"Sudah Mbak, silahkan di coba!"
Pemilik bengkel itu kemudian mengarahkanku untuk memberi aku petunjuk agar bisa melacak alamat di mana mobil itu barada. Aku tersenyum puas saat alamat yang di tunjukan ponseku itu tapat dan akurat.
Tunggu kamu Mas! Dengan alat ini aku akan mengawasimu dan membongkar kebohonganmu. Aku tak sudi dibohongi terus menerus.
Aku pulang setelah semua selesai dan jalan-ja
ab 14 Ancaman Farel"Diam! Riana bukan pelakor, kamu lah yang palakor!""Ibu, sudahlah, jangan salahkan Ane!""Diam kamu Riana! Sampai kapan kamu mau berkorban untuk orang lain tanpa memperdulikan keadaan kamu. Harusnya Dia sadar, sebagai istri kedua, Dia harus mau mengalah, apalagi kamu sedang sakit. Bukan malah berniat memeluk suaminya seorang diri," ujar Ibu Mbak Riana dengan suara tajam."Ibu, semua ini sudah jadi resikoku. Aku sudah siap dengan semua in, iketika Mas Farel meminta izin padaku untuk menikah lagi, lagi pula lelaki mana yang tahan memiliki istri yang penyakitan seperti aku Bu. Kucing pun tahu mana ikan yang segar dan mana ikan yang sudah tak layak di makan."Ya Allah, aku bagai tetampar oleh kata-kata Mbak Riana, aku ini manusia macam apa Ya Allah."Kamu dengar?""Tapi saya gak tahu apa- apa Bu, saya juga gak tahu kalau Mas Farel itu pria beristri, kalau saya tahu, saya juga
"Farel memang bajingan!" umpat Ibu Mbak Riana. Kedua netranya menggambarkan kebencian yang mendalam pada Mas Farel, dada orang tua itu kelihatan bergelombang, napasnya tersengal. "sudah Bu, nanti darah tinggi Ibu kumat," ujar Kak Riana lembut dan mengusap punggung orang tuanya. "Ibu gak terima kamu diperlakukan seperti ini Nak, kalau Ibu mampu, sudah ku suruh kamu cerai dari lelaki bajingan itu!" umpat Ibu Mbak Riana, sementara Mbak Riana hanya tertunduk lesu. "Gak papa Bu, kalau aku cerai dari Mas Farel, aku berobat dapat uang dari mana, Ibu makan dari mana, Tasya sekolah dapat biaya dari mana? Gak papa aku sakit begini Bu." Jleb Hatiku bagai teriris mendengarnya, begitu beratnya penderitaan Mbak Riana oleh ulah Mas Farel. Mbak Riana beralih menatapku ," awalnya Mas Farel juga menolak untuk tanggung jawab Dik, bahkan menuduh Mbak sebagai wanita murahan, dan menolak Tasya sebagai anaknya."
15 Ceraikan Aku Mas! Mbak Riana kini yang memeluk tubuhku erat. Mendadak aku merasakan kepalaku pusing dan perlahan pandanganku mulai kabur. "Dik, Dik Ane! Bangun Dik!"Samar- samar kudengar suara Mbak Riana memanggil namaku, aku hanya bisa mendengar tanpa bisa memberikan reaksi. ---Aku merasakan bau aroma terapi menyengat hidungku dan juga pijatan lembut di kakiku. "Alhamdulilah Dik, kamu sudah sadar," ujar lembut Mbak Riana begitu aku membuka mata. Ibu Mbak Riana datang membawa segelas teh di nampan lalu memberikanya pada Mbak Riana."Ayo minum Dik," ujar Mbak Riana membantuku untuk minum."Terima kasih Mbak," ucapku lemah, kepalaku sedikit pusing dan mual. Sepertinya akibat tadi aku lupa sarapan. "Apa perlu aku telpon Mas Farel Dik?" "Gak usah Mbak." jawabku lembut. "Tapi kamu masih lemah Dik, atau kamu tidur saja di sini dulu." Ya Allah, hatiku makin hanc
Apa bedanya Rin? Saat sehat Mas Farel juga baik dan melayani Mbak Riana dengan baik. Namun, begitu Mbak Riana sakit, Dia juga dengan entengnya mendua tanpa memperdulikan perasaan wanita yang Dia tinggalkan. Entah manusia jenis apa Dia itu, punya hati apa enggak."Arin mengusap lembut pundakku."Maaf ya, aku juga gak tahu kalau bakal seperti ini ceritanya.""Iya, aku juga gak menyalahkan kamu."Setelah mengobrol cukup lama, aku memutuskan untuk pulang dan menunggu Mas Farel di rumah.Aku merasa kepalaku sedikit pusing dan perutku juga sedikit mual.***Aku menunggu dengan gelisah kepulangan Mas Farel, rasanya hatiku sudah campur aduk.Sekitar jam 9 malam aku mendengar suara mobil Mas Farel."Asalamualaikum, Sayang! mas pulang ni."Aku segera menuju ke ruang depan dimana Mas Farel selalu duduk melepas lelah saat pulang kerja."Tumben sudah tidur?" ujar Mas Farel dengan senyum tersu
