Bab 15 Terjerat Judi SlotBerulang kali Herni menarik napas berat melihat sikap anak sulungnya.Herni ngeri melihat tampang anaknya berubah sangar. “Ibu tahu, tapi kamu selalu sibuk dengan ponsel dan tidak ngapa – ngapain selama di sini.”“Oh, gitu ya? Ibra selama ini bekerja keras untuk kalian berdua. Semua yang Ibu mau, Ibra kasih, masak Ibra mau santai – santai di rumah sendiri tidak boleh?” keluhnya dengan nada tertekan.“Bukan gak boleh, Bra. Tapi Ibu perlu uang buat bayar UKT adikmu dan buat biaya hidup kita. Kalau kamu tidak bekerja, bagaimana Ibu bisa memperpanjang kontrak rumah ini? Terus Ibu dan adikmu tinggal di mana?”Mata Ibra berkilat. “Uang terus, uang terus? Pusing kepala Ibra memikirkannya.” Muka pria itu semakin kusut.“Bagaimana tidak pusing, Mas Ibra menghabiskan uang untuk bermain slot. Tuh lihat ponselnya, Bu!” sela Ajeng berani melawan kakaknya. “Daripada uangnya untuk main judi, mending dikasih Ajeng buat bayar UKT.”Mata Ibra makin menyala merah.“Kamu jangan
Bab 16 Tergiur rayuanHerni tidak terima dengan perkataan Jeng Sri. “Wah, siapa bilang anak saya bangkrut. Ibra itu CEO hebat, mana mungkin jatuh. Gak mungkinlah. Semalam dia baru datang dari LA dan membawakan saya hadiah banyak sekali.” Herni lalu menunjukkan barang – barangnya yang tergeletak di sofa ruang tengah.“Tuh, hadiahnya, banyak kan Jeng Herni?” kata Herni. Dia meninggikan posisi dagunya ke atas.Jeng Sri melihatnya sekilas dengan mata nyinyir. “Oh… berarti saya salah informasi. Makanya saya ke sini mau memastikan apakah kabar di luar itu benar apa tidak.” Mata dan tangannya sibuk melihat – lihat baju, tas dan sepatu.“Memangnya ada gossip apa tentang saya?”Pancingan Jeng Sri langsung masuk perangkap.Wanita pemilik pinggul besar itu tersenyum tipis. “Saya rasa, semua warga komplek di sini tahu setelah melihat tayangan video perkelahian Jeng Herni dengan besannya. Video itu sempat mau diposting ke media sosial. Tapi untung saya tahu, sehingga tidak heboh. Malu kan, kalau a
Bab 17 BenaluAjeng menangis. “Aku tahu, Kak. Mas Ibra melakukan kesalahan besar pada Kakak. Tapi Ajeng tak tahu lagi meminta pertolongan pada siapa. Ajeng butuh uang cepat, dan Ajeng siap bekerja jadi apapun di sini. Sebab, Ajeng tak mau lagi tergantung dengan Mas Ibra.”Bening mengalihkan pandangannya ke luar kaca, melihat bunga – bunga potong di tokonya.“Kakak tahu, tapi maaf, Kakak tak bisa menolongmu…” sahut Bening terluka. Dalam hatinya sebenarnya ia menaruh kasihan.Ajeng bersujud dan memegang kaki Bening “Kak, tolong Kak, ambil saja sepeda motor Ajeng sebagai jaminan. Ajeng tidak pengen vakum dari kuliah, Kak.”Bening bergeming. “Maaf, Kakak tidak bisa.” Dia membungkuk dan membantu adik iparnya itu berdiri.Ajeng putus asa. “Ajeng terus minta tolong sama siapa, Kak?”“Kakak tidak tahu…”Harapan Ajeng musnah. “Ajeng pamit, Kak.” Gadis itu berbalik dan berjalan menunduk.Hati Bening tidak tega melihatnya. Dia lalu mengambil lima lembar uang ratusan dab berlari mengejar Ajeng. “
Bab 18 Cintai musuhmuKeesokan paginya, sebelum ke Joli Flower, Bening mengajak Ajeng bertemu. Muka wanita itu keruh dan tampak lingkaran hitam yang mewarnai wajahnya.“Kakak terima kamu bekerja di Joli Flower dan membayar gaji di muka, sesuai keinginanmu, tapi dengan syarat. Tolong nasehati Mas Ibra supaya dia tidak mengganggu hidup Kakak dan Evan lagi. Satu lagi, tolong bujuk dia untuk segera menyegerakan menerima perceraian. Kakak tidak mau digantung terlalu lama.” Bening mengamati wajah Ajeng yang tegang.Gadis muda di hadapannya kelihatan berpikir. Lama ia terdiam.“Bagaimana, apakah kamu sanggup?” tanya Bening tegas. Ia tahu menerima Ajeng sebagai karyawan seperti buah simalakama. Diterima salah, gak diterima ia khawatir, Ibra makin menekannya.Bening berpikir, Ibra bisa melembut setelah Ajeng bekerja dengannya, dan ia lebih memilih menerima adik iparnya itu sebagai tameng melindungi diri dari keganasan Ibra.“Baik, Kak. Ajeng terima,” jawab Ajeng gugup, meskipun ia tidak tahu b
