Jantung Aria bergemuruh menatap pria di atas tubuhnya. Wajahnya semakin merah dan gelisah tidak tahu harus melakukan apa.
“Tu-tuan Clark ....” dia mengulurkan tangannya ingin mendorong pria itu.
Dario menangkap tangannya dan menggenggamnya di dadanya. Aria dapat merasakan degup jantung pria itu bergemuruh sama sepertinya.
Sorot pria itu menatapnya intens membuat jantung berdegup semakin kencang. Dia tidak mendorong pria itu menyingkir dari tubuhnya.
“Tuan Clark .....” Wajah Aria semakin merah.
Mungkin karena demam menurunkan kewaspadaannya. Aria seolah lupa pria di atasnya adalah kekasih sahabatnya.
Dario membungkuk mencumbu leher jenjang gadis itu. Cumbuannya naik ke telinga gadis, “Panggil aku Dario ....” bisiknya dengan suara serak di telinga gadis itu sambil mengulum daun telinga sensual.
Tubuh Aria merinding merasakan sensasi kesemutan menyebar ke sekujur. Tubuh Aria gelisah. Dia bergerak
Cahaya matahari masuk melalui tirai jendela menerangi kamar itu. Di lantai berserakan beberapa potong pakaian pria dan wanita menumpuk di bawah tempat tidur. Di atas tempat tidur sepasang pria dan wanita saling berpelukan tanpa sehelai benang pun selain selimut yang menutupi tubuh mereka. Aria yang pertama bangun. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya sambil mengerang. Dia merasakan tubuhnya seolah remuk. Aria menggerutu sambil membuka matanya perlahan. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah wajah tampan yang tertidur nyenyak. Tubuh mereka terjerat di bawah selimut membuatnya merasakan suhu tubuh pria itu. Aria terpesona. Wajah pria itu sangat tampan. Ketikan dia mengingat apa yang mereka lakukan semalam, wajahnya memerah dan jantungnya berdebar tidak wajar. Aria meraba dadanya di mana jantung berdebar. Apa ini? Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti pada pria lain selain Kevin. Mangkinkah dia mulai menyukai Dario? Aria mera
“Kenapa kamu tidak bilang akan pergi ke Paris,” ujar Aria mengaduk-aduk susu cokelat di meja makan dengan ponsel di telinganya, berbicara dengan Hanna.“Maaf ya, Pamanku mendesakku ke Paris karena ada masalah keluarga. Maaf ya sudah ninggalin kamu, padahal kamu lagi sakit.” Hanna merasa bersalah karena meninggalkan Aria yang demam tinggi saat itu dan pergi terburu-buru ke Paris setelah ditelepon pamannya.Sekarang sudah dua hari dia baru menghubungi Aria.“Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Masalah keluargamu lebih mendesak,” desah Aria lesu.“Suaramu terdengar lesu, kamu masih sakit?”“Ya, agak sedikit mendingan.”“Benar-benar maaf ya. Jika masalah keluargaku di Paris tidak mendesak, aku tidak akan ninggalin kamu saat itu,” ujar Hanna masih merasa bersalah.Aria tersenyum pahit. Dia yang seharusnya minta maaf karena sudah tidur dengan pacarnya saat Hanna pergi.
Tidak mudah mendapat pekerjaan dengan gaji besar yang ditawar Dario Clark. Apalagi jika dia berhenti, Aria harus membayar uang muka gaji yang sudah diterima. Itu bukan jumlah yang kecil.Aria menghela napas lesu berdiri dari kursinya dan kembali ke kamarnya. Dia masih merasa sedikit pusing.....Keesokan paginya. Aria berangkat ke perusahaan pagi-pagi. Dia berdiri di depan pintu masuk perusahaan sambil mengintip ke lobi memandang gugup karyawan yang berlalu lalang.Orang-orang di perusahaan sudah mengenalnya sebagai sekretaris Dario.Apa yang dipikirkan mereka jika dia kembali lagi ke perusahaan setelah berhenti kerja. Mereka selalu mencari-cari gosip di seputar kantor CEO.Jika ada berita tentang Aria berhenti kerja, mereka pasti sudah dengar.Namun tidak ada karyawan yang memperhatikannya. Aria menarik napas dalam-dalam gugup sebelum berjalan masuk ke perusahaan.Saat dia melewati meja resepsionis, wanita yang berjaga di meja
