Hening mendominasi seluruh ruang, perhatian setiap pasang mata tertuju pada Anais yang kini menjadi bahan desas-desus di antara mereka. “Beraninya Anda menuduh saya!” Cosseno bangkit sembari menyentak dengan netra melotot tajam. “Apa Anda punya bukti bahwa saya yang menyebar gosip tentang Anda? Mengapa Anda picik sekali, Nona Anais?!” “Cukup, Abigail!” sergah Feanton mencekal lengan sang Adik. Akan tetapi, saudara perempuannya itu sama sekali tak bisa tenang. Cosseno menampik cengkeraman Feanton dan lekas melanjutkan. “Ini masalahku dengan dia, Kak! Jadi jangan ikut campur ataupun menghalangiku!” Amarahnya sungguh tak terkendali, Cosseno yang dikenal sebagai seniman perfeksionis rupanya memiliki tabiat yang mengerikan ketika marah. Dan orang-orang yang menyaksikan hal itu secara langsung, hanya bisa mengangga tak percaya. Dirinya kembali memaku tatapan pada Anais seraya mendengkus, “apa semua ini karena Anda dendam pada saya? Hanya karena saya menarik seluruh karya dari Dante’s Ga
Leher Anais menegang, satu langkah saja dia mundur ke belakang, sudah pasti akan tercebur ke air yang dingin. Namun, egonya terlalu mendominasi untuk meminta Jade menariknya menjauh dari pinggir kolam tersebut.‘Sialan! Mengapa harus terjadi hal seperti ini? Benar-benar memalukan!’ batinnya amat kesal.Tanpa diduga, Jade perlahan melepas dekapannya dari pinggang Anais. Dengan tatapan licik, dirinya pun berbisik, “aku tidak akan menarikmu menjauh dari kolam ini.”“Apa kau gila?!” Anais segera menyahut buncah.Tangannya semakin erat mencengkeram bahu Jade seakan tak ingin melepasnya.“Mengapa? Apa sekarang kau butuh bantuan?” Alis sang pria terangkat sebelah dan kembali menambahkan dengan nada menyudutkan. “Kau terlambat, istriku. Jika kau tak ingin jatuh ke dalam kolam itu, maka kau harus memikirkan cara agar aku mau membantumu. Waktumu hanya lima detik.”Anais nyaris tak percaya dengan ucapan sang suami, tapi ditilik dari manapun, ekspresi Jade tak menunjukan candaan. Dirinya menggert
“Ternyata benar kau, Anais?” tutur Denver yang kini berdiri di hadapan Anais. Ya, suami Aretha La Devante itu tiba-tiba muncul dan mengganggu Anais. Melihat tampang orang yang paling ingin dia hindari ada di sini, benar-benar membuat dada Anais meradang. Dia hendak menutup kembali pintu itu, tapi pria yang mendatanginya malah menahan bawah ambang tersebut dengan kakinya. Dirinya menatap Anais sengit dan lantas berkata, “mengapa terburu-buru? Apa kau tidak senang melihatku?” ‘Sialan! Dia bodoh atau apa? Mengapa masih bertanya?!’ Anais menyambar keras dalam hatinya, sungguh enggan berinteraksi dengan mantan tunangan biadab itu. “Sungguh kejutan. Bagaimana mungkin kita bertemu di sini?” Alis Denver terangkat sebelah. “Oh, tunggu. Apakah ini karena kau tidak bisa melupakanku?” “Apa maksud Anda?!” Anais menyahut dengan kening mengernyit. “Jangan berpura-pura, Anais! Kau pasti ingat bahwa Pelican Reef Resort adalah tempat bulan madu yang dulu kita rencanakan jika menikah!” sahut Denver
“Astaga, apa aku tidak salah dengar?” Seorang wanita di bangku depan Anais bergumam. Banyak dari peserta lelang yang terkejut mendengar harga fantastis Portrait of Nancy bahkan di awal pembukaan. Namun, seorang kolektor seni tentu tak akan ragu merogoh kocek sedalam apapun jika itu untuk patung langka karya seniman yang agung. Tak lama kemudian, lelaki di bangku tengah mengangkat nomor lelangnya. Detik berikutnya sosok wanita yang berpenampilan glamor pun turut menaikkan tangannya sembari berkata, “51 juta dollar!” “53 juta dollar!” Seorang pria dengan jas biru tua langsung menyahut cepat. Mendengar itu, wanita tadi pun kembali memekik dengan ekspresi dinginnya. “55 juta dollar!” “55 juta dollar! Penawaran tertinggi saat ini ada di 55 juta dollar oleh Madam nomor 78!” Laki-laki paruh baya yang berada di podium depan pun menyeru keras. Situasi semakin panas, tapi Anais yang berada di sebelah Jade hanya terdiam sembari memperhatikan seluruh sudut. ‘Portrait of Nancy … sudah lama a