Bab 19 Tak seindah impian“Jeng Sri, ngapain kita ke sini,” ulang Herni cemas.“Kita mau bersenang – senang bersama teman Om Ha. Dia lebih royal dari Om Ha. Nanti Jeng Herni minta apa saja, pasti dikabulkan” Hidung Sri kembang kempis saat mengatakannya. “Jeng Herni suka uang kan? Nanti uangnya bisa ditabung atau buat senang – senang. Biar gak usah minta dan ngemis – ngemis sama anak. Bener kan, Om Ha?”“Iya, Ibu Herni bisa membeli dan membelanjakan uang semaunya tanpa takut.” Pria berkepala lonjong itu melirik Herni yang duduk di belakang dengan tatapan penuh arti.“Iya, tapi kenapa harus ke hotel?” Herni semakin khawatir. Saat Om Ha membuka pintu mobil.“Nanti Jeng Herni tahu. Kita cuma disuruh mengerjakan apa yang mereka mau, dan itu gampang sekali pekerjaannya. Ndak usah banyak tanya, ayo masuk.” Sri menggandeng tangan Herni dan mengajak masuk ke dalam hotel mengikuti Om Ha yang berjalan terlebih dahulu.Herni tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ketika mereka melewati lobi ho
Bab 20 Rayuan setan Semakin Herni berontak, lelaki itu semakin beringas memuaskan dahaganya. Sedangkan Herni hanya bisa menangis, tanpa berani melawan. Inikah yang disebut Sri ada lelaki yang mau memberinya uang? Inikah yang disebut Sri, pekerjaannya gampang? Wanita itu baru sadar, Sri telah tega menjual dirinya pada lelaki hidung belang. Air mata deras membanjiri pipinya, dan ia merasa dirinya kotor. Ia berlari ke kamar mandi, dan berkali – kali mencuci area intimnya. Sayangnya, perbuatan itu membuat dirinya merasa makin kotor dan bodoh. Herni menyandarkan dirinya ke dinding kamar mandi dengan rasa sesal menggunung. Ketakutan menghantui dirinya. Bagaimana jika anak – anaknya tahu? Saat itu juga dirinya ingin lenyap dari muka bumi. Lelaki itu mengetuk pintu. “Cepatlah, aku mau mandi.” Herni keluar kamar mandi dengan muka lesu dan mata sembab. Dia melewati lelaki itu tanpa bicara lalu memakai pakaiannya. “Uangnya sudah kutaruh di atas kasur, kapan kita bisa bertemu lagi?” teriak
Bab 22 Penguntit Bening memperhatikan Ajeng yang lebih banyak melamun. “Apakah tugas yang Kakak berikan terlalu berat?” tanyanya suatu sore yang lembab. Ajeng menggeleng. “Tidak, Kak, hanya saja aku belum bisa merayu Mas Ibra?” keluhnya pelan. Menutupi kegelisahan hatinya memikirkan ibunya yang belum pulang dari semalam. Bening tersenyum tipis. “Setidaknya kamu sudah berusaha,” ucap Bening menenangkan. Dia cukup puas dengan kinerja Ajeng, dan hendak memberikan bonus untuknya. Ia lalu duduk di kursi miliknya, memeriksa email. “Oh, ya, apa ada pesan menarik yang mau kamu bagikan dari media sosial?” Semenjak Ajeng turut bergabung dengan Joli Flower, ia memiliki meja sendiri. di pojok ruang. Sehingga ia nyaman melakukan pekerjaannya. Di seberang, Ajeng tersedak, lalu terbatuk – batuk. Trik jitu agar tidak menjawab pertanyaan Bening. Beberapa hari ini, dirinya menerima pesan masuk yang isinya kata – kata tak senonoh tentang Bening dan Joli Flower, dan ia berulang kali menghapus pesan
Bab 23 Dia yang cemburu Perlahan Kama menjalankan mobilnya membelah jalan raya. Mata lelaki itu tegang dan waspada melihat kaca spion. Mobil itu masih mengikutinya. “Ayo kita lihat siapa yang paling lihai di sini,” gumam lelaki itu pelan, sembari terus awas mengawasi keca spion. Sebelum lampu merah, dia menancap gas, kemudian dengan lihai ia berbelok ke kiri lalu berputar melewati jalan tikus yang tembus ke jalan utama yang sepi. Tak berselang lama, ponsel Kama berdering. Pria itu mengangkatnya. “Oke, terima kasih.” Senyum lelaki itu menyeringai setelah mendapat informasi dari sekretarisnya. “Jadi kamu mau menguntitku. Silahkan saja dan tunjukkan sampai di mana keberanian kamu,” gumamnya. Kening Kama tampak berkerut, kelihatan sekali ia berpikir keras mengatur strategi. Setibanya di ujung jalan, dia sengaja berhenti, sedangkan matanya awas memperhatikan jalan. Selanjutnya setelah melihat mobil hitam itu melintas di depannya, Kama langsung tancap tas mengejar mobil itu. Setelah mo