“Tuan Jasman, kamu akan membersihkan ruang samping, lalu seluruh koridornya beserta kamar mandi. Jangan keluar dari area tempatmu bekerja,” ujar supervisor tim petugas kebersihan yang membagi tugas lima orang yang akan bekerja membersihkan rumah Rex Milan Wilson hari ini.“Baik, Bu,” jawab Jasman singkat. Matanya memperhatikan seluruh rumah sambil mengira-ngira posisinya bisa meletakkan kamera dan penyadap di seluruh rumah. Selain juga karena seluruh rumah dipasangi oleh kamera sehingga ia harus berhati-hati.“Em, sudah periksa mereka?” tanya NLE Black pada Emerson yang dari tadi mengawasi pada personel petugas kebersihan. Emerson menggeleng.“Belum, Pak.”“Ayo lakukan sebelum mereka memulai pekerjaan.” NLE Black memerintahkan Emerson untuk memeriksa satu persatu petugas kebersihan yang masuk ke rumah Rex Milan.“Baik, Pak─”“Tunggu dulu. Bukankah kami sudah melewati metal detector dan pemeriksaan di depan tadi? Lagi pula kami kan datang setiap hari!” ujar Supervisor tim kebersihan te
Cindy Andriani Halim benar-benar mendalami perannya sebagai seorang sekretaris meski sesungguhnya ia menyamar. Namun pekerjaannya sungguh serta benar terjadi. Ia menandatangani kontrak resmi dan tidak menutupi jika dirinya masih berkuliah.Akan tetapi, hasil pekerjaan Cindy bukanlah main-main. Ia bisa menyusun dokumen proyek percepatan pembebasan lahan di bagian timur New York yang rencananya akan menjadi lahan stadion olahraga terbaru dan terbesar.“Hmm, aku rasa ini cukup, Cindy. Apa kamu menyimpan semua rekaman dokumen asli surat tanahnya dengan baik?” tanya Rex Milan saat memeriksa pekerjaan Cindy.“Iya, Pak. Aku menyimpannya dalam brankas khusus dan dengan kombinasi nomor serta angka.” Cindy menjawab. Rex Milan mengangguk lagi dan tersenyum.“Jangan lupa surat kesediaan mereka melepaskan properti dengan harga yang kita tentukan, jangan sampai surat itu hilang. Akan ada penggusuran besar-besaran pada pemukiman dan penyewa dua hari lagi,” imbuh Rex Milan mengingatkan.“Baik, Pak. A
“Sini anak Papa. Kiss Papa dulu, Sayang!” Dallas dan Kalendra bergantian memberikan ciuman di pipi pada Dion sebelum mereka akan tidur. Budhe Dewi kemudian datang dengan botol susu untuk dua anak Dion tersebut.Dallas langsung anteng begitu mendapatkan botol susunya. Ia sudah terbiasa tanpa sang Ibu. Dahulu Dion cukup kesulitan menghadapi Dallas yang tantrum ingin bertemu ibunya. Namun sekarang Dallas jadi lebih pendiam. Hal itu sempat membuat Dion sedikit merasa sedih dan miris.“Kowe wis mangan toh, Le?” tanya Budhe Dewi pada Dion yang sedang mengusap-usap punggung Dallas yang nyaris terlelap sambil menghisap botol susunya. Dion sedikit mendongak lalu tersenyum.“Sudah, Budhe.” Budhe Dewi tersenyum lalu membantu menidurkan Kalendra di ranjangnya yang tak jauh berada di sebelah Dallas. Dion mengecup kening Dallas sebelum berbalik pada Kalendra yang masih terjaga.“Ayo doa dulu sama Tuhan Yesus!” ajak Dion pada Kalendra yang berlutut di samping tempat tidurnya bersama sang ayah bersim
“Apa? teman? Maksudnya?” sahut Peter meninggikan suaranya. Ia kaget setengah mati dengan pengakuan Cindy mengenai bosnya. Tidak hanya Peter, Dion, Jasman dan Arion serta Kyle pun ikut kaget.“Cindy, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pelan-pelan saja, jangan takut,” ujar Dion menambahkan. Cindy menarik napas panjang dan tersenyum kecut sebelum bicara.“Sebenarnya aku tidak takut pada Sebastian Arson. Hanya saja, aku sempat cemas jika dia akan mengadu pada Rex Milan soal jika aku bisa berbahasa Indonesia. Dia pernah memergokiku bicara dengan Peter menggunakan bahasa Indonesia─”“Kenapa kamu tidak pernah bicara soal itu?” sahut Peter memotong cepat.“Sebentar, Peter. Biarkan Cindy bicara semuanya dengan jelas.” Arion cepat menimpali. Peter pun sedikit mundur dan diam.“Lanjutkan, Cindy. Apa yang sudah dia lakukan padamu,” imbuh Arion lagi.“Sebenarnya tidak ada. Selama ini Sebastian cukup sopan, Rex Milan juga. Yang agak sedikit mengkhawatirkan hanya ... Nel? Pengawal itu? yang berku
