Sejak Calia mengeluhkan sakit dan perhatian Lucius yang Vania perhatikan semakin intens, ia mulai mengendus ada sesuatu yang tengah keduanya sembunyikan darinya. Lucius bersikeras menolak tawarannya untuk memanggil dokter setiap kali mengatakan Calia sedang tidak enak badan. Bahkan ketika Rhea mengalami mual muntah yang cukup parah karena kehamilan sang menantu dan Lukas memanggil dokter untuk memeriksa juga memasang infus untuk sang menantu, Lucius maupun Calia seolah sepakat menolak dokter memeriksa wanita itu juga.Kecurigaan Vania semakin menjadi, karena sakit Calia yang datang lebih sering. Bahkan dalam seminggu tidak pergi ke kantor sampai 3 kali dan Lucius akan pulang lebih awal. Lembur di ruangan kerja sampai tengah malam.Perasaan Vania tak berhenti diselimuti kegelisahan. Hari ini Calia kembali tidak pergi ke kantor, dan seperti yang sudah diperkirakan, Lucius akan pulang lebih awal. Satu getaran ringan mengalihkan perhatiannya yang tengah berdiri di depan meja pantry. Gegas
Vania semakin membeku, sekali lagi dibuat terkejut dengan ketajaman dalam peringatan sang putra. Ia benar-benar kehilangan kendali dengan kemungkinan jika Calia hamil lagi. Sudah cukup darah ketiga kembar harus dinodai dengan gen dari Calia, bagaimana mungkin Lucius akan menambah keturunannya dengan darah kotor itu.“Kita berdua tahu apa yang diketahui dan dikatakan oleh Calia bukan sebuah kebohongan, Ma. Jadi jangan paksa aku untuk bicara lebih, yang akan membuat mama semakin mempermalukan diri maman sendiri.”Vania tercekat dengan keras, kepucatan membekukan seluruh permukaan wajahnya. Apakah Calia sudah menceritakan semuanya? Dan Lucius lebih mempercayai wanita sialan itu.“Hanya karena aku diam, bukan berarti aku tidak tahu apa yang mama lakukan di belakangku terhadap Calia. Sekarang maupun delapan tahun yang lalu. Apakah aku perlu menyebutnya satu persatu …”“Mama tak tahu kebohongan apa yang telah dikatakan Calia padamu, Lucius.” Vania jelas tak menyerah untuk menyangkal. Menaha
Vania yang saat itu masih berbaring, gegas berusaha bangun terduduk dengan gerakan yang lemah. Membuat Leana segera membantu setelah sejenak sempat terkejut dengan pernyataan sang kakak sulung. Juga Divya yang mendadak pucat.“Kau, mama, Leana, Divya, dan bahkan Rhea. Bekerja sama menyingkirkan Calia dari hidupku dengan tanpa hati. Seolah belum cukup semua keburukan yang mama berikan padanya, kalian menyingkirkan dengan cara yang paling licik yang bahkan tak pernah kubayangkan akan kalian lakukan padaku.”“Aku dan Calia memang berselingkuh di belakangmu.”“Ya, Calia sudah mengakui semuanya. Bahkan tanpa semua bukti itu. Tapi malam itu adalah jebakan licik kalian yang membuatku meragukan anak dalam kandungannya. Membuat kami berdua meragukan anak itu.”Kedua mata Lukas melebar terkejut. Merasakan amarah dan kekecewaan di kedua mata Lucius yang begitu dalam.“Sejak awal aku sudah merasakan kejanggalan itu. Hanya karena aku diam, bukan berarti aku tidak menduga bahwa kalianlah pelakunya.
