"Kakek jaga kesehatan Abel pergi dulu." Abel memeluk Kakek Abi, ia berat untuk meninggalkan rumah. Terlebih mereka akan pergi selama dua minggu. "Sudahlah, jangan terlalu mengkhawatirkan Kakek, banyak yang menjaga Kakek di sini. Kalian berdua fokus dengan apa yang Kakek minta saja!" ucapnya. Abel menundukkan wajahnya yang terlihat merah. Leon merangkul bahu Abel mesra, mengulas senyum tipis. "Kakek tenang aja, Leon sama Abel pergi dulu. Jaga kesehatan, kalau ada apa-apa segera hubungi kami!" Melihat kemesraan cucunya Kakek Abi tersenyum bahagia. "Baiklah, kalian berdua cepatlah pergi!" Mobil sudah siap, koper bawaan mereka sudah masuk ke bagasi. Leon dan Abel segera masuk mobil. Selama perjalanan tidak ada yang bersuara Abel hanya diam menatap jalanan yang masih terlihat ramai di malam hari seperti ini. Ia tengah memikirkan apa yang akan terjadi di sana nantinya, apa yang harus ia lakukan. Namun, mengingat mereka akan mendatangi pantai membuat bibirnya mengulas senyuman tipis. "L
Abel menghembuskan napas panjang seharian ini dia harus menjadi tukang pijat Leon, tidak hanya itu semua ucapan Leon harus dia turuti. Yaitu tidak memperbolehkannya keluar kamar, padahal Abel sangat ingin bermain di pantai. Percuma mereka jauh-jauh datang ke sini jika hanya berdiam diri di kamar saja bukan. "Leon, ayolah aku ingin keluar. Apa kau tidak bosan terus tiduran di ranjang!" rengek Abel. "Tidak. Tubuhku sakit semua karena ulahmu, bukankah harusnya kamu bertanggung jawab! Jangan mengeluh terus, lanjut pijati aku!" perintah Leon. Abel memanyunkan bibirnya kesal, mengambil minyak urut di kotak P3K. Hampir dua jam ia memijat Leon, pria itu belum merasa puas sama sekali. Abel menatap baju kebesaran yang dia pakai menatap penuh tanda tanya ke arah Leon. "Leon, di mana bajuku? Kenapa aku memakamemakai pakaianmu?" Leon yang semula matanya terpejam lantas membukanya mengingat sesuatu. [Flashback on]"Ada harga yang harus kau bayar karena telah memerintahku, Baby!" Abel terdiam
"Kau bercanda?" Leon menatap tajam ke arah Abel, tangannya mengepal menatap kedua mata Abel yang tengah berkaca-kaca. "Aku kalah Leon!" Abel menundukkan kepalanya, tangannya meremat roknya gemetar. "Aku kalah melawan perasaanku, aku terlanjur jatuh cinta sama kamu." Wajah Leon terlihat terkejut saat mendengar ucapan Abel. Terlebih Abel terus menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, setiap hari aku akan terasa semakin tersiksa. Aku sadar kalau perasaanku nggak akan pernah terbalas, aku sadar kalau cinta ini salah. Nggak seharusnya aku jatuh cinta sama kamu, tapi apa yang bisa aku lakukan Leon. Akhiri saja hubungan ini!" lirih Abel. "Abel ...." Tangan Leon terulur akan menyentuh bahu Abel, tetapi terhenti saat tiba-tiba Abel tertawa terpingkal. Ia bahkan sampai mengeluarkan air mata menatap mengejek ke arah Leon. "Astaga, Leon. Kau tersentuh dengan ucapanku? Apakah aktingku kali ini sangat meyakinkanmu? Menurutmu apa aku akan lolos jika ikut audisi syuting i
Pagi sekali Abel sudah terbangun ia bahkan mendahului Leon yang masih tertidur pulas. Abel segera mandi dan mengambil baju yang ada di paper bag. Semalam Leon mengatakan itu baju baru untuknya, Abel mengambil celana pendek dan kaos oversize. Ia akan mengunjungi pantai sebentar selagi Leon masih tertidur dan sebelum Leon terbangun. "Leon aku pergi sebentar, jika kau bangun kau tidak akan mengizinkan aku untuk melihatnya." Abel buru-buru keluar, sekarang langit bahkan masih terlihat sedikit gelap baru selesai subuh. Abel tersenyum hawa dingin yang menusuk kulitnya, untungnya ia sudah jaga-jaga membawa jaket. Abel mendekat ke pinggir pantai membiarkan jari-jari kakinya tersentuh air. Kedua mata Abel terpejam, hawa di sekitar pantai sangat enak, sangat sejuk terlebih di pagi hari seperti ini. "Pantai, Abel kembali datang tetapi tidak lagi bersama mama dan papa. Abel datang bersama suami Abel!" ucapnya lirih. Andai jika orang tuanya masih ada, pasti sangat seru jika mereka dapat bermai
