“Apa saya harus menyingkirkan mereka, pimpinan?” tanya seorang pengawal yang berada di dekat Hans.Ya, Jade Herakles sengaja mengunjungi sang kakek di hari sabtu ini karena penasaran dengan pesan yang diterima sang istri dari Aretha. Sesungguhnya dia tak perlu menyisihkan waktu mendatangi Hans, tapi ada hal lain yang menurutnya terasa janggal.“Tidak perlu, biarkan saja berandal itu.” Hans membalas seiring dengan pandangannya yang beralih lagi ke lapangan.Dirinya melirik ke arah caddie-seseorang yang membantunya membawakan stick golf untuk mengganti tongkat pemukulnya. Hans memilih fokus pada permainannya alih-alih menghiraukan Jade yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya.“Aku akan mencetak ace!” tukas Hans yakin.Dirinya tampak fokus, dan itu membuat Jade yang tak digubris sama sekali menjadi kesal.Pemilik Oran Brewery tersebut mendecak dalam hati. ‘Kakek tua ini benar-benar mengujiku!”Jade menyeringai tipis, tapi bukannya mengamuk, dia malah berjalan mendekat ke arah sang kak
Bab 78.Kening Anais mengernyit, getah empedu pun serasa naik ke mulutnya. Dia seakan muak menyaksikan hal yang amat menjijikan.Ya, pesan dari Cedric yang mengatakan dia ingin bertemu atau akan datang ke Dante’s Gallery jika Anais menolak, membuat wanita itu pening bukan main.‘Dari mana dia mendapat nomor ponselku? Aku sudah memblokir semua akses untuknya menghubungiku, tapi rupanya dia sangat susah mengerti. Benar-benar merepotkan!’ decak Anais membatin.Dia menyibak belahan rambutnya seolah melunturkan frustasi, tapi mau bagaimanapun, Cedric memang sulit ditangani. Mengingat sikap nekatnya, pria itu agaknya tak main-main atau hanya sekedar mengancam.“Cedric memang sialan!” umpatnya tertahan.“Ada apa, Nona Anais?” Anne pun mendekat sebab penasaran dengan gerak-gerik Anais yang terlihat tegang.Lawan bincangnya segera berbalik dan menata ekspresi agar tetap datar. Seperti biasa, Anais pun memamerkan senyum tipis yang selalu dia latih di depan cermin.“Bukan apa-apa, Nona Anne. Han
“Buah Prem?” tanya Kepala Koki mansion Herakles sembari menaikan kedua alisnya.Dia memastikan kembali permintaan Aretha yang menginginkan buah tersebut untuk sajian penutup. Aretha lekas mengangguk sebagai balasan, dia cukup was-was sebab buah prem tak berbuah setiap tahun dan Aretha pun tak bisa memprediksi musim buah itu.“Kebetulan sekali, Nona. Kami memang memiliki persediaan buah prem cukup banyak, bahkan kemarin Tuan Hans sendiri yang memetik hasil panen di kebun Herakles.” Sang Kepala Koki menyahut, dan sekejap membuat manik Aretha berbinar.Wanita tersebut tercengang karena saking girangnya. “Benarkah? Ka-kakek mertua memetik buah prem sendiri?”“Itu benar, Nona. Tuan Hans memang memiliki hobi berkebun di sela istirahatnya. Apalagi dulu ketika mendiang istrinya masih hidup, mereka sering menghabiskan akhir pekan di perkebunan,” sahut laki-laki berpakaian putih dengan celemek hitam tadi.Mungkin Dewi Fortuna sedang berpihak padanya, kini otak licik Aretha semakin gencar menyia
‘Apa dia bilang? Cedric sekarat?’ batin Anais sambil mengerutkan keningnya. ‘Dia memang pria yang selalu membuat keributan, juga sangat menyusahkan orang lain, tapi apa ini? Sekarat? Aku tahu keburukan Cedric lebih dari siapapun, dia pasti hanya membual!’Anais terdiam beberapa saat, akalnya sudah menangkap pikiran licik sang kakak.“Nona?” Seorang lelaki menyeru lagi dari seberang telepon, sebab tak kunjung mendapat sahutan dari Anais.Dengan nada panik, dia pun melanjutkan, “Tuan Cedric mabuk dan memancing emosi pengunjung lain sampai mereka berkelahi hebat. Pihak klub Arason tidak bisa memanggil ambulance atau Polisi sebab kami tidak ingin terseret dalam kasus ini.”“Baiklah, saya akan mengirim orang untuk menjemputnya.” Akhirnya Anais buka suara.Dia pun tak sudi bila harus terlibat dengan kakak angkatnya itu lagi, tetapi bagaimana pun juga Cedric bagian dari keluarga Devante, akan muncul skandal besar jika Anais mengabaikan perkara ini begitu saja. Usai mematikan panggilan, wanit
