‘Apa maksud berandal ini?’ batin Hans dalam hati. Dia menilik dokumen yang disodorkan Jade di atas meja. Begitu membaca isinya, sepasang iris abunya membola. “Bagaimana mungkin kau bisa mendapatkannya?” tukasnya menatap tak percaya. “Bukankah La Huerta Golf setimpal dengan tanah Dante’s Gallery, Kakek?” Jade menyahut selaras dengan netranya yang tajam. Bukannya langsung menyetujui asumsi Jade, Hans masih terpaku pada keterangan di file yang dipegangnya. Tempat elit milik I&S Group yang biasa didatanginya untuk bermain golf, kini berhasil ditaklukkan cucunya?! “Kakek pasti tahu berapa nilai La Huerta Golf sebab I&S Group mustahil memiliki gedung maupun property rendahan. Ini sebanding dengan Dante’s Gallery, bahkan mungkin lebih menjanjikan jika Kakek membangun Hotel Herakles di sana.” Jade kembali berkata dengan wajah dinginnya. Jika ditelaah, pasti Hera Group akan meraup banyak keuntungan karena pada dasarnya La Huerta sudah menjadi langganan para konglomerat di penjuru San Pedr
“Kau benar-benar ingin bayi ini lahir?” Anais bertanya usai bungkam beberapa saat. Tatapannya menyelami manik abu Jade yang kini memandangnya lekat. “Tentu saja, karena itu anakku,” balas pria tersebut tanpa ragu. Ya, dia yang telah merasakan pengasingan dari orang tuanya sejak lahir, bahkan mendapat imbas kebencian ibunya sampai sekarang, tentu tak ingin nasibnya dialami oleh darah dagingnya. Dengan manik berangsur tajam, Jade kembali melanjutkan. “Aku akan membuat kerjaan bisnis yang mendominasi seluruh San Pedro, di mana anak ini menjadi rajanya.” Sungguh, Anais langsung tertegun mendengar ambisi besar suaminya. Dia tak menyangka akan sampai pada momen ini, padahal pria itu akan meninggalkannya usai kontrak pernikahan mereka berakhir. “Kau tidak bisa mengambil anakku, Jade!” sahut Anais yang lantas membuat lawan bincangnya mengernyit. “Aku yang mengandungnya, aku yang akan melahirkannya. Jadi kau tidak berhak merebutnya dariku setelah kita berpisah, tidak akan pernah!” Mendap
‘Sepertinya cincin itu tidak asing. Di mana aku pernah melihatnya?’ batin Anais coba mengingat. Pikirannya terus terusik oleh cincin Leah yang dilihatnya saat makan tadi. Meski penasaran, tapi dia tak bisa langsung bertanya pada mertuanya tersebut. Jade yang tengah duduk di kursi penumpang samping Anais, menjadi heran sebab istrinya hanya diam sejak keluar Royal Hera Sweet. “Apa yang sedang kau pikirkan?” ujar pria itu berpaling ke arahnya. Anais pun buyar dari lamunan. “Oh? Ah … bukan apa-apa. A-aku hanya sedikit lelah.” “Besok kita pindah ke mansion Devante, jika kau merasa kurang sehat, kita bisa menundanya. Aku tidak ingin kau dan bayi kita sakit.” Jade menyahut sembari merengkuh tangan Anais.Sungguh, wanita itu tak menyangka sosok pria yang bisa sangat ganas, kini melimpahkan kasih sayang padanya. “Tidak perlu, Jade. Aku sudah rindu suasana mansion Devante, aku ingin segera menunjukan tempatku dibesarkan pada bayi kita.” Anais menjawab sambil mengeratkan pegangan tangan mer
‘I-ini pasti hanya kebetulan ‘kan? Ayah dan Ibu mertua tidak mungkin memiliki hubungan khusus hanya karena cincin ini!’ batin Anais menampik asumsi negatifnya. ‘Ya, aku pasti berlebihan. Ayah bukan orang yang—’ Wanita itu menghentikan ucapannya dalam hati saat menyadari ada potret lain yang disembunyikan di balik foto Esteban tadi. Lembaran kertas yang terkoyak itu, seketika membuat irisnya membelalak tegang. Perasaannya kembali terserang getir saat mendapati robekan foto Leah ada di antara potret masa muda Esteban. “A-apa-apaan ini?!” dengusnya serasa dihantam baja. Meski foto itu sobek, tapi Anais jelas mengenalinya karena sebagian besar wajah Leah terpampang jelas. Dada Anais meradang begitu pikirannya teringat dengan foto yang tak sengaja dia lihat saat masuk ke ruang rahasia di penthouse Jade. ‘B-benar saat itu pasti foto Ibu mertua. I-ini masuk akal karena Jade menyimpan foto itu di ruang rahasianya, dan Ibu mertua juga memakai cincin yang sama.’ Manik Anais gemetar saat kepa
