motor gede.Motor pun melaju. Hati Tantri dan Banyu tampak berdesir hebat. Entah apa yang mereka saat ini rasakan?Tantri menghel