“A-apa?” Anais terbata dan lantas mendongak.Begitu irisnya menangkap manik abu yang amat familiar, dia pun langsung menarik jarak.Ya, sang suami yang menempatkan bawahannya memantau Anais, mendapat laporan bahwa istrinya itu pergi ke klub malam Arason. Terlebih ketika mengetahui Anais datang menemui seorang pria, Jade tentu tak bisa membiarkannya.“Sedang apa kau di sini?!” dengus sang wanita tajam.“Bukankah harusnya aku yang bertanya? Mengapa kau datang ke klub malam seperti ini, istriku?” Jade membalas dengan nada menyindir. “Aku sedang menunggumu sejak tadi, tapi semenjak acara di Dante’s Gallery berakhir, kau malah mencari hiburan di klub malam?”“Jaga bicaramu! Siapa yang kau sebut mencari hiburan di klub malam?!” Sang wanita mendengus marah. “Kau memang tak pernah berubah, selalu berlagak tahu segalanya, padahal kau sama sekali tidak mengerti apapun. Sungguh miris!”Dia sudah menahan diri atas insiden mengejutkan Cedric, tapi kini Jade malah memancing emosinya.“Pergilah, kau
“Apa kau bercanda?” Eldhan bertanya dengan nada menekan.Sang rekan yang memiliki tampang pasrah pun tak bisa memberikan jawaban selain gelengan kepala.“Hei, ini tidak mungkin. Si berengsek itu jelas-jelas bersalah karena memakai narkoba dan melakukan pelecehan seksual pada seorang wanita. Bagaimana bisa mereka tidak mau menurunkan surat perintah penangkapan?!” dengus teman Anais itu menahan geram.“Aku sudah memintanya, tapi Kepala Divisi mengatakan bahwa Komisaris menentangnya. Bahkan meminta kita menghentikan penyelidikan terhadap Cedric Devante dan membebaskannya!” bisik rekan Detektif Eldhan tegas.Sungguh, sensasi lahar berapi naik ke pucuk kepala Eldhan. Dia tahu lebih baik dari siapapun bahwa hal ini hanyalah manipulasi.‘Aish, sial! Apakah Paman Tigris sekarang bermain kotor? Dia bahkan tak segan melakukan apapun untuk melindungi Cedric sialan itu, ya?!’ Eldhan membatin kesal.Giginya menggertak dengan tangan mengepal kuat. “Aku harus membereskannya!”“Apa maksudmu? Apa kau
Kening Anais mengernyit melihat potret di hadapannya. Dia perlahan mengambil foto tersebut dari selipan album yang usang. Namun, sayangnya foto tersebut robek sebagian, hingga Anais tak bisa melihat rupa wanita tersebut. “Siapa dia? Mengapa Jade menyimpan fotonya?” Anais bertanya penasaran. Dirinya menilik lebih lekat, lantas terpaku pada cincin di jari robekan foto wanita tadi dengan model yang amat familiar. Entah mengapa sensasi tegang merayapi punggungnya, dia merasa ada yang janggal tentang foto wanita tersebut. Anais menyipitkan mata menatap potret tersebut sembari bergumam, “cincin ini … sepertinya aku pernah melihatnya. Benar, ini tidak asing, tapi di mana?” Tanpa sadar, album foto yang dia pegang terjatuh dari tangannya. Beberapa potret anak laki-laki kecil dan seorang pria dewasa berserakan di lantai. “Oh, tidak.” Anais hendak membereskan kembali foto-foto tersebut, tapi belum sempat dia mengambil album tadi, sebuah suara pun mendengus dingin. “Sedang apa kau di sini?!”
“Kebetulan sekali mereka sudah datang.” Hans berkata dengan tegas. Semua pasang mata tertuju ke arah Jade dan Anais yang kini memasuki aula. Pengantin baru itu tampak serasi hanya dengan melangkah beriringan. Terlebih Anais yang memakai gaun hitam panjang tampak sangat elegan di samping Jade yang mengenakan setelan jas warna serupa. Namun, tak ada satu pun orang yang menyapa mereka. Situasi yang sebelumnya canngung pun bertambah tegang sebab Hans mengumumkan hal tak terduga ketika Jade dan Anais tiba. ‘Apa ini? Mengapa semua orang terlihat sangat tegang?’ geming Anais dalam benaknya. Baru saja menginjakkan kaki di mansion Herakles, dirinya sudah mendapati aura yang amat menekan. Sampai Tigris pun berkata, “Duduklah.” ‘Hah … anjing liar itu mendapat ijin dari Kakek untuk tinggal di mansion Herakles?! Mustahil ‘kan?’ batin Denver geram. Irisnya yang terpampang setajam manik elang itu terpaku pada kakak dan mantan tunangannya yang kini duduk di hadapannya. Leah yang juga terkejut me