Share

Underestimate

~Happy Reading All~

***

Mona tampak menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya yang sempat terhenti. "Mama mohon padamu, menikahlah dengan Nak Tantri!" pintanya penuh keyakinan, tak ada keraguan saat meminta hal yang mustahil itu pada putranya.

Arsaka tampak garang. Ia refleks melepaskan pertautan jemarinya dengan jemari lemah sang ibu. Kini dengan angkuhnya ia menatap benci pada Tantri, gadis yang tidak tahu apa-apa tersebut.

Tantri benar-benar berada di tempat yang tidak seharusnya. Ia salah tempat dan situasi. Bagaimana bisa ia dilibatkan dalam masalah ibu dan anak tersebut lebih jauh. Ditambah lagi permintaan nyonya besar itu terdengar konyol baginya.

Ia baru menginjak usia delapan belas tahun dan menyelesaikan sekolah menengah atas tiga bulan lalu. Ia sangat belum siap menerima keputusan itu sama halnya dengan Arsaka. 

"Mama! Mama sadar atau tidak mengatakan hal itu? Mama tahu dengan jelas kan, aku sudah memiliki kekasih dan aku tidak mau menyakiti Aleta. Mama tolong mintalah sesuatu yang masuk akal, jangan bercanda seperti ini, Ma!" 

Mona menggelengkan kepalanya lemah. Ia menatap Arsaka dan Tantri silih berganti. Tak lama kemudian, senyum penuh arti terukir di wajah ayunya yang tak termakan usia. Ia tetap ayu di usianya yang tak lagi muda. Senyum yang membuatnya kembali bersemangat meskipun rasa sakit pasca operasi masih begitu terasa. 

"Mama tidak bercanda, Ars. Mama minta dengan sangat menikahlah dengan gadis pilihan Mama. Mama merasa Tantri adalah gadis yang baik dan pantas bersanding denganmu," jelas Mona. 

Arsaka tak mau menerima hal itu begitu saja. Ia menunjukkan dengan jelas ketidaksukaan dirinya pada Tantri. Tatapan pria itu penuh kebencian yang meluap-luap. 

Tantri menggelengkan kepala. 

"Nyonya, maaf jika saya menyela pembicaraan Nyonya dan Tuan. Saya tidak bisa menikah dengan Tuan ini. Kami tak saling mengenal dan beliau sudah memiliki kekasih. Saya juga masih kecil, Nyonya. 

Pernikahan bagi saya adalah hal yang sakral, sekali seumur hidup dan saya ingin menikah dengan orang yang saya cintai. Kalau Nyonya merasa berhutang budi pada saya, maka saya minta doakan saja saya bisa meraih cita-cita saya yang sempat tertunda. 

Maaf Nyonya, saya harus pergi dari sini sekarang juga. Saya tidak mau membuat orang rumah khawatir karena saya belum pulang-pulang. Terima kasih, Nyonya," jelasnya dan tetap pada tujuan awal yaitu pulang dan keluar dari lubang neraka ini. 

Panas, situasi semakin memanas. Gadis itu semakin dilema, pertolongan yang ia lakukan dengan ikhlas justru membuatnya harus terlibat dengan perdebatan ibu dan anak tersebut. 

"Kamu senang, kan? Bukankah ini yang kamu inginkan? Menolong orang dengan pamrih yang sangat mustahil. Dasar orang miskin, pikirannya pasti melulu soal uang. Pura-pura menolak, lalu meminta uang dan kompensasi yang lebih besar bukan? Hah, pikiranmu itu mudah ditebak, ck, ck, ck," ucap Arsaka bernada ketus dan sindiran. 

Tantri masih mencoba menguatkan hati dan akal sehatnya. Tapi ucapan pria itu begitu memprovokasi pikirannya yang berusaha menepis kata-kata penuh fitnah itu, ia tak bisa menahan lagi. 

Tantri menatap tajam pada pria tampan itu. Ia yang berada di sisi kiri nyonya kaya yang ditolongnya kini berjalan setengah memutar. Kini posisinya telah berhadapan dengan si pemilik lidah tajam bak pedang samurai yang siap menebas siapa pun itu. Ia sedikit mendongakkan kepalanya karena tinggi badannya yang hanya sampai bahu si pria bermulut ketus. 

"Jangan pernah menghina seseorang hanya karena statusnya, Tuan! Saya tulus menolong Nyonya Mona dan tidak pernah berharap akan mendapatkan kompensasi apa pun. Karena ibu saya selalu berkata jika kita menolong siapa pun harus dengan hati ikhlas dan tulus tanpa mengharapkan imbalan! "tegas Tantri pada Arsaka. 