“Jangan, aku baik-baik saja ko—“ Aria ingin menolak. Namun sebuah suara dingin menginterupsi mereka. “Tampaknya kalian punya banyak waktu luang.” Haris dan Aria dengan cepat menoleh melihat Dario keluar dari kantornya. Mata gelap Dario menatap tangan Haris di kepala Aria dengan tatapan berbahaya. Aria sontak berdiri dan membungkuk hormat di depan Dario gugup. Tangan Haris di kepalanya terlepas saat dia berdiri. “Selamat malam Tuan Clark. Apa ada yang perlu saya bantu.” Dario meliriknya, sorot matanya acuh tak acuh. Namun sorot matanya masih menyimpan kemarahan yang tidak bisa dijelaskan. “Tuan Clark, apa Anda sudah mau pulang?” Haris menghadap Dario dengan hormat melihatnya mengenakan mantel. “Apa saya perlu saya siapkan mobil untuk mengantar Anda?” “Tidak, aku masih pertemuan dengan Tuan Albert. Siapkan mobil untuk menuju ke Moon Club.” “Baik Tuan, tunggu saya membereskan meja say—“
Aria langsung mendongak menatap heran.“Aku tidak berani melakukan itu. Wanita itu yang memberikan nomor kontaknya padaku, bukan aku yang meminta,” jawabnya sambil menundukkan kepalanya. Keningnya berkerut.Jika dia sampai mengirim seorang wanita ke tempat tidur Dario, Hanna pasti akan membunuhnya. Mengapa dia harus mencari masalah.Dario mendengus, tidak mengatakan apa-apa. Dia menyilangkan tangannya di depan dada tanpa mengucapkan sepatah kata pun sampai mereka tiba di lantai tujuan.Dario keluar dari lift diikuti Aria dengan kikuk di belakangnya. Tak lama kemudian mereka berhenti di salah satu kamar VIIP.Ruangan VIIP itu sangat luas dan mewah. Pencahayaan lampu di ruangan itu agak remang-remang.Saat Aria memasuki ruangan itu, dia melihat sudah ada beberapa pria di dalam ruangan baik tua dan muda dengan ditemani banyak wanita cantik dan seksi.Di lihat dari pakaian mewah mereka, Aria menebak mereka rekan bisnis Dario d
“Jadi di mana Tuan Albert? Dia masih belum datang?” Dario bertanya belum melihat sosok Tuan Albert di antara para tamu VIIP. Dia sangat tidak senang Tuan Albert datang terlambat. Sayang Tuan Albert adalah pamannya, adik dari ibunya hingga dia bisa berbuat apa-apa pada Tuan Albert. Pada saat yang sama pintu kamar VIIP dibuka dan sosok pria paruh baya berperut buncit masuk dengan dikuti asisten pribadinya. “Halo, maaf aku terlambat.” Pria paruh baya itu menyengir lebar dengan ekspresi sembrono di wajah bulat dan berminyak. Tuan Albert berjalan masuk dan duduk di sofa seberang Dario dengan ekspresi santai, tidak peduli dengan tatapan kesal rekannya yang lain. Dia dengan cepat memerintah wanita lain yang untuk melayaninya dan menuangkan minuman. Dua wanita bertubuh montok dan seksi mengapit tubuh gemuk Tuan Albert dengan genit. Sementara wanita lain menuangkan minuman melayaninya minum. Tuan Albert memeluk dua wanita di sis
Kevin mencium Aria dengan ciuman mendominasi dan penuh perasaan.Dulu di masa lalu saat mereka masih menjadi kekasih. Kevin sudah pernah menciumnya berkali-kali.Aria selalu menikmati saat-saat ketika mereka berciuman. Namun sekarang berbeda. dia tidak menikmati ciuman Kevin.Ciumannya terasa menjijikkan di bibirnya membuatnya sangat tidak nyaman. Sangat berbeda saat Dario menciumnya.Aria memejamkan matanya dan memejamkan matanya mengusir bayangan pria itu.Ketika dia membuka matanya, yang di depan matanya bukanlah Dario, melainkan Kevin. Aria sekarang tidak memiliki perasaan apa pun pada pria itu hingga dia tidak bisa menerima ciumannya.Dia meletakkan tangannya di dada Kevin dan mendorongnya dengan paksa.“Ke ... Kevin ... lepaskan—!”Namun tenaga pria itu sangat kuat, dia bahkan tidak bisa mendorongnya.Dia menangkap tangan Aria dan menekan ke dinding dengan keras membuat gadis itu meringis kesakita
“Aria!”Mata Dario melebar melihat Aria memejamkan matanya dengan wajah pucat.Dario menyandarkan tubuhnya ke pelukannya.“Aria, apa yang terjadi padamu? Hey bangun, jangan membuatku khawatir.” Dia menepuk pipi gadis itu pelan.Namun saat dia tangannya menyentuh pipinya, Dario merasakan wajahnya sangat panas.Dia demam tinggi lagi!“Dasar bodoh, mengapa memaksa diri bekerja jika masih demam ” gumamnya menghela napas.Dario segera menggendong Aria dengan gaya bride style dan membawanya keluar dari klub dengan cemas. Dia tidak peduli dengan Kevin yang terbaring tidak sadarkan diri di lantai.Dia tidak peduli dengan pertemuan bisnis yang baru setengah jalan dan membawa Aria cemas ke rumah sakit........Mata gadis itu mengerjap, sebelum membukan matanya perlahan“Ugh ...” Dia melenguh sambil mengusap kepalanya yang terasa berat.Dia melirik ke sekeliling d