Share

Bab 20 : Bertaruh Nyawa

Pagi-pagi alisku sudah dibuat mengernyit melihat senyum Agung yang kelewat lebar. Tumben-tumbennya itu anak pasang muka seramah itu. Biasanya juga kalau bukan senyum sekilas saat berpapsan denganku, dia paling mengangguk sopan.

Tidak mau ambil pusing, aku menggeleng pelan melanjutkan langkah menuju dapur. Namun, saat berada dekat dengannya kaki dibuat terhenti mendadak kala mendengar bisikan anak itu.

“Cie ... yang keramas pagi-pagi.”

Lah, anehnya di mana coba keramas pagi-pagi? Ini aku sudah hampir tiga hari tidak keramas dan kemarin tidak sempat padahal kepala keringetan pas bantuin masak di acara tahlilan.

“Apa, sih, Gung! Enggak jelas kamu!” cebikku sambil lalu.

Anak itu cuman cekikikan, lalu melenggang dengan handuk di pundak.

Beberapa saat aku memeperhatikan gelagatnya saat berpapasan dengan Pak Zaid yang baru keluar dari kamar mandi. Remaja yang hanya memakai celana bola selutut itu melempar senyum dengan alis naik-turun pada Pak Zaid.

“Seger ya, Kang keramas pagi-pagi?” katan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status