Tantri menguatkan hatinya. Gadis muda itu tampak kesal dan menahan laju air matanya yang hendak meluncur deras dari muaranya. 

"Nyonya, maafkan saya jika ucapan saya tidak sopan. Tapi ucapan anak anda memang keterlaluan dan menunjukkan pada saya siapa dirinya. Beliau adalah lulusan kampus terbaik di seluruh negeri tidak mungkin bisa menghargai orang seperti saya," sindir Tantri dengan rahang mengetat. Jemarinya terkepal kuat. Tapi ia puas telah meluapkan segala rasa di hatinya." Tidak ada alasan lagi untuk saya tetap berada di sini, permisi, Nyonya, Pak Yadi dan Tuan besar," pamitnya kemudian, ia menekankan sebutan untuk pria angkuh tersebut. 

Arsaka tampak marah dan hendak membalas ucapan gadis yang telah berani menentang dan menghinanya. Namun, Tantri lebih cepat melakukan tindakan. 

Tantri membuka pintu dan benar-benar melangkah keluar dari ruangan itu. Rasanya puas telah keluar dari tempat menyesakkan tersebut. Jangan ada lagi hari seperti ini di hidupnya atau pun dipertemukan dengan pria jahat seperti Arsaka, pikirnya. 

***

"Mama kecewa padamu, Ars," lirih Mona yang kemudian memalingkan muka. "Kalau kamu tidak bisa membawanya kembali lagi untuk menemui Mama, jangan berharap Mama akan memaafkanmu," lanjutnya tanpa menatap wajah sang putra. Raut wajahnya tampak amat kecewa. 

Yadi yang berada di sana ikut merasakan kecewa, sama halnya dengan Mona. Ucapan Arsaka memang sangatlah keterlaluan, tidak mencerminkan seorang cendekia. Namun, pria paruh baya itu memilih diam tak mau terlibat urusan antara Mona dan Arsaka. 

"Damn! Gadis itu membuatku berseteru dengan Mama. Tidak akan kubiarkan dia menang dengan taktiknya. Ini semua pasti triknya demi mewujudkan keinginannya. Aku yakin itu. Dia pasti ingin meminta harta pada Mama karena telah berhasil menolong. Menyebalkan sekali gadis itu! Sepertinya wajahnya tak asing, tapi biarkan sajalah, aku yakin Mama hanya sedang merajuk saja seperti kaum hawa lainnya. Hah!" gerutu Arsaka dalam hati. 

"Ars..." panggil Mona pada Arsaka yang masih memikirkan sesuatu. Ia dapat melihat lipatan di kening anaknya yang tampan itu.

"Iya, Ma," sahut Arsaka cepat. Dugaannya tepat, sang ibu sudah kembali baik padanya terdengar dari nada bicara beliau yang sedikit melunak. 

"Pergilah! Jangan temui aku sebelum kamu mengajak gadis itu kemari!" ucap Mona dengan lirih, namun, bermakna dalam. Ternyata ia tak main-main atau sedang dalam mode rajuk-merajuk. Ini nyata adanya. Ia benar-benar kecewa pada Arsaka yang telah memperlakukan Tantri seburuk itu dan menganggap kebaikan gadis itu tak tulus yang berharap mendapat imbalan. Tanpa ia sadari, bulir air mata perlahan menuruni kedua pipinya. 

"Ma, kita bisa bicarakan baik-baik!" rayu Arsaka yang tak mau pergi dari hadapan sang ibu. 

"Yadi, tolong kejar gadis tadi dan antarkan dia pulang!" titahnya kemudian pada Yadi yang sedari tadi terdiam dan menyimak percakapan dirinya dengan Arsaka. 

"Cukup, Ars! Pergilah dari sini sekarang juga, Mama tidak ingin melihatmu. Selama kamu masih menganggap penolongku seperti itu, maka jangan harap pintu maafku akan terbuka untukmu!" tegas Mona. 

"Tapi, Ma..." potong Arsaka. 

Mona mengibaskan telapak tangannya, ia tak mau mendengar bujuk rayu putranya demi meluluhkan hatinya. Ia sudah terlanjur kecewa. 

"Pergi sekarang juga! Camkan ucapan Mama tadi jika kamu masih menginginkan ada damai di antara kita! Mama serius, tidak main-main!" ucapnya penuh ketegasan dan raut wajah serius. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status