ab16 Pov FarelAku segera menangkap tubuh Ane yang tiba-tiba saja limbung setelah pertengkaran kami.Entah apa yang dikatakan wanita itu pada Ane, kata-kata apa yang telah dia goreng dan dimasak olehnya hingga membuat istriku Ane begitu membenciku.Ane yang selama ini lembut dan sabar padaku, berubah menjadi dingin, dia bahkan menolak napkah batin yang aku ingin berikan padanya, sesuatu yang tak pernah dia lakkukan sebelumnya.Ah, Riana! Wanita sialan, gara-gara kamu hidupku hancur!Kuliahku berantakan, Ibuku hampir mati karena serangan jantung dan bahkan aku hampir saja di deportasi dari kampus gara-gara wanita sialan itu.Dan kini wanita tak tahu diri yang penyakitan itu ingin merusak kebahagianku dengan Ane.Tak akan aku biarkan dia merusak Rumah Tanggaku kali ini."Sayang! Ane, bangun sayang!"Aku berusaha membangungkan Ane namun gagal, matanya tertutup rapat,
" Tadi Riana nyari Lo," kata Ali beberapa hari setelah kejadian itu."Nyari Gue?""Iya, katanya penting.""Lo gak tanya masalah apa?""Ya gaklah, ngapain Gue nanya-nanya."Beberapa setelah itu, Riana sering mencariku namun aku sengaja menghindar, aku malas ketemu wanita itu karena aku yakin perempuan itu pasti niatan tertentu denganku."Lo gak bisa menghindar terus Rel, jangan jadi pengecut," ujar Ali pada suatu hari."Gue gak mau bertanggung jawab atas apa yang bukan Gue perbuat, aku yakin anak itu bukan anak Gue," ujarku bersikeras karena saat itu aku sudah tahu Riana hamil."Ya lo mau ngelak kek manapun gak bakalan bisa, Riana itu pandai bahkan Dia sudah mempersiakan semuanya dari awal, sudah ada bukti visum dari Dokter," ujar Ali."Aku semakin yakin aku dijebak Li, aku sudah cukup lama kenal Dia, aku tahu bagaimana Riana dan Fadil dulu saat berpacaran, bisa jadi Riana sudah melakukannya
Pov Ane" Pergi kamu dari sini Mas! Aku tak ingin melihat wajahmu. Pergi!" ujarku penuh emosi pada Mas Farel. Ku tarik paksa tangan yang dia genggam.Ya Allah, sakitnya hati ini, sungguh sebenarnya aku tak tega membentaknya seperti ini.Mas Farel terdiam menatapku. Aku segera memalingkan muka saat kedua netra Mas Farel mulai sembab.Jujur aku gak kuat melihatnya, tapi aku tak boleh lemah.Cukup sudah aku dibodohi olehnya selama ini."Baiklah, Mas akan pergi. Kamu mau makan apa?"Senyap, mulutku serasa terkunci dan aku enggan untuk menjawab pertanyaan Mas Farel. Ku palingkan wajah demi menghindari tatapan mata Mas Farel.Dengan langkah yang terkesan dipaksakan, Mas Farel pergi meninggalkan ruangan. Hatiku kembali perih melihat punggung lebar Mas Farel yang menghilang di balik pintu.Aku harus bagaimana Ya Allah.Jika aku ingat Mbak Riana, penderitaannya dan wajah tak berdosa Tasya yang begitu mendambakan Papanya, aku
Ya Allah, tak terbayang sakitnya dan hancurnya hati Mbak Riana saat ini, tak terbayang kalau aku jadi Dia saat ini.Sesampainya di parkiran mobil dan saat aku membuka pintu mobil, kepalaku tiba-tiba pusing, aku melihat benda di hadapanku berputar.Aku berpegangan pada pintu mobil, kepalaku kian berat, pandanganku mulai berkunang- kunang dan perlahan mulai kabur.Beberapa saat kemudian semua menjadi gelap dan aku tak tahu apa-apa lagi setelah itu.***Beberapa saat kemudianAku perlahan membuka mata saat merasakan sebuah tangan membelai pipiku dengan lembut lalu menggenggam tanganku. Ada air yang menetes dan membasahi tanganku yang di genggam dengan erat olehnya."Sayang, bangun dong! Maafkan Mas, yang gak bisa menjagamu."Samar-samar kudengar suara Mas Farel berbicara padaku, suara bergetar sepertinya menahan tangis.Ku buka mataku walau terasa berat."Sayang, alhamdulilah kamu sudah sadar. M