Feanton yang nyaris memenangkan lelang Portrait of Nancy, kini mendekat ke arah Jade. “Luar biasa! Tidak heran jika yang mendapatkan karya Brought de Lought adalah Tuan Jade!” tukas laki-laki itu dengan wajah sumringah.Sang lawan bincang pun berpaling. Maniknya menyorot tanpa ekspresi, tapi bagi Cosseno yang berada di belakang Feanton, tatapan Jade seolah ingin meringkusnya.‘Aish … mengapa Kakak malah menemui mereka?! Pria ini tidak mungkin mengungkit ancaman kemarin malam ‘kan? Sial! Semoga dia tidak membahasnya!’ batin Cosseno berharap. ‘Memangnya atas dasar apa aku harus minta maaf pada Anais?!’ Tangannya mengepal amat geram, sungguh tak bisa merendahkan harga dirinya sendiri di hadapan istri Jade Herakles tersebut. Meski ingin meledak, tapi Cosseno yang pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya bertindak seolah tak terjadi apapun.‘Ya, dia tak akan berani menggangguku di tempat umum seperti ini. Aku tahu dia pria yang menjaga citranya!’ Adik Feanton itu memungkas gemingnya dengan
‘Taktik busuk apalagi yang ingin kau mainkan, Aretha?!’ Anais mendecak dalam hati. Manik hazelnya terpampang tajam, waspada dengan tipuan sang adik yang selalu ingin menjatuhkannya. Namun, di sela itu tatapannya malah tak sengaja menangkap Cosseno yang berada tak jauh di belakang Aretha. Ya, adik Feanton Cossentino tersebut tampak memperhatikan Anais dan Aretha yang tengah beradu tegang. ‘Sial, sedang apa dia di sana?’ batin Anais curiga. Terakhir, Cosseno telah menyebar gosip palsu tentangnya, kali ini Anais tak bisa mengambil risiko jika rekan sesama seniman itu kembali menggali masalah untuknya. Dengan nada sinis, istri Jade Herakles tersebut mendecak, “ikuti aku, kita bicarakan ini di tempat lain.” Aretha seketika menyatukan alisnya, tampak enggan menuruti perintah sang kakak. ‘Dasar, jalang. Aretha yang membawa pesan untuknya, tapi mengapa seolah Aretha yang membutuhkannya?!’ decaknya membatin geram. “Mengapa harus ke tempat lain? Aretha tidak ada waktu untuk meladeni Kak A
“Kau harus melihat wajahmu saat ini, Anais.” Jade sengaja mengejek dengan alis terangkat sebelah.Hal itu semakin membuat Anais membeku, dia pun memastikan bahwa tampangnya kini benar-benar merah.‘Dia berbahaya, aku tidak bisa terus berada di posisi ini!’ batin Anais terus waspada.Tanpa Jade duga, sang istri tiba-tiba mendorong dadanya sembari menyentak sinis. “Menyingkirlah dariku!”Gerakan yang mendadak itu, berhasil membuat Anais terbebas dari kungkungan Jade yang terasa mengintimidasi. Dirinya segera mengambil jarak, netranya juga melayap buncah, tampak jelas sedang mengelak dari pandangan sang suami.‘Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Apa yang membuatnya marah? Oh tunggu, dia memang selalu marah, tapi mengapa dia terus menghindari kontak mataku? Wanita ini bukan tipe pemalu, biasanya dia akan menatapku dengan tajam bahkan saat murka sekalipun.’ Jade bingung dalam hatinya.“Anais—”“A-aku ingin memesan makan malam.” Sang istri lekas memangkas ucapan suaminya yang belum tunta
Raut wajah Jade berubah lebih dingin. Akan tetapi, Anais bukan tipa wanita yang langsung angkat tangan, tak peduli siapapun lawannya.“Apa maksudmu sebenarnya? Mengapa aku tidak boleh bertemu dengan Tuan Hans?” tukas Anais bertanya.Alih-alih langsung menyahut, Jade justru tampak enggan membahas hal tersebut. Pria itu terlihat tenang mengiris bistiknya seolah ingin menyudahi topik yang bahkan baru dimulai beberapa menit lalu.“Astaga, bukankah sebelumnya ada seorang pria yang berkata harus menatap lawan bincang ketika mengobrol?” Anais menyindir keras.Dan itu pun memicu seringai samar menyambangi bibir Jade. “Rupanya kau pandai membalik situasi.” Cucu pertama Hans Herakles tersebut meraih botol wine dan lekas menuangkan cairan merah kehitaman itu ke gelasnya. Dan kala hendak mengisi gelas Anais, sang wanita pun berkata tedas. “Jangan mengubah pembicaraan. Katakan padaku alasan mengapa aku tidak boleh menemui Tuan Hans!”Jade lantas mengangkat pandangan begitu Anais menahan botol an