“Terima kasih,” ujar Laureta pelan.Pria itu terkekeh. “Sama-sama. Ingat, kamu itu masih muda. Jangan pernah berpikir untuk bunuh diri lagi. Itu namanya dosa! Dosa besar! Hukumannya bukan sekedar mati saja, tapi masuk neraka. Kamu mau masuk neraka?”Laureta menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka jika ada orang asing yang mau repot-repot memarahinya dengan nada bicara yang keras dan tampaknya sangat kesal padanya. Sejujurnya, ia memang pantas untuk dimarahi.Setidaknya, pria itu hanya memarahinya sedikit saja. Laureta benar-benar bersyukur setelah menyadari jika ia masih bisa hidup sampai detik ini. Tanpa sadar, ia mengusap perutnya dan meminta maaf lagi untuk kesekian kalinya.“Aku tidak bisa menemukan identitas apa pun dari sakumu. Kamu bilang tasmu dicuri, ya kan. Uhm, siapa namamu?”“Namaku Laureta,” jawabnya.Pria itu mengangguk, lalu ia mengulurkan tangannya. “Kenalkan, namaku Ivan.”Laureta menjabat tangan Ivan sambil mengangguk.“Terima kasih karena sudah menolongku,” ucap L
Jika bisa dilewat, ingin sekali Kian melewati acara sarapan bersama keluarganya. Sebenarnya tujuan ayahnya membuat peraturan seperti ini memang bagus. Sayangnya, Kian sedang tidak bersahabat dengan siapa pun, termasuk Marisa dan ibunya.Selama berbulan-bulan, Kian tidak pernah tersenyum lagi. Ia telah berubah menjadi pria yang dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Batinnya terluka dan tak ada seorang pun yang dapat mengobatinya, termasuk dirinya sendiri.Kian mengunyah makanannya tanpa benar-benar merasakan apa yang ia rasakan. Sekretaris barunya, Glory, tidak sepintar Clara. Wanita itu beberapa kali melakukan kesalahan yang membuat Kian sakit kepala.Pengunjung The Prince tidak sebanyak biasanya. Kian harus bersabar karena ini bukan musim berlibur. Pertunjukkan putri duyung pun ditiadakan untuk sementara waktu karena penontonnya kurang.Yang masih selama ini masih tetap berjalan adalah restoran seafood-nya. Meski begitu, ada beberapa barang yang Kian sulit untuk dapatkan. Suda
Sudah beratus-ratus kali Helga menangis karena sakit hati dan tidak juga ia merasa kapok untuk menjadi calon istrinya Kian. Pria itu benar-benar kejam hingga Helga benar-benar marah dan kecewa luar biasa.Tidak sedikit pun Kian menunjukkan jika ia menghargai Helga. Kian seperti yang sengaja membuat dirinya menderita.Helga benar-benar stress hingga hormonnya terganggu. Sudah tiga bulan ini, Helga tidak datang bulan. Ia pikir, tubuhnya begitu tertekan hingga siklus mentruasinya pun ikut kacau. Selama ini, ia memang tidak pernah datang bulan tepat waktu.Jadi, tak pernah sedikit pun Helga berpikir untuk melakukan tes kehamilan. Ia terlalu pusing untuk memikirkan hal tersebut.Satu-satunya hal yang sedang ia pikirkan saat ini adalah mengenai gaun pernikahannya. Kian tidak mau ikut ke butik dengannya. Terpaksa Helga pun memilih gaunnya sendiri. Tidak ada model yang benar-benar ia suka karena ia sedang tidak mood. Kian benar-benar telah merusak hatinya.Helga pun pergi ke tempat makan di m
Helga membuka mulutnya, terlalu terkejut mendengar ucapan Ivan.“Hah? Apa kamu bilang?!” seru Helga yang merasa tersinggung. “Untuk apa aku membeli benda seperti itu? Kamu pikir aku—"“Entahlah. Siapa tahu. Hanya untuk jaga-jaga saja.” Ivan mengedikkan bahunya.Setelah mengatakan itu, Ivan pun pergi dari sana. Helga memijat-mijat kepalanya dan kemudian mulai berpikir untuk mengikuti saran Ivan. Usai dari restoran, Helga pun pergi ke apotek terdekat dan membeli alat tes kehamilan.Betapa malunya ia membeli benda seperti itu, tapi kebetulan apotek itu kosong. Helga melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada orang yang ia kenal. Sang asisten apoteker pun tidak mempermasalahkan saat Helga membeli barang itu. Itu bukan benda haram bukan.Ia menatap benda itu di tangannya dan mendecak kesal. “Dasar konyol! Sungguh tidak masuk akal! Untuk apa aku membeli alat seperti ini?”Helga tidak percaya jika dirinya sampai hamil. Ia bahkan sudah tidak pernah berhubungan seks lagi dengan siapa pun. Mana mu
