Share

Bab 6 Bertemu dengan sang penolong

Bab 6 Bertemu dengan sang penolong

Sementara Bening, tergopoh – gopoh masuk ke Café Amour yang berada di dalam Hotel Frangipani.

“Stop Bening!” kata Kama dengan suara berat.

Bening berhenti dan kaget ada yang memanggil namanya. Perempuan itu menoleh ke belakang dan melihat lelaki yang menolongnya barusan berdiri satu meter di belakangnya.

“Bagaimana bisa kamu menjatuhkan portfoliomu? Padahal kamu butuh presentasi pada Ibu Tita Maheswara.” Kama memberikan portfolio itu pada Bening.

“Maaf, saya mungkin menjatuhkannya tadi sewaktu berdebat dengan suami saya?” kata Beming sambil menunduk. “Tapi, bagaimana Anda tahu saya mau bertemu dengan Ibu Tita Mahewara?” tanyanya curiga.

Lelaki itu melempar senyuman manis. Dia memberikan kartu namanya. “Saya Kama, adik kandung Ibu Tita, client yang rencananya bertemu dengan Anda hari ini.” Dia lalu mengajak Bening masuk ke Café Amour dan mengambil tempat duduk di hadapan Bening. “Kakak saya masih terjebak macet.”

Bening tidak serta merta menjawab. Ia mulai tadi menarik semua memori dan mengingat wajah pria di depannya itu.

Kama memperhatikan Bening, wajah perempuan itu masih pucat “Maaf, kamu tadi bilang Pak Ibra suamimu? Apa itu betul?”

“Iya dia suami saya,” jawab Bening kelu. “Saya juga pernah melihat Anda di kanor suami saya. Anda juga yang membawa saya ke rumah sakit dan membelikan dua hearing aid saya yang hancur akibat dirusak suami.” Suara perempuan itu terdengar getir. “Terima kasih, Anda telah membantu saya.”

Pria di depan Bening itu manggut – manggut. “Saya hanya mau menolong wanita yang sedang kesusahan. Itu bukan apa – apa, dan tak perlu kamu pikirkan.” Kama memandang Bening sebentar. Mata mereka saling bertubrukan. Untuk beberapa saat dunia seperti berhenti berputar. Buru – buru ia menguasai keadaan.

Wanita itu menangkupkan kedua tangannya sebagai ucapan terima kasih. “Senang sekali saya bisa bertemu dengan Anda. Terima kasih, berkat bantuan Anda, saya kini bisa mendengar sepanjang hari.” Bening memaksakan diri untuk tersenyum.

“Nah, itu lebih baik.” Kama suka melihat senyum Bening.

“Tapi ngomong – ngomong bagaimana Anda bisa menemukan saya di gang buntu itu?” tanya Bening hati – hati.Ia menjadi penasaran, karena gang itu sempit dan bukan tempat orang berlalu lalang.

“Ceritanya nanti, kakak saya sudah datang. ”Kama menunjuk ke luar jendela.

Ekor mata Bening mengikuti telunjuk Kama. Dia melihat wanita dengan memakai baju kebaya, dengan rambut disanggul, berjalan anggun masuk ke dalam Hotel. Bukankah dia Tita Maheswara, salah satu anak konglomerat pemilik tol yang terkenal di Indonesia? Bagaimana dia tidak tahu lelaki di depannya itu?

Bening berdiri menyambut kehadiran Tita dan Anggi. Ia menyalami keduanya.

“Maaf, Mba Bening kami terlambat, di mana – mana macet,” kata Anggi. “Mba Bening, tidak lupa membawa portfolionya, kan?”

“Iya saya bawa.” Bening memberikan portfolionya pada Tita.

Mata Tita berbinar – binar melihat lembar demi lembar portfolio Joli Flower. “Ini benar – benar sempurna! Saya menyukainya, dekorasinya, cantik, elegan dan berkelas! Benar kan Kama?”

Lelaki di depan Bening itu mengangguk setuju.

“Waktu itu, saya sedang stress sekali, karena anak saya itu suka dadakan. Semua wedding organizer ditolak, karena dia mau mamanya sendiri yang mengurus perkawinannya. Untungnya ada Kama dan Anggi yang membantu saya,” tutur Tieta. “Kama yang merekomendasikan Joli Flower pada saya. Saya senang sekali, apalagi Mba Bening adalah teman lamanya. Jadi pasti tahu selera kami.” tutur Tita kalem.