Rex Milan masuk ke dalam kamar Venus setelah mengetuknya beberapa kali. Namun ternyata Venus tidak berada di dalam. Ia berbalik keluar dan bertanya pada salah satu pelayan.“Nyonya Venus sedang latihan di ruang gym, Tuan.”Kening Rex Milan sempat mengernyit meski ia kemudian mengangguk. Rex Milan pun berjalan ke ruang gym pribadi yang terletak di lantai bawah. Ia masuk ke dalam dan mencari Venus yang sedang berlatih di bawah pengawasan seorang dokter baru dan dikawal oleh Steven. Emerson juga berjaga di ruangan yang sama.“Venus?” tegur Rex Milan pada Venus yang sedang berjalan di mesin treadmil dengan kecepatan sedang. Venus mengenakan pakaian olahraga yang cukup seksi dan sudah berkeringat. Ia belum mendengar panggilan Rex Milan sama sekali.Rex Milan lalu menoleh pada Steven dan memberikannya kode untuk memanggil Venus. Steven mendekat lalu menyentuh lengan Venus dengan lembut dan berbisik padanya. Kening Rex Milan sedikit mengernyit dengan pandangan agak aneh pada cara Steven.“Ad
“Ahk, apa yang kamu lakukan? Lepaskan dia!” teriak Venus melerai pukulan Rex Milan pada Steven. Steven tidak sempat melawan karena Rex Milan menerobos masuk dan langsung menyerangnya.“Lepas!” hardik Venus lagi. Rex Milan melepaskan Steven yang terbaring di lantai memegang wajahnya. Topengnya terlepas dan bibirnya berdarah. Steven harus memegang pipinya agar topengnya tidak bergeser meskipun sudah sangat aman.“Apa yang kamu lakukan Rex Milan?”“Dasar brengsek! Beraninya kau masuk ke kamar ganti Istriku dan menyentuhnya!” bentak Rex Milan menunjuk pada Steven yang tertatih bangun dari lantai.“Jangan sembarangan menuduh, Rex! Dia tidak melecehkanku!” Venus ikut berteriak dengan suara lembutnya pada Rex Milan.“Apa? Apa kamu pikir aku buta tidak bisa melihat?” Rex Milan kembali balas memarahi Venus.“Maaf, Tuan Wilson. Aku tidak melakukan apa pun. Anda salah paham,” ujar Steven dengan wajah tertunduk kesakitan. Ia seperti takut menghadapi Rex Milan serta berlindung di balik tubuh Venus
“Apa kamu baik-baik saja? Apa sakit?” tanya Venus menyentuh wajah Steven yang membeku menatapnya. Venus menyunggingkan senyuman tipis nan lembut pada Steven.“Aku baik-baik saja, Nyonya,” jawab Steven setelah beberapa saat terdiam. Ia memegang tangan Venus agar tidak terlalu lama menyentuh wajahnya.“Biar aku obati luka di bibirmu ya─”“Sungguh, aku baik-baik saja.” Steven masih menolak.“Aku tidak akan menyakitimu, Steven. Jangan menolak. Sebentar.” Venus berdiri lalu mengambil tisu dan membasahinya. Barulah ia mendekati Steven lagi. Sebelah tangannya memegang ujung dagu Steven dan sebelah tangannya yang lain menyeka pelan ujung bibir Steven.“Nyonya─” Venus hanya memberikan senyuman dan makin mendekat. Ia semakin memangkas jarak pada Steven yang hanya bisa diam saja. Mata Steven menatap sendu pada wajah cantik Venus. Venus berhenti menyeka dan tetap berada di posisinya tidak melepaskan pandangan dari Steven.Entah magnet apa yang menarik Venus sampai ia makin mendekat hingga ujung h
Rex Milan pergi dengan kepala panas dan rasa cemburu di hatinya. Usai melihat adegan mesra Venus dan pengawalnya Steven, rasa curiga di hati Rex Milan tidak bisa terelakkan.Sesampainya ia di sebuah hotel tempat pertemuan dengan salah satu pemilik wilayah yang akan mereka beli, Rex Milan turun. Ia tergesa berjalan ke dalam mencari NLE Black dan Sebastian Arson.Keduanya telah tiba terlebih dahulu daripada Rex Milan yang sesungguhnya sudah terlambat.“Maafkan aku, tuan-tuan. Sepertinya, Tuan Wilson akan sedikit terlambat. Bagaimana jika kita memesan langsung makanan yang akan menjadi menu makan siang kita?” ujar Sebastian menawarkan pada dua tamunya.“Boleh saja,” jawab salah satu dari mereka.Saat Sebastian memanggil pelayan yang akan melayani, Rex Milan datang. Sebastian langsung menyadari dan berdiri.“Oh, akhirnya dia datang─” kedua tamu sudah ikut berdiri hendak bersalaman tapi Rex Milan malah memanggil NLE Black.“Nel, kemari kamu!”Rex Milan berbalik meninggalkan meja pertemuan