Anais bangkit dari posisi tidurnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Jade. Dia bahkan menyingkap selimut putihnya dan hendak turun dari ranjang, tapi dengan cepat sang pria langsung menahan tangannya.“Jangan pergi,” titah Jade yang seketika membuat Anais terhenti.Meski menurut, tapi Anais tak menyahut ataupun berpaling ke arah sang suami. Dan itu semakin menyiksa Jade dalam rundungan rasa penasaran.“Kau tidak bisa seperti ini, Anais. Katakan, apa maksudmu tadi?” Jade kembali menyidiknya.Dia yang tak mendapati jawaban dari Anais, menjadi gusar saat melihat eskpresi sang istri berangsur muram. Terlebih dirinya yang hafal kebiasaan Anais menggigit bibir bawahnya kala menghadapi tekanan atau masalah rumit.“Anais ….” Pria itu memanggil istrinya amat lirih.Telapak tangannya yang besar menjulur, meraih d
Leah memiringkan kepalanya, lantas mengangguk untuk memberi isyarat pada lelaki yang baru saja memberinya laporan agar pergi.“Apa kau bisa sedikit lebih tenang?” tukas Leah pada Denver.Benar, putra keduanya buru-buru datang saat mendapat laporan pekerjaan dari sekretarisnya.Dengan wajah berang, Denver lantas mendengus, “mengapa Ibu menarik kembali project yang sedang aku kerjakan? Ibu tahu bahwa aku sedang berusaha mengambil hati Kakek lagi, tapi mengapa Ibu malah menghancurkan rencanaku?”“Karena kau sangat bodoh!” sahut Leah tanpa ragu. “Ibu sudah bilang padamu untuk fokus pada proyek, tapi kau diam-diam ikut campur urusan Ibu dan malah menemui Anais.”Sang putra seketika bungkam, giginya mengerat kesal karena rupanya Leah tahu saat dia membuntutinya dan mengancam Anais.“Masalah anjing liar dan istrinya itu akan Ibu selesaikan. Kau sudah kalah beberapa langkah, jika kau hanya bermain seperti ini, Ibu tidak akan segan membuangmu!” Leah melanjutkan lebih tedas.Wanita tersebut men
***Anais dan Jade telah mendatangi rumah sakit kenamaan di San Pedro. Sepanjang tes yang dijalani untuk memeriksa DNA mereka, keduanya diliputi perasaan was-was. Rasanya Anais ingin mundur, tapi dia tak ingin menjadi pecundang dengan terus menghindari fakta.Namun, tak bisa disangkal bahwa dirinya terus kepikiran dengan hasil tes, bahkan sampai malam pun wanita itu tampak seperti orang ling-lung. Jade pun merasa sesak kala melihat istrinya termenung di balkon lantai atas, yang mengarah ke kolam renang.Dia mendekat, memeluknya dari belakang sembari berbisik, “apa yang kau lakukan di sini, istriku?”Anais seketika buyar dari lamunannya. Dia berbalik, lantas berniat melonggarkan dekapan sang suami. Akan tetapi, tangan Jade yang melingkari pinggangnya malah semakin erat, sebab tak ingin wanita itu menjauh.Dirinya menatap Anais lekat seraya berkata, “Dokter bilang hasil tesnya akan keluar dalam satu sampai dua minggu. Selama belum ada kepastian, kita tetap pasangan suami-istri, Anais. K
Mau seberapa keras Jade menolak dan protes pada dokter, tenaga medis itu tetap mengatakan bahwa hasilnya akurat.‘Tidak bisa, Anais tidak bisa menjadi adikku!’ batin Jade mendecak dalam hati.Wajahnya tampak mendidih begitu keluar dari ruang dokter. Tiap langkahnya seakan membara, murka pada dunia yang hari ini telah menghancurkan hatinya. Bahkan Carlein yang sedang mengikutinya di belakang, sungguh tak berani bertanya apapun.Dia menghentikan lajunya saat melewati koridor. Dia berpaling ke belakang, lantas berkata pada asistennya. “Bawakan Anais hasil tes yang menunjukan keterangan negative.”Carlein seketika membelalak mendengar titah tersebut. Dia bungkam, dan itu membuat Jade kembali menengaskan, “kau mengerti?”“Ba-baik, Tuan,” sahut Carlein terbata.Namun, tepat setelah itu rasa terkejutnya kian membengkak sebab Anais sudah tiba lebih dulu. Carlein tak tahu apakah wanita tersebut mendengar percakapan mereka atau tidak, tapi yang pasti situasi ini sungguh berbahaya.“Apa maksudmu