"Sarah?" ucap Ustaz Rahman ternganga.
Lelaki itu terlihat syok saat melihat kedatangan Sarah. Wanita itu tiba-tiba datang dan muncul di hadapan umum.
Wajah wanita berkulit putih tersebut tersenyum miring menatap UstazRahman dan Nur Azizah. Sorotan kamera mengarah pada sosok wanita angkuh yang berdiri dengan tenang menghadap para wartawan.
"Kenapa, Ustaz Rahman? Terkejut?" Sarah mengulas senyum penuh ejekkan.
Sarah berjalan santai mendekati Ustaz Rahman. Bibir merahnya masih menyunggingkan senyum miring.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ustaz Rahman gusar.
Kini wajah keduanya saling berhadapan dengan jarak satu meter.
Faaiz keluar dari toko emas, usai membeli sebuah cincin batu permata. Lelaki yang berawakkan tinggi putih tersebut tersenyum bahagia saat menatap cincin dengan batu permata hijau mirip zamrud.Ia membeli cincin tersebut sebagai lamaran yang akan diberikan kepada pujaan hatinya. Dengan harapan sang pujaan hati akan menerima cintanya.Di dalam mobil Faaiz masih memperhatikan kotak merah beludru yang berisi batu permata hijau. Rencana untuk melamar sang kekasih hati sudah lama ia persiapkan. Akan tetapi Faiz selalu menundanya karena banyaknya kesibukkan dan konflik yang terjadi. Tiap kali ada kesempatan ia selalu gagal dan gagal."Em ... kali ini rencanaku harus berhasil memberi Ayi kejutan," gumamnya.Seraya menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Hatinya sedang
"Faiz?!" seruku lirih.Aku ternganga melihat Faaiz menyodorkan sebuah cincin permata hijau dan seikat bunga mawar."Ayi Fradilla, bersediakah kamu menjadi istriku?" Tanya Faiz dengan nada serius.Wajahnya terlihat berkeringat dingin. Perasaan bercampur aduk.Aku masih tak bergeming menerima cincin yang ia sodorkan. Kupandang wajah Nara yang tersenyum ke arahku. Mama dan papa Faiz juga tersenyum bahagia saat melihat kearahku.Aku takut dan masih trauma untuk menerima orang ketiga. Takut kedua orang tua Faaiz akan menolakku seperti apa yang dilakukan oleh Umi Fatimah ibunya Ustaz Rahman.Mengingat Faiz adalah anak semat
"Mas Anan?"Mataku membulat sempurna melihat isi pesan whatsapp Mas Anan.Pesan itu berisi nada penekanan dan ancaman. Sepertinya Mas Anan masih belum puas membuat hidupku menderita setelah yang lalu meninggalkanku dan memilih Sarah sebagai istri barunya."Bunda, ayo sarapan! Adek sudah laper nih," teriak Nara berdiri diambang pintu.Sudah menjadi kebiasaan Nara sarapan harus ditemani. Anak bungsu selalu manja bila berdekatan dengan ibunya.Aku lupa kalau hari ini Habib akan pergi ke Dubai untuk bersekolah di sana. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Pesawat Habib akan berangkat pada pukul sepuluh. Masih ada waktu untuk bersiap-siap menuju bandara.
"Bunda, Habib pamit. Doakan semoga Habib berhasil dalam meraih cita-cita," ucap Habib berwajah sendu.Sorotan matanya menggambar rasa berat untuk berpisah. Sejak kecil sampai sekarang ia tidak pernah jauh dariku.Bertahun -tahun aku membesarkan buah hatiku dengan rasa cinta dan kasih sayang. Kini aku harus melepaskannya pergi untuk sementara demi cita-cita. Habib anak yang cerdas serta berbakti. Ia juga selalu membantuku dalam pekerjaan rumah. Habib tak bersifat manja seperti anak-anak lainnya. Waktunya ia habiskan untuk membantu dalam pekerjaan rumah. Di saat anak seusianya menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman sebaya, tapi berbeda dengan Habib. Apa pun ia lakukan untuk membantu meringankan pekerjaanku.Apala
"Wanita tidak tahu malu. Dasar pezina. Tega-teganya kau menghianatiku demi seorang laki-laki miskin seperti dia," tunjuk Anan kepada Adrian.Mereka berdua tertangkap basah sedang melakukan perbuatan mesum di dalam kamar. Tubuh Sarah menggigil ketakutan saat Anan menodongkan pistol tepat di kepala Sarah.Adrian yang melihat Anan langsung bangkit dan memunguti pakaiannya. Pakaian mereka berdua berserakkan di lantai. Dengan hati-hati Adrian menjauh sedikit demi sedikit keluar dari kamar.Anan menembakkan pistolnya ke atas hingga menimbulkan bunyi suara yang sangat keras. Seketika Adrian berhenti melangkah dan diam di tempat."Maju selangkah lagi maka peluru ini siap menembus kepalamu Adrian," ancam Anan.
"Humairah ….!"Aku mencari gadis kecil seumuran Nara. Entah dimana ia bersembunyi hingga tidak kelihatan sedari tadi dipanggil. Bahkan suaranya pun tidak terdengar menyahut.Kucari sekeliling rumah namun, tidak menemukan Maira.Dimana Humairah sekarang? Bukankah tadi ia menelpon dengan berani, tapi kini menghilang seperti ditelan bumi. Aku masuk kedalam kamarnya tidak menemukan bocah itu.Terdengar suara tangis dari dalam lemari. Perlahan kaki ini melangkah mendekat mencari balita malang itu. Jantung ini terasa berhenti berdetak ketika melihat Humairah meringkuk dalam tumpukan kain."Maira?" Teriakku.Seketika netra ini menyak
Beberapa Tahun Kemudian"Bunda," seru Habib berlari memelukku. Hari ini Habib pulang ke Indonesia setelah bertahun-tahun lamanya ia merantau dan melanjutkan sekolah di Dubai.Selama sepuluh tahun kami tidak pernah bertemu hanya saling menghubungi lewat video call saja. Habib kini sudah menjadi pria dewasa yang tampan berumur dua puluh satu tahun. Sementara Nara berumur lima belas tahun. Nara juga sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan berkulit putih bersih seperti kulitku."Habib?!" panggilku.Kupeluk dengan erat anak lelakiku yang dulu masih kecil kini sudah beranjak dewasa. Sepuluh tahun terpisah Habib tidak pernah sekali pun pulang walau sekedar menjenguk.Bera
"Ustaz Rahman?!" Seruku terperanga. Sepuluh tahun tidak bersua baru kali ini kami dipertemukan kembali.Ustaz Rahman tersenyum mengucap salam dengan ramah seperti kebiasaanya saat bertemu."Assalamualaikum," ucapnya."Waalaikumsalam.""Silahkan duduk!"Ustaz Rahman meminta kami duduk. Selama tidak bertemu tidak banyak berubah dari dirinya. Hanya saja dia agak kurusan seperti tidak ada yang merawat. Lelaki itu duduk dengan menyandarkan bahu di kursi kerjanya.Kumisnya tidak dicukur rapi, jambangnya agak sedikit panjang. Rambutnya juga gondrong dan berantakkan. Bukankah disampingnya ada Nur Azizah? Lalu kemanakah gerangan Nur Azizah sekarang?