Calia tak menyangka dokter akan mempertanyakan hal itu secepat ini. Setelah Lucius menjanjikan hal tersebut pada dokter Kirana, barulah keduanya keluar dari ruangan dokter.‘Ada baiknya Anda menggunakan kontrasepsi jangka panjang setelah proses kelahiran.’Calia menolak saran dokter Candra kala itu, karena ia tak mungkin berhubungan dengan pria mana pun. Lucius tak menceraikannya meski tak ada harapan dalam hubungan mereka. Dan ia sendiri tak mengeluhkan hal tersebut. Menganggap semua adalah bayaran yang harus diterimanya.Saat itu, ia hanya memfokuskan hidup dan perhatian untuk kehamilannya yang semakin hari semakin terasa berat. Mendekati hari persalinan minggu depan dengan jadwal Caesar yang sudah ditentukan dokter. Karena sama sekali tidak ada harapan untuk melahirkan dengan cara normal, dengan keadaan Calia yang semakin lemah, kehamilan tunggal saja tidak memungkinkan. Apalagi ada tiga janin di dalam kandungannya.‘Kemungkinan resiko untuk kehamilan selanjutnya akan menjadi lebih
“Ya, tentu saja aku masih ingat.” Jawaban Calia keluar tepat seperti yang diinginkannya.“Jadi?”“Jadi apa?”“Kau belum menjawab pertanyaanku sebelumnya.” Tatapan Caleb semakin tajam. Mencoba membaca kedua mata Calia lebih dalam. “Apa kau menggunakan kontrasepsi?”“Jawaban apa yang kau inginkan, Caleb? Pertanyaanmu seperti berapa kali Lucius meniduriku.”Caleb mendengus, tangannya terjulur menyingkirkan helaian rambut Calia yang menghalangi leher sang adik. “Dia tak mungkin hanya meninggalkan jejak sialan itu di sana, kan?”Calia segera menepis tangan Caleb. “Hentikan, Caleb. Itu urusanku dan Lucius,” jawabnya kemudian melewati sang kakak. Melangkahkan kaki secepat mungkin tetapi tetap memastikan langkahnya terlihat normal.Caleb tak menyusul, hanya mengamati punggung Calia yang menghilang di balik pintua ruangan wanita. Keningnya berkerut dalam, merasa ada sesuatu yang janggal dengan Calia yang menghindari pertanyaannya. Tak mungkin adiknya itu berpikir akan hamil lagi, kan?***“Apa
Pandangan Lucius tak lepas dari Calia yang baru muncul setelah melewati pintu putar. Berjalan menuruni undakan teras gedung dan menghampiri mobilnya yang sudah terparkir menunggu sang istri.“Apa kau lama menunggu?” Calia memasang sabuk pengamannya setelah membiarkan Lucius sedikit menarik tubuhnya kea rah pria itu dan mendaratkan satu kecupan singkat di bibirnya.“Lima menit,” jawab Lucius. Menginjak pedal gas setelah yakin sabuk pengaman Calia terpasang dengan tepat. “Bagaimana hari ini? Apakah semuanya berjalan lancar?”“Hmm, cukup lumayan.”“Mual dan muntah?”“Hanya dua kali. Setelah makan siang. Sepertinya aku kebanyakan makan. Kau mengirim makan siang terlalu banyak, Lucius.”“Aku hanya tak tahu mana yang akan membuatmu berselera untuk dimakan. Terkadang kau ingin makan ini tapi tiba-tiba ingin yang itu.” Keduanya tertawa bersama.“Kau benar,” jawab Calia di antara kikikannya.Hening sejenak.“Apakah dulu waktu hamil si kembar kau seperti ini?”Raut wajah Calia seketika membeku.
“Apa ini?” Caleb melirik sekilas kunci yang disodorkan Lucius ke hadapannya. Kembali menatap lurus pria itu yang langsung duduk di seberang meja. Bersandar dan kedua lengan yang saling bersilang. Dagu sedikit terangkat, lengkap dengan keangkuhan khas si adik ipar sialannya ini.“Kau tahu apa itu.”Caleb tentu saja tahu itu adalah kunci mobil, yang bisa dipastikan keluaran terbaru. “Hadiah ulang tahun untuk kakak ipar? Ulang tahunku sudah lewat, Lucius,” dengusnya mengejek. “Atau … bayaran atas tanggung jawab yang kutanggung selama delapan tahun telah mencampakkan Calia dan ketiga keponakanku?” Caleb melempar kunci tersebut kembali ke hadapan Lucius. “Aku tak akan menukar mereka untuk hal semacam ini, Lucius. Aku bukan mamamu.”“Tanggung jawab itu akan kubayar. Dengan caraku. Aku memberikan itu bukan untukmu. Tapi untuk anak-anakku.”“Apakah mamamu yang memintamu melakukan hal ini? Ck, selera humor mamamu benar-benar buruk, Lucius.”“Berapa kali mobilmu mogok dalam sebulan?”Wajah Cale
Suara benda pecah dan ribut-ribut yang samar terdengar di balik pintu ruangannya membuat pandangan Calia dari layar monitor segera teralih ke arah pintu. Menyusul suara langkah kaki yang tergesa dan bayang-bayang tubuh yang melewati pintu kaca ruangannya menciptakan kerutan di antara kedua alis wanita itu.Calia beranjak dari kursinya menuju pintu. Melihat orang-orang yang berkumpul beberapa meter dari pintu ruangannya. Pekikan wanita dan suara hantaman yang saling menyahut, Calia mencoba mendekat dan menyelinap di antara kerumunan. Melihat dua orang pria yang bergumul berguling dilantai di antara pecahan kaca. Saling melemparkan dan membalas tinju, hingga wajah keduanya berlumur darah. Beberapa pria berusaha melerai hanya untuk mendapatkan tinju entah dari siapa. Membuat yang lainnya pun tak berani mendekati kedua pria tersebut.Mata Calia membelalak lebar begitu menyadari kedua pria itu adalah Caleb dan Lucius melihat dari pakaian yang keduanya kenakan. Telapak tangannya terangkat,