Bening melongo dan melirik ke Kama. Matanya menuntut penjelasan. Sayangnya lelaki itu beranjak pergi.

“Sorry, saya pergi duluan.” Kama mencium pipi Tita.

“Jangan lupa nanti malam dinner di rumah.” Tita melambaikan tangannya pada adik semata wayangnya. Dia lalu membicarakan acara dan keinginannya pada Bening.

Bening menyukai pribadi Tita. Dia bukan tipe client yang rumit, dengan mudah wanita membuat sketsa dekorasi kasar untuk acara pernikahan putrinya, bulan depan.

“Perfect! Saya sudah dapat membayangkannya dekorasinya nanti. Tolong segera kirimkan invoice supaya Anggi bisa mengirimkan DPnya.” Ti0ta terlihat puas. Setelah selesai dia pamit.

Bening masih di Café, dan menyelesaikan pekerjaannya sambil menghabiskan kopi.

Ibra yang sedari tadi melihat dari jauh, menghampiri Bening.

“Sejak kapan kamu mengenal Kama Maheswara? Kalian berdua kelihatan akrab sekali. Apa gara – gara dia, kamu ngotot minta bercerai dariku?”

Sudut mata Bening berkerut dan memandang Ibra dengan tatapan sinis. “Kita buktikan saja nanti di Pengadilan Agama tuduhan brutalmu itu,” sahutnya ketus. Ia terlalu malas menanggapi perkataan Ibra dan segera mengemasi barangnya kemudian berlalu meninggalkan Ibra.

 Ibra kesal sekali dirinya diabaikan oleh Bening. Lelaki itu mengejarnya hingga ke parkiran. Tapi dia tak menemukan Bening. “Sial! Ke mana dia?!!” Ia mengentakkan kakinya ke tanah. Karena penasaran, dirinya tetap menyisir pelataran hotel itu hingga menemukan perempuan yang dicarinya.

Lelaki itu buru – buru masuk ke dalam mobil dan mengikuti Bening dari belakang. Setelah hampir 30 menit membuntuti. Ia melihat wanita itu berbelok ke sebuah minimart kemudian melanjutkan perjalanannya lagi dan berhenti di warung bakso. Setelah itu dia berputar – putar di taman.

“Mau ke mana lagi dia?” gumam Ibra kesal. Dia sudah menghabiskan waktunya 2 jam untuk mengikuti Bening, dan belum ada tanda – tanda wanita itu mau pergi ke Joli Flower. Teleponnya berdering.

Ada apa, Ma? Kata Ibra menjawab telepon Herni – mamanya.

Kamu di mana? Mama menelpon dari tadi kok gak diangkat? Nada suara Herni terdengar kesal.

Ibra sedang sibuk. Jawab Ibra malas.

Terdengar desah napas dari seberang. Mama hanya mengingatkan kamu. Uang UKT Ajeng – adikmu bulan depan dan Mama mau liburan ke Singapura hari rabu ini. Kapan kamu mau mengirimkan uang 25 juta itu. Kamu sudah janji lho.

Ibra memijit keningnya. Mama dan adiknya tidak bekerja, dan Ibralah yang menanggung semua kebutuhan mereka.

UKT Ajeng nanti Ibra kirimkan, tapi untuk biaya liburan Mama, Ibra belum bisa bantu. Keuangan Ibra sedang menipis sekarang. Mama batalkan saja liburannya ke Singapura. Ibra menjawab dengan lugas, meskipun ia belum tahu bagaimana mendapatkan uang untuk membayar UKT Ajeng.

Suara Herni melengking memekakkan telinga Ibra. Gak bisa! Mama sudah merencanakan semua ini jauh – jauh hari, dan Mama tidak percaya, kamu tidak punya uang, bukankah Bening juga bekerja. Kamu minta uang saja padanya. Mama yakin dia punya banyak simpanan. Setelah itu dia menutup teleponnya dengan kasar.;

Jawaban ibunya membuat Ibra termenung.

Telepon lelaki itu berdering lagi. Kali ini dari Intan. Suara wanita itu terdengar panik.

Yank, kamu di mana? Erika sakit panas dan muntah – muntah. Kata Dokter dia harus opname. Tolong kirimkan aku uang sekarang. 5 Juta saja. Aku tunggu, Yank.”

“Iya, sebentar lagi.” Kepala Ibra semakin puyeng. Uang lagi, uang lagi, keluhnya… “Di mana aku mendapatkan uang cepat??”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status