Bruak! Kakek Abi melempar berkas yang baru saja dia terima, amarahnya meluap begitu mengetahui jika selama ini Abel dan Leon telah mempermainkan dirinya. "Berani sekali anak ini!" Kakek Abi menghembuskan napas kasar, kelakuan Leon kali ini mengingatkan dirinya pada putranya sendiri. "Ayah dan anak tidak ada bedanya, suka membuatku pusing!" Kakek Abi memijit kepalanya yang terasa pusing. Ia mengambil berkas yang dikirim secara anonim kepadanya. Siapa pelakunya, pasti ada yang tidak menginginkan hubungan Leon dan Abel. Meskipun mereka telah membohongi dirinya, entah mengapa ia merasa jika keduanya sudah saling suka. "Alex, selidiki siapa yang mengirimkan berkas anonim ini kepadaku!" ucap Kakek Abi pada tangan kanannya di telepon.Kakek Abi menghembuskan napas panjang, ia melihat biodata Abel yang jauh berbeda dari yang Abel ceritakan kepadanya. "Bagaimana bisa bocah kencur itu membodohiku. Lihat saja Leon apa yang bisa kakek lakukan kepadamu!"Angel yang mendengar suara gebrakan di
Setelah pertengkaran yang terjadi, hubungan Leon dan Abel yang tadinya baik-baik saja kini kembali terasa asing. Abel yang kecewa dengan ucapan Leon dan Leon dengan egonya yang tinggi enggan meminta maaf. Jadilah kini dua orang yang tinggal dalam satu atap, tetapi terasa seperti orang asing. Udara dingin malam tak membuat Abel beranjak dari balkon kamar, dia terlalu menikmati keindahan dari sana. Di tempat ia duduk Abel dapat melihat keindahan pantai dan gemerlap indahnya langit di malam hari. Meskipun tubuhnya sudah cukup menggigil, Abel memang tidak terlalu tahan dengan udara dingin dia bisa saja demam malam harinya jika tidak keesokan harinya akan terserang flu. Mengetahui hal itu tetap tidak membuat Abel masuk ke dalam, ia malas bertemu Leon. "Aku sudah menjalani pernikahan tipuan ini selama tiga bulan, aku rasa aku masih bisa bertahan untuk sembilan bulan lagi. Jika aku di haruskan mengandung, memang waktunya tepat setelah aku melahirkan pernikahan ini sudah berjalan satu tahun
"Ingin aku hangatkan?" Kedua mata Abel membulat, wajahnya bersemu seketika. Ucapan Leon barusan terdengar sangat ambigu. "Lepaskan aku, Leon!" sentak Abel. Dia terus memberontak, membuat Leon kesal sendiri dan memilih jalan pintas. CupAbel terdiam seketika saat benda kenyal menyentuh bibirnya, awalnya hanya kecupan biasa siapa yang menyangka Leon justru memperdalan ciuman mereka. Tangannya menarik rahang Abel, Leo tersenyum tipis saat Abel tidak melakukan penolakan sama sekali. Ia mengigit kecil bibir Abel melesatkan lidahnya ke dalam. Abel sampai memukul dada Leon berulang kali merasa udara sekitarnya mulai menipis. Hah"Kau gila Leon! Kau ingin membunuhku!" teriak Abel, dia menghiruo udara dengan rakus membuat Leon tertawa melihatnya. Ibu jari Leon mengusap bibir Abel lembut yang langsung dapat tepisan dari sang empunya. "Minggir!" Abel mendorong tubuh Leon agar dirinya dapat beranjak. Leon terus memperhatikan Abel yang terlihat kesal masuk ke dalam kamar mandi. Leon mengambil
Leon menatap lekat kontrak pernikahan baru yang Abel buat, kurang menunggu tanda tangan darinya saja. Entah mengapa hatinya terasa berat untuk sekedar menandatangani surat itu. "Cepat! Apa yang kau tunggu, Leon," desak Abel. Leon tersenyum miring. "Kau terlihat sangat ingin lepas dariku Abel? Justru hal itu semakin membuatku enggan untuk melepaskanmu, apa saat ini kau mulai membenciku?" Abel terdiam tangannya meremat kedua tangannya gugup. "Bukankah itu yang kau janjikan, aku hanya tidak ingin kau mengingkarinya dan satu hal lagi, aku akan hamil dengan cara inseminasi." Leon terdiam mendengarnya, ia tidak langsung menjawab. Justru saat ini Leon bangkit mendekat ke arah Abel. "Kau yakin, Baby? Kau bahkan tidak ingin aku sentuh?" kekeh Leon. Abel menepis tangan Leon di bahunya, ia melangkah mundur menatap Leon lekat. "Aku memang tidak ingin kau sentuh! Tanda tangani kontrak itu Leon dan kita bisa segera memulai prosesnya."Abel berlari masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Leon langsun