Helga memalingkan wajahnya, merasa malu dan terhina. Pertanyaan Ivan benar-benar telah melukai harga dirinya.“Helga, dengarkan aku. Tunanganmu dan seluruh keluarganya harus tahu kalau kamu itu sedang hamil dan anak itu bukanlah anaknya, tapi anakku,” ucap Ivan.“Gila kamu!” teriak Helga. “Aku tidak akan pernah mengaku tentang hal itu sama sekali pada siapa pun!”“Kamu tidak mungkin menikah dengan pria yang tidak mencintaimu. Dan lagi, seluruh keluarganya akan curiga jika begitu menikah, perutmu langsung membesar. Semuanya akan curiga.”Helga menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu! Aku tetap harus menikah dengannya!”“Kenapa? Aku mohon, Helga! Kenapa kamu bersikeras untuk menikah dengannya? Kalau memang kamu sangat mencintai pria itu, kenapa kamu malah bercinta denganku?”“Kamu yang sudah menggodaku!” teriak Helga yang air matanya kini sudah meleleh di pipinya.Ivan menautkan alisnya. “Aku rasa, itu tidak sepenuhnya benar. Aku memang menggodamu, tapi kita melakukan hal itu atas kein
Siapa yang akan menyangka jika dalam hidup Kian, ia akan menikah dua kali. Sejak tadi pagi, Kian gelisah terus menerus. Ia memutar-mutar cincin pernikahannya dengan Laureta di jari manisnya, berharap jika keajaiban akan muncul sebelum ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar.Hanya sebentar lagi saja, statusnya akan berubah. Ia akan menikah dengan Helga, wanita yang dulu pernah ia cintai, tapi tega meninggalkannya. Lalu wanita itu muncul lagi setelah Kian menikah dengan Laureta.Hatinya kini hanya mencintai Laureta, tapi ia terpaksa harus menjalani semua ini demi semua orang. Mungkinkah ia tega merusak hari ini dengan membatalkan acara pernikahannya dengan Helga?Seharusnya Laureta muncul di altar sebelum ia mengucapkan janji sehidup semati dengan Helga. Ia berdoa agar Laureta datang dan menarik Helga dari sana. Akankah Sang Pencipta mendengar keluh kesah dalam hatinya dan mengabulkan keinginannya?Sejauh ini, Kian tidak pernah beruntung. Hidupnya seolah
Kian terkejut dan tidak sempat untuk melawan. Ia terhuyung sedikit sambil menggelengkan kepalanya yang terasa pusing. Beberapa orang yang melihatnya menjerit ketakutan. Belum sempat Kian memulihkan diri dari rasa sakit dan keterkejutan, orang itu kembali meninju wajahnya lagi dengan keras.“Jangan!” teriak Helga dari kejauhan.Semua orang berlari menghampiri Kian, membantunya untuk berdiri tegak. Kian membuka matanya dan melihat pria yang sudah meninjunya.“Ivan?” Kian menautkan alisnya tak percaya.Orang-orang sedang memegang Ivan, mengunci kedua tangannya di kiri kanannya. Wajahnya tampak diliputi oleh kebencian luar biasa. Kian tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.“Kenapa kamu meninjuku?” tanya Kian yang terlalu bingung, lebih dari rasa marah yang tidak terlalu kentara di dalam dadanya.“Itu untuk sikapmu yang arogan!” seru Ivan.“Apa?”“Karena kamu tid
Untuk pertama kalinya Laureta menginjakkan kakinya di rumah Ivan. Pria itu begitu baik hati hingga Laureta merasa canggung. Padahal mereka tidak saling kenal.“Wah! Rumahmu besar sekali,” puji Laureta.Ivan hanya tersenyum. “Tidak. Ini adalah rumah pemberian orang tuaku. Ayahku sudah tiada, jadi dia mewariskan rumah ini untukku.”“Bagaimana dengan ibumu?” tanya Laureta.“Ibuku sudah lebih dulu meninggal sebelum ayahku.”Laureta melihat kesedihan di wajah Ivan lebih dari saat ia menceritakan tentang ayahnya. “Ya ampun. Aku turut berduka.”“Terima kasih. Tidak apa-apa, Laureta. Lagi pula itu sudah lama sekali.”“Kamu pasti kesepian sekali tinggal di rumah ini sendirian.” Laureta mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sejak tadi ia tidak melihat siapa pun di rumah ini.“Sebenarnya aku tidak benar-benar kesepian. Ibuku sedang di luar kota. Mungk