Ana sudah tak tahan lagi melihat semua ini, tenggorokannya terasa sangat panas, air matanya sudah mengalir di pipinya dengan deras.
Ana bahkan sudah tak peduli lagi dengan sekretaris Raffael yang bertanya apa yang terjadi, Dadanya terasa sangat sesak, yang dia inginkan adalah segera pergi dari sini.Kakinya berlari dengan tertatih, berkali-kali dia menarik napas dalam-dalam tapi tetap saja sesak itu tak juga hilang, seharusnya dia mendengarkan kata-kata Adam untuk tidka datang kemari, seharusnya dia berusaha lebih keras lagi pasti di luar sana masih ada rizki untuknya.Andai saja...Tanpa mempedulikan kanan kiri lagi Ana melangkah cepat, dia harus menemui Adam sekarang, paling tidka dia butuh orang untuk menceritakan rasa yang ada di hatinya dan Adam adalah orang yang tepat untuk itu.“Ana akhirnya kamu keluar juga aku baru saja akBella sangat tidak suka dengan kata-kata Raffael, sedikit banyak Ana sudah menggeser kedudukannya sebagai istri Raffael dan juga menantu keluarga Alexander, tangannya tanpa sadar mengepal, Ini tidak sesuai dengan rencananya dan Bella tidak suka itu, tapi lalu dia sadar dia tidak akan mendapat apapun dengan kemarahan. “Benar aku juga sebenarnya tak tega membalas semua perbuatan Ana, tapi wanita itu terlalu licik, hatiku sangat sakit saat tahu dia menjebakmu dan membuat kalian harus menikah, sekarang di mata hukum dan semua orang dia dalah istrimu, sedangkan aku...” Bella menggelang dengan putus asa. “Sayang jangan katakan itu, bagiku kamu adalah segalanya, tidak ada wanita lain yang aku cintai selain dirimu,” kata Raffael meyakinkan. “Kamu yakin, Raf, Ana sangat cantik, orang tuamu juga sangat menyukainya, apalagi kemungkinan besar dia akan segera memberimu anak, aku hanya takut semua tak aka
“Ana! apa ini yang selalu kamu lakukan dengan managermu.” Ana spontan langsung melepaskan pelukan Adam dan memandang ibu mertuanya yang berdiri di luar dengan wajah luar biasa kecewa. Astaga! Dia tak sengaja menyakiti hati mertuanya yang baik hati itu. “Ibu... tidak bu, aku hanya-“ Ana kesulitan untuk mengatakan maksudnya, dia bukan orang yang suka mengadu, dan mengadukan perbuatan Raffael pada ibunya bisa saja menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. “Ibu benar-benar tak menyangka,” kata sang ibu dengan pahit, dia menggeleng dengan putus asa dan melangkah menjauhi mobil Adam. Cepat-cepat Ana membuka pintu mobil Adam, dia bahkan tak ingat lagi untuk memakai alas kakinya, semua berjalan membuatnya terkejut dan tak sempat berpikir sama sekali. “Ibu, tunggu... aku bisa jelaskan,” kata Ana dengan air mata berlinang. Sandra Alexander satu-satunya orang yang memperlakukannya dengan sangat baik di keluarga Raffael, ayah Raffael memang menerimanya dengan baik tapi tetap saja ada jarak
Ana tersenyum miris, jangankan makan, diberi senyuman saja tidak. Mobil yang dikendarai Adam memasuki sebuah restoran, Adam bergegas turun dan memesan sebuah tempat yang privasi untuk mereka dna memberi kesempatan pada Ana untuk masuk ke dalam toilet restoran tanpa perlu ada pertanyaan lebih lanjut, pekerjaannya sebagai manager tentu membuatnya lihai melakukan hal ini. Aku seperti pencuri, batin Ana pahit saat dia berhasil sampai ke toilet, untung saja ada tulisan besar yang terpasang jadi tak perlu ada drama tersasar segala. “Kamu terlihat lebih segar, makanlah dulu, aku sudah pesankan makanan kesukaanmu,” kata Adam saat Ana sudah kembali dari toilet. “Terima kasih, Mas, maaf aku banyak merepotkanmu.” Adam menatap Ana dengan pandangan dalam. “Seharusnya aku yang minta maaf, aku telah membuat ibu mertuamu salah paham.” “Itu tidak benar, Mas Adam hanya berusaha untuk menenangkan aku saja, ibu Ra
“Kirimkan sekarang juga, aku pasti akan membayarmu mahal jika kerjamu bagus,” kata Bella pada seseorang yang menghubunginya. “Baik, akan saya kirimkan.”Bella memandang ponselnya dan memutar sebuah video yang baru dikirim oleh orang kepercayaannya. Senyum kemenangan tercetak jelas di bibirnya, “Aku bahkan tak perlu bersusah payah untuk melakukan apapun, orang miskin dan nasib sial memang linear.” Wanita itu lalu tertawa terbahak-bahak menggema di seluruh kamarnya yang luas. “Dia boleh saja merasa menang dengan pembelaan orang tua Raffael, tapi sekarang tidak ada lagi.” Robert Alexander berjalan dengan tergesa, bahkan dia langsung meninggalkan obrolan dengan teman-temannya begitu ada telepon dari rumah dan mengatakan kalau sang istri ditemukan pingsan di kamar mandi, rasa khawatir langsung menyerangnya dengan hebat. Robert Alexander tak pernah mengenal takut pada siapapun, dia se
Robert mengerutkan keningnya bingung belum bisa memahami arah pembicaraan istrinya. “Tentu saja tidak, kamu tidak salah sama sekali dan wajar memang karena Raffael sudah menikah dan kita juga semakin tua.” “Apa yang kamu pikirkan, aku rasa meski sikap Raffael dan Bella tidak baik pada Ana, anak itu bisa mengatasinya aku yakin dia bukan orang yang lemah.” “Bagaimana kalau Ana menyerah?”“Ana meminta cerai dari Raffael? apa kamu yakin dulu Ana yang menjebak Raffael dan membuat mereka akhirnya menikah.” “Entahlah aku tidak yakin soal itu, aku tadi... aku melihat Ana menangis dipelukan managernya, dia berusaha mengejarku untuk menjelaskan tapi aku sudah terlanjur kecewa,” kata Sandra dengan suara lemah dan kembali terisak. “Apa maksudmu Ana berselingkuh?” Sang istri menggeleng dengan muram. “Entahlah aku tidak tahu,” katanya juga biingung. “Aku sangat menyukai Ana, kamu tahu bukan, dia anak yang bai
Bella terkejut saatmembuka pintu kamar mandi melihat Raffael sedang memegang ponselnya. “Raf, kamu sudah datang kukira kamu akan pulang nanti malam.” “Ada apa papa mengajakmu bertemu?” Bella terdiam, dia harus bisa membuat alasan agar Raffael tidak curiga padanya, bagaimanapun dia tidak ingin Raffael nanti ikut serta menemui ayahnya. Ayo pikir-pikir Bella! Otaknya berputar cepat mencari solusi untuk masalah ini. “Dan kenapa ponselmu tidak bisa aku buka? Kamu mengganti paswordnya?” “Iya, Maaf aku menggantinya, beberapa orang mengetahui tanggal pernikahan mereka, dan aku tidak mau mereka secara tidak sengaja membuka ponselku, kamu tahu sendiri kadang aku terlalu ceroboh. Raffael mengangguk cukup masuk akal memang alasan istrinya. “Baiklah lalu apa passwordnya?” “Memangnya kamu mau apa, Raf, aku sudah lapar, apa tidak bisa nanti saja kamu melihat ponselku.” “Sejak kapan kamu makan malam?”
“Pak Raffael, apa yang bapak lakukan di sini?” Adam baru saja sampai di depan rumahnya dan melihat Raffael sudah berdiri di depan pintu pagarnya dengan wajah keruh, dia tak bisa menebak apa yang diinginkan suami dari orang yang dicintainya itu, tapi apapun itu Adam merasakan firasat buruk. “Di mana Ana?” tanyanya dingin. Adam mengerutkan keningnya, sedikit ingin bermain dengan Raffael. “Bukankah anda yang suaminya kenapa bertanya pada saya, setahu saya anda sudah memboikot seluruh proyek yang melibatkan Ana, jadi sudah tentu saya tidak tahu di mana dia.” “Kamu kira aku percaya, meski aku tak menyukaimu aku tahu bagaimana kemampuanmu,” kata Raffael sinis. Sebagai sesama orang yang berkecimpung di dunia hiburan, tentu dia tahu benar kemampuan satu dengan yang lainnya. “Terima kasih, suatu kehormatan untuk saya menerima pujian itu, apa anda ingin duduk dan minum sebentar?” tanya Adam sopan. “Untuk orang ya
“Aku tidak tahu kamu sebegitu murahannya sampai berpelukan dengan laki-laki lain di depan kantorku.” Ana yang baru saja masuk ke kamarnya setelah menyiapkan baju ganti untuk Raffael, tertegun melihat suaminya itu malah berada di sini dan juga kata pembuka yang luar biasa menyakitkan hati. Sejenak ruangan itu hening, keheningan yang sangat menakutkan, hanya bunyi detak jam dinding yang memenuhi ruangan, dia tidak tahu kalau ibu mertuanya itu akan menceritakan apa yang dia lihat pada Raffael, bukankah dia sudah menceritakan semuanya, apa ibu mertuanya juga tak percaya padanya. Oh Tuhan ternyata tindakan spontannya ini berdampak sangat besar. “Itu hanya kesalahpahaman,” kata Ana pelan, niatnya untuk menutup pintu dia urungkan kembali. Raffael memang suaminya dan mereka sudah sering berada di dalam kamar ini berdua meski hanya dalam konteks “hukuman” tapi Ana cukup terbiasa dengan itu, Raffael memang kasar di awal